Ngatiyem mengatakan, membeli kerupuk itu di Pasar Beringharjo dengan harga Rp 8.000. Ia kemudian menjual kembali kerupuk dengan harga Rp 10.000, atau dengan keuntungan hanya Rp 2.000.
Keuntungan yang diambil semata-mata untuk membayar becak,
Ngatiyem sudah berjualan kerupuk sejak usia 11 tahun. Setiap hari Ngatiyem berjualan di kawasan Alun-alun selatan.
Baca juga: Kisah Mantan Tenaga Honorer Menyulap Getah Gambir Jadi Pewarna Kain Jumputan Beromzet Jutaan
Ngatiyem mengaku sekitar dua bulan tidak berjualan kerupuk. Tidak disebutkan alasannya secara pasti. Namun, dia sempat menyebut disuruh berhenti berjualan oleh orang Surabaya.
Namun, Ngatiyem tak menggubris permintaan itu.
"Masih ingin gerak badan, berjalan-jalan biar sehat. Kalau di rumah saya malah sedih tidak melakukan apapun," ucapnya.
Setelah beberapa menit berbincang, beberapa orang datang membeli kerupuk Ngatiyem. Namun, memang tidak terlalu ramai.
Seorang pembeli, Septi mengatakan sengaja membeli karena kasihan melihat Ngatiyem yang masih berjualan meski usianya sudah senja. Di samping itu, Septi mengaku bahwa kerupuk yang dijual Ngatiyem juga rasanya enak.
"Sengaja beli agar cepat habis. Enak juga kok krupuknya," ucapnya.
Dari informasi yang dihimpun, Mbah Ngatiyem tidak memiliki keturunan. Dia tinggal di rumah saudaranya, Rujinem, di Bantul.
"Simbahe itu tinggalnya di Bantul," kata salah seorang penjual makanan yang mengenal Ngatiyem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.