Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkosa 9 Anak, Aris Akan Dihukum Kebiri setelah Dipenjara 20 Tahun

Kompas.com - 30/08/2019, 22:36 WIB
Achmad Faizal,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Muhammad Aris, terpidana kasus pemerkosaan anak di Mojokerto disebut baru akan menerima hukuman kebiri usai menjalani hukuman penjara.

Aris sendiri masih akan menjalani hukuman penjara selama 20 tahun ke depan.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Sunarta mengatakan, selain divonis 12 tahun oleh hakim pengadilan tinggi kabupaten Mojokerto dalam kasus pemerkosaan terhadap anak, ternyata Aris juga divonis 8 tahun oleh Pengadilan Negeri Kota Mojokerto dalam perkara yang sama.

"Jika menjalani sepenuhnya, akumulasinya menjadi 20 tahun," kata Sunarta kepada wartawan, Jumat (30/8/2019).

Sementara hukuman tambahan berupa kebiri kimia akan dijalani terpidana Aris usai menjalani hukuman pokok penjara.

"Jadi sebelum dia bebas, dia harus sudah menjalani hukuman kebiri kimia," tambahnya.

Baca juga: Tanggapan Keluarga Korban Setelah Pemerkosa 9 Anak Dihukum Kebiri

Saat ini, kata dia, pemerintah memang belum memiliki petunjuk teknis tentang hukuman kebiri. Namun dia optimistis, saat Aris akan bebas nanti, sudah ada aturan teknis yang mengatur hukuman kebiri.

Muhammad Aris, pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, itu harus menjalani hukuman kebiri kimia setelah terbukti memperkosa 9 anak.

Berdasarkan putusan pengadilan, terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak itu juga harus mendekam di penjara selama 12 tahun.

Selain itu, dia juga dikenai denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Putusan pidana 12 tahun kurungan dan kebiri kimia terhadap Aris sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.

Vonis hukuman pidana bagi predator anak itu tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.

Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Saat itu terdakwa divonis bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Putusan majelis hakim terkait perkara yang menjerat Aris, tertuang dalam Putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk, tertanggal 2 Mei 2019.

Baca juga: Fakta Baru Vonis Kebiri di Mojokerto, Dinyatakan Sehat hingga Hukuman Bisa Dilakukan

Hukum Islam

Atas fenomena hukum kebiri yang menjerat Aris, Lembaga Bahsul Masail Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jawa Timur telah menggelar kajian tentang hukum kebiri kimia terhadap pelaku pedofil, Kamis (29/8/2019) malam.

Hasil kajian tersebut menyebut bahwa dari sudut agama Islam, hukum kebiri kimia tidak diperbolehkan.

Ahmad Asyhar, ketua Lembaga Bahsul Masail PWNU Jawa Timur, mengatakan, bahsul masail digelar memakai referensi dasar hukum Al Quran, hadist dan kitab-kitab Ilmu Fiqih karya ulama dalam dan luar negeri, hingga kesepakatan ulama dalam menyikapi sesuatu yang berkembang di masyarakat.

"Hasilnya memang tidak ada referensi kitab yang membahas tentang kebiri kimia, bahkan Nabi Muhammad melarang kebiri," katanya.

Solusinya, kata dia, hukuman bagi pelaku pedofilia harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum positif yang berlaku di negara yang ditempati.

Baca juga: Pasca Putusan Hukuman Kebiri, Pemerintah Fokus Dampingi Korban dan Keluarganya

Dalam konteks hukum Islam, hukuman kebiri kimia masuk ke kategori takzir, atau hukuman yang berorientasi pada kemaslahatan atau kebaikan penerima hukuman.

"Mayoritas ulama mensyaratkan takzir tidak berdampak negatif, sementara kebiri kimia tidak hanya merusak organ reproduksi tapi dapat merusak organ yang lain, serta berdampak negatif pada kondisi psikologis pelaku," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com