Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kekuatan Cinta Barbara Adinda, 5 Tahun Rawat Suami yang Cacat Permanen, Bertahan dengan Makan Ubi

Kompas.com - 17/07/2019, 10:01 WIB
Nansianus Taris,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

"Saya kerja untuk beli makan obat sang suami. Saya kerja mendata perolehan sawit 1 orang dan kelompok (checker). Sejak suami sakit, perusahaan memberi keringanan. Saya kerja bersih di sekitar kantor saja. Penghasilan saya waktu itu bulan 1.000 ringgit per bulan. Kalau dirupiahkan bisa Rp 3 juta lebih," ungkapnya.

Ia mengatakan, sebenarnya gaji yang ada tidak cukup tetapi dicukupkan saja untuk memenuhi kebutuhan. 

"Kadang kalau uang tidak cukup, saya tunggu makan dari teman kerja. Uang sendiri itu utamakan untuk beli obat sang suami," katanya. 

Ia melanjutkan, kendala lain yang dialami saat berada di Malasyia adalah tidak ada keluarga untuk membantu sang suami apabila hendak berobat ke klinik

"Kalau mau masuk ke klinik orang-orang yang bantu antar ke rumah sakit. Untung teman-teman bisa bantu kami," lanjut dia. 

Baca juga: Kisah Nenek Rabina, Tinggal di Gubuk Reot Makan dan Tidur Bersama 8 Kucing

Pulang ke Fores pada tahun 2016

Barbara Adinda mengungkapkan, pada April 2016 lalu, ia dan suaminya memutuskan untuk kembali ke Kabupaten Sikka, Flores, tempat keduanya dilahirkan. Karena paspor sang suami tidak bisa diperpanjang lagi. 

"Dari 2014 sampai sekarang saya tetap merawat dia. Kalau saya tidak merawat dia siapa lagi. Untuk buang air besar dia harus pakai obat perangsang. Kencingnya pakai kateter. Dia juga pakai pampers," ungkapnya.  

Ia mengatakan, suka dukanya dalam merawat sang suami, dirinya tidak bekerja jauh untuk mencari uang selain di rumah. 

"Suami mau BAB kan harus dibantu. Jadi saya tidak bisa keluar jauh memang. Di sini juga yang ada sayaa dan dia saja. Bapa-mamanya sudah meninggal dunia. Suami saya ini anak yatim piatu," katanya.

Baca juga: Kisah TKI Parinah 14 Tahun Tak Ada Kabar, Kerja Tak Dibayar di Inggris (1)

Kartu KIS tidak bisa digunakan

Ia menuturkan, obat perangsang, kateter, dan pampers merupakan kebutuhan pokok sang suami. Setiap minggu obat perangsang dan keteter harus diganti.

"Setiap minggu dan bulan butuh obat untuk sang suami. Kadang saya kalau kurang uang, makan ubi saja. Uang utamakan untuk beli obatnya dia. Hasil jualan gula-gula saya di rumah tidak cukup untuk kebutuhan. Tetapi, kami usaha cukup saja. Mau bagaimana lagi," tuturnya. 

Ia mengatakan, sang suami memang mempunyai Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun, tidak bisa digunakan.

Karena sang suami tidak berobat ke puskesma atau rumah sakit. Suaminya hanya membutuhkan obat yang dibeli di apotek.

"Bagian pusat ke bawah dia punya itu mati rasa. Dia bisa duduk bertahan 15 menit saja. Kalau dia duduk sudah keringat pasti langsung pingsan. Saat ini dia hanya bisa duduk dan baring saja. Saya tidak sanggup lagi menceritakan kondisi suami saya. Begitu saja dulu. Nafas saya sudah sesak," ungkap Barbara Adinda mengusap air mata sambil merunduk. 

Baca juga: Cerita Guru SMP Swasta, Menangis karena Cuma Dapat 2 Siswa Baru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com