BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Sido Muncul

Cerita Perjuangan Seorang Ayah Agar Anak Terbebas dari Bibir Sumbing

Kompas.com - 25/07/2019, 22:03 WIB
Mico Desrianto,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

DOLOK SANGGUL, KOMPAS.com – Raut wajah Hendrik (42), seorang warga Desa Silaban, Kabupaten Humbang Pasundutan, Sumatera Utara, tampak tegang di ruang tunggu RSUD Dolok Sanggul.

Meskipun dalam ruangan, topi hitam dan jaket tebal, masih ia kenakan. Ia terlihat tak tenang kala anaknya, Diegol, bayi usia 10 bulan penderita bibir sumbing, belum juga mendapatkan giliran operasi. Total, tujuh jam sudah waktu tunggu yang ia habiskan di sana.

Ia mengaku, giliran operasi, memang membuat anaknya yang sedang menunggu di ruang rawat inap sedikit rewel.

"Saya jadi panik, makanya (saya) ke sini untuk terus memantau jadwal operasinya," ujar Hendrik kepada Kompas.com, Selasa (23/7/2019) malam.

Malam itu, Dolok Sanggul hujan deras. Suasana tersebut membuat Hendrik tak kuasa mengungkap haru yang ia rasakan. Kebetulan, penyelenggaraan operasi ini tanpa biaya alias gratis. Kegiatan ini digelar PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk.

"Saya terharu, (saya) berterima kasih sekali pada Tuhan (Diegol sudah bisa dioperasi)," ujar Hendrik.

Oleh karenanya, kesempatan ikut operasi tak disia-siakan begitu saja meskipun jarak dari tempat tinggalnya bisa dibilang cukup berjarak, yakni kurang lebih 70 kilometer atau ditempuh dalam rata-rata waktu lebih dari dua jam. Sambil membawa anaknya, ia menjemput asa di Dolok Sanggul.

Ujian hidup

Sebenarnya, niat untuk mengoperasi sudah terpikir lama oleh Hendrik. Sayangnya, niat itu selalu kalah dengan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi olehnya. Selain Diegol, Hendrik juga masih harus membiayai tiga anaknya yang sudah sekolah.

Sehari-hari, Hendrik menggantungkan mata pencaharian sebagai kuli bangunan. Pekerjaannya hanya mengandalkan proyek yang datang. Bahkan tak jarang dirinya harus menganggur berminggu-minggu karena tak ada tawaran proyek.

"Penghasilan tak besar, rata-rata dapat Rp 300.000 per bulan," tambahnya.

Keadaan itu membuatnya terus mengencangkan ikat pinggang untuk berhemat. Tak jarang, ia menahan lapar dengan alasan itu juga.

“Kalau makan, saya usahakan (makan) dengan lauk seadanya, demi anak-anak,” papar Hendrik.

Selain berusaha, Hendrik mengaku juga tak henti-hentinya memanjatkan doa kepada Tuhan agar diberikan keajaiban.

“Saat berdoa, saya kerap menangis memohon agar anak ini (Diegol) membawa rezeki yang berlimpah,” imbuh dia.

Selagi bekerja, Hendrik menitipkan Diegol pada ibunya. istrinya sendiri sudah meninggal sesaat setelah Diegol lahir. Ia mengalami pendarahan hebat saat persalinan.

Mata Hendrik berkaca-kaca saat pikirannya melayang kembali pada kenangan itu.

Pasca meninggalnya sang istri, Hendrik memberikan hak asuh Diegol kepada ibunya Kompas.com/Mico Desrianto Pasca meninggalnya sang istri, Hendrik memberikan hak asuh Diegol kepada ibunya

"Saya juga (saat itu) kaget melihat kondisi Diegol lahir seperti itu (dengan bibir sumbing) mengingat belum pernah ada yang mengalami hal serupa pada keluarga. Benar-benar, Diegol bahkan sudah mendapat ujian hidup sejak lahir," kata dia kembali.

Kepada Kompas.com, Hendrik mengatakan jika seusai Diegol dioperasi, ia berjanji akan bekerja lebih giat untuk kebaikan masa depan anak-anaknya.

Lalu ia bercerita juga akan membawa Diegol mengunjungi makam sang istri.

“Ingin memberi tahu jika anak terakhir kami sudah sembuh dari bibir sumbing,” sambungnya.

Terkendala biaya

Direktur RSUD Dolok Sanggul, dr Netty Iriani, mengatakan masalah ekonomi memang menjadi hambatan terbesar para orangtua khususnya di Sumut untuk membawa anak mereka ke rumah sakit untuk operasi.

“Biaya operasi di sini bisa mencapai Rp 5 juta, cukup memberatkan bagi keluarga berpenghasilan di bawah rata-rata,” terang dr Netty.

Meski demikian, Diegol adalah satu dari bayi beruntung yang sudah bisa menjalani operasi saat usia di bawah 1 tahun. Perlu diketahui, operasi bibir sumbing memang lebih baik dilakukan dini agar kemampuan berbicara anak menjadi lebih baik.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi anak usia 24-59 bulan yang mengidap bibir sumbing atau cleft lips mencapai 0,53 persen.

Indonesia menjadi peringkat ke-empat dengan perkiraan lebih dari 7.000 anak lahir dengan bibir sumbing tiap tahunnya.

Melansir Kompas.com (28/7/2017), selain faktor genetik, penderita bibir sumbing diakibatkan oleh kekurangan asupan gizi seperti kekurangan asam folat, vitamin B6, dan zinc selama masa kehamilan.

Maka tak heran, banyak kasus ditemukan penderita bibir sumbing mayoritas dialami oleh keluarga kurang mampu.

Sido Muncul menggelar operasi bibir sumbing di Sumut dengan dua lokasi yang berbeda, yakni RSUD Dolok Sanggul dan RSUD Tarutung pada Rabu (24/7/2019).MICO DESRIANTO/Kompas.com Sido Muncul menggelar operasi bibir sumbing di Sumut dengan dua lokasi yang berbeda, yakni RSUD Dolok Sanggul dan RSUD Tarutung pada Rabu (24/7/2019).
Direktur Sido Muncul, Irwan Hidayat, mengatakan jika kegiatan tersebut memang ditujukan bagi keluarga yang tidak mampu.

Irwan berharap seluruh pasien yang ikut penyelenggaraan tersebut dapat tersenyum dengan sempurna.

“Semoga para pasien dapat menjalani operasi dengan lancar,” ujar Irwan sesuai keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Kamis (25/7/2019).

Sebagai informasi, Sido Muncul menggelar operasi bibir sumbing di Sumut dengan dua lokasi yang berbeda, yakni RSUD Dolok Sanggul dan RSUD Tarutung pada Rabu (24/7/2019).

Tercatat, secara keseluruhan terdapat 15 bayi dari keluarga kurang mampu yang menjalani operasi gratis ini, termasuk Diegol.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com