KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menerima 61 tokoh Papua di Istana Negara, Selasa (10/9/2019).
Para tokoh Papua yang hadir merupakan representasi dan mewakili komponen tokoh dari adat, gereja, organisasi, akademisi, mahasiswa, wanita, dan pemuda.
Dilansir dari Antaranews.com, Kepala BIN Budi Gunawan mengatakan bahwa para tokoh Papua telah hadir di Jakarta sejak 8 September 2019.
Menurut Budi, mereka menyampaikan aspirasi terkait bagaimana memajukan Papua dan meningkatkan kesejahteraan menjadi lebih baik, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca juga: Didampingi Kepala BIN, Jokowi Bertemu Tokoh Papua di Istana
Pertemuan ini sudah direncanakan Jokowi sejak aksi protes yang berujung kericuhan pecah di sejumlah wilayah di Papua pada Agustus lalu.
Aksi protes itu dipicu oleh perlakuan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua yang berada di Surabaya dan Malang.
Saat bertemu Jokowi, ada 9 aspirasi yang dibacakan salah satu perwakilan tokoh Papua yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Jayapura, Abisai Rollo.
Salah satu poin terakhir yang diajukan adalah membangun Istana Negara Presiden RI di Jayapura.
Baca juga: Bertemu Jokowi di Istana, Tokoh-tokoh Papua Ajukan 9 Permintaan
"Saya Abisai Rollo menyumbangkan kepada negara tanah 10 hektare untuk dibangun Istana Presiden RI, sehingga perjalanan presiden bukan hanya berkunjung tapi berkantor di Papua," kata Abisai yang juga Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma'ruf untuk Kota Jayapura pada Pilpres 2019.
Menanggapi permintaan itu, Jokowi memastikan lagi apakah tanah yang disiapkan Abisai itu benar-benar akan diserahkan gratis untuk membangun Istana.
Baca juga: Tokoh Papua Beri 10 Hektar Tanah untuk Bangun Istana Presiden
"Ini kan di sana yang sulit tanahnya, ini tanahnya tadi sudah disediakan benar? 10 hektare gratis? Gratis? Sepuluh hektare benar? Sudah ada? Oh punya pak Abisai Rollo," kata Jokowi.
Dilansir dari Kompas.com, setelah berbicara dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno serta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto yang ada di sampingnya, Jokowi mengatakan Istana Negara di Papua mulai dibangun tahun depan.
"Ini saya bisik-bisik dulu dengan para menteri supaya keputusannya tidak keliru. Nanti saya ngomong iya, duitnya enggak ada. Ya jadi mulai tahun depan Istana dibangun," kata Jokowi disambut tepuk tangan para tokoh Papua yang hadir.
Baca juga: Soal Ketua Rombongan Tokoh Papua yang ke Istana, Eks Timses Jokowi dan Siap Sumbang Lahan
Selain itu Presiden Joko Widodo juga berjanji akan mengunjungi Papua dalam waktu dekat.
"Saya masih mengatur waktu untuk ke Papua, saya masih berusaha di bulan ini, tapi kalau meleset mungkin Oktober lah," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan, kedatangannya ke Papua dalam waktu dekat ini sekaligus untuk meresmikan Jembatan Holtekamp di Jayapura.
"Saya ingin meresmikan jembatan Holtekamp secepatnya," katanya.
Tak hanya itu, Jokowi juga ingin mengecek proyek-proyek infrastruktur di Tanah Papua yang sudah diresmikan sebelumnya.
"Dan mengecek jalan-jalan trans Papua yang sudah dibangun Kemen-PUPR yang sudah diresmikan," terang Jokowi.
Baca juga: Jokowi Janji ke Papua Paling Lambat Oktober
Padahal, kata Timotius, MRP sendiri adalah sebuah lembaga kultural setingkat DPR Papua dengan anggota perwakilan dari tiga unsur yakni unsur adat, agama, dan perempuan.
"Seperti hari ini, presiden kita panggil tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh perempuan, siapa-siapa yang dipanggil karena semua perwakilan dari 29 labupaten/kota semua ada di lembaga culture ini, di MRP," ujar Timotius di Jayapura, Papua, Selasa.
Baca juga: Soal Ketua Rombongan Tokoh Papua yang ke Istana, Eks Timses Jokowi dan Siap Sumbang Lahan
Ia menjelaskan lembaga MRP hadir di bawah naungan Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Tanah Papua, sehingga untuk penyelesaian masalah Papua, Presiden juga memanggil tokoh yang keberadaannya diakui oleh undang-undang seperti MRP.
Selama ini, menurut Timotius, pemerintah pusat kurang melibatkan MRP dalam setiap kebijakan yang dibuat untuk Papua.
"Tolong (panggil) lembaga resmi seperti gubernur, DPR Papua, MRP supaya persoalan ini tuntas kita bicarakan," katanya.
Baca juga: MRP Sayangkan Tak Dilibatkan dalam Pertemuan Presiden dengan Tokoh Papua
Ia mengeklaim bahwa semua tamu undangan berasal dari kalangan propemerintah.
"Kita bertanya-tanya. Tidak ada satu pun substansi yang mempersoalkan rasisme yang kemarin terjadi terhadap mahasiswa, diskriminasi yang terjadi terhadap mahasiswa. Dan bukan hanya mahasiswa, orang Papua [secara keseluruhan]," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Ia mengatakan pihak-pihak yang terlibat dalam demonstrasi tanggal 19-21 Agustus tidak diundang dalam dialog Jokowi dengan para tokoh Papua.
"Ini kan sangat disesalkan. Bagaimana kita mau menyelesaikan persoalan," kata Yan.
Baca juga: Ketua MRP Bantah Kepulangan Mahasiswa Papua karena Maklumat yang Dikeluarkan
Lebih jauh, Yan menilai 10 aspirasi yang disampaikan kepada Presiden "tidak mewakili kebutuhan masyarakat Papua"
Yan Christian Warinussy yang juga direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mengatakan, yang dibutuhkan di Papua adalah "keadilan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM serta klarifikasi sejarah masa lalu terkait integrasi Papua ke Republik Indonesia".
Kedua hal tersebut seharusnya dilakukan, menurut Undang-Undang Otonomi Khusus, antara lain dengan membentuk Pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
"Dua persoalan ini tidak pernah diselesaikan selama Otsus (otonomi khusus) berlangsung. Sementara uangnya akan habis pada 2021," ungkapnya.
Menurut Yan, hal yang diinginkan masyarakat Papua adalah dialog yang menyeluruh dan inklusif. Artinya, melibatkan semua pihak — termasuk pihak yang tidak sejalan dengan pemerintah.
Baca juga: MRP Anggap Kepulangan Ratusan Mahasiswa Papua Seperti Musibah Baru
"Kan mereka juga anak bangsa," katanya.
Sementara itu dilansir dari Kompas.com, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Adita Irawati mengatakan status Abisai yang merupakan eks timses Jokowi hanya kebetulan.
Ia menegaskan, pihak Istana tidak memilih-milih tokoh yang diundang dari sikap politiknya di pilpres lalu.
"Ya saya rasa mungkin kebetulan saja ya. Enggak mungkinlah dalam konteks sekarang Bapak hanya mengundang yang sudah mendukung beliau. Pasti kan semua yang adalah, harusnya demikian. Ini kebetulan saja mungkin," ujar dia.
Baca juga: 200 Mahasiswa asal Papua Pulang Kampung, MRP Akan Evaluasi Maklumat
SUMBER: KOMPAS.com ( Ihsanuddin, Dhias Suwandi), BBC Indonesia, Antaranews.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.