Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita tentang Keunikan Jembatan Batu di Laut yang Kini Jadi Ikon Flores

Kompas.com - 29/10/2019, 12:32 WIB
Nansianus Taris,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MAUEMERE, KOMPAS.com - Salah satu objek wisata khas dan unik di Pulau Koja Doi, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, adalah jembatan batu. Jembatan ini menjadi sarana penghubung pulau Besar dan pulau Koja Doi. 

Jembatan batu sepanjang 680 meter itu terbuat dari susunan bebatuan. 

Jembatan itu dibangun untuk memudahkan warga pulau Koja Doi menuju pulau Besar. Sebelumnya, warga harus menggunakan perahu untuk mengakses fasilitas seperti sekolah dan poliklinik di pulau Besar.

La Mane Untu (78), salah seorang tokoh masyarakat pulau Kojadoi, menceritakan jembatan batu dibangun puluhan tahun silam. 

Baca juga: Fakta Jembatan Youtefa, Tonggak Sejarah di Papua di Hari Sumpah Pemuda...

Ketika itu, tepat pada tahun 1979, ia menjabat sebagai kepala desa Koja Doi mengirim surat ke bupati Sikka mengatasi serangan hama babi hutan yang merusak tanaman pertanian warga. 

Menanggapi surat itu, bupati Sikka pun meminta bantuan TNI Kodim 1603 Sikka.

“Selama seminggu tidak mendapatkan seekor babi pun. Mereka menemui saya dan mengatakan kalau bisa kami bantu kerja apa. Saya katakan, warga sudah lama ingin bangun jembatan batu,” cerita Mane kepada Kompas.com, Sabtu (26/10/2019). 

Ia melanjutkan, tentara pun sepakat dengan permintaan warga. Bersama warga pulau Besar dan Koja Doi, mereka bekerja selama tiga minggu membangun jembatan batu setinggi 1,5 meter dan lebar 1 meter.

Ia menjelaskan, material jembatan itu diambil dari batu karang. 

Kemudian, pada tahun 1983, masyarakat memperbaiki jembatan dengan bantuan dana padat karya dari pemerintah pusat.

“Kami tidak mengambil karang hidup dari laut, tetapi karang mati yang berada di tepi pantai dan daratan,” jelas Mane. 

Ia menjelaskan, untuk menguatkan fondasi jembatan itu, warga menggunakan anyaman rotan. Kalau menggunakan semen, maka mudah rusak tergerus ombak. Lebih baik pakai rotan karena selain tahan air, juga unik dan menggunakan bahan alam. 

"Jembatan batu ini tidak akan disemen atau diaspal,” jelas Mane. 

Mane menyebut, sejak saat itulah warga pulau Koja Doi tidak lagi susah saat berangkat ke pulau Besar. 

Jembatan batu itu memang memudahkan akses antara pulau Besar dan pulau Kojadoi, terlebih khusus anak-anak sekolah, guru, petugas kesehatan, dan aparat desa. Dari pulau Koja Doi mereka tidak lagi berangkat menggunakan perahu menuju pulau Besar. 

Setiap hari mereka bisa berjalan kaki menyusuri jembatan itu menuju pulau Besar sekitar 20 menit.

Mane mengaku, jembatan batu itu jadi ikon menarik bagi para wisatawan yang berkunjung ke pulau Kojadoi, sehingga mendatangkan keuntungan ekonomi bagi warga.

"Banyak wisatawan datang ke sini untuk menyaksikan keunikan jembatan batu ini," ujar Mane. 

Baca juga: Perjuangan Siswa Pulau Kojadoi Flores, Seberangi Jembatan Batu untuk Sekolah

Ia menyebut, warga pulau Koja Doi kompak menjaga keutuhan jembatan batu itu karena dianggap monumen bersejarah. 

"Jembatan batu ini mungkin tidak ada di belahan bumi lain. Kami membuatnya secara swadaya. Makanya kami harus menjaga monumen bersejarah ini sampai kapan pun. Mulai dari anak-anak hingga orang muda dewasa kami selalu ajar dan ajak agar tetap jaga keaslian jembatan batu ini," tutur Mane.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com