Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilih Galau, Penentu Kemenangan Capres di Sulawesi Selatan yang Labil

Kompas.com - 13/04/2019, 23:21 WIB
Hendra Cipto,
Himawan,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

KOMPAS.comUndecided voters alias pemilih yang masih ragu atau galau disebut sebagai kunci kemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Sulawesi Selatan pada Pemilihan Presiden 2019.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla, mengatakan, merujuk pada data survei Celebes Research Center (CRC), jumlah undecided voters mencapai 13 persen.

Survei Litbang Kompas pada akhir Februari hingga awal Maret 2019 juga menunjukkan, pemilih yang masih merahasiakan pilihannya, termasuk belum menentukan suaranya, mencapai 13,6 persen untuk wilayah Sulawesi.

Baca juga: Persaingan Pilpres di Sulsel: Jokowi Tanpa JK, Prabowo Punya Sandiaga

Para pemilih galau ini, lanjut Adi, bakal menentukan kemenangan pasangan calon di menit-menit akhir.

Oleh karena itu, pasangan calon yang bisa memperlihatkan visi misi yang jelas dan bisa meyakinkan publik dinilai bisa memenangkan undecided voters di Sulawesi Selatan.

Undecided voters itu bakal jadi semacam palu godam, apakah menghukum atau tidak,” kata Adi.

Salah satu cara terakhir untuk meyakinkan publik Sulawesi Selatan, lanjut dia, adalah debat kelima yang bakal digelar pada Sabtu (13/4/2019) malam.

“Meskipun tidak terlalu besar seperti pemilih loyal yang sudah memilih dari awal, undecided voters itu kan masih cukup besar ya. Itu saya kira ada pengaruhnya termasuk pemahaman mereka terhadap visi. Ya termasuk melalui debat,” ungkap Adi.

Litbang Kompas/RFC/BES Pilihan Capres-Cawapres Berdasarkan Wilayah

Strategi efektif

Selain itu, menurut dia, kerja tim pemenangan masing-masing untuk merebut hati masyarakat Sulsel di detik-detik akhir sebelum hari pencoblosan akan sangat berpengaruh, terutama pola komunikasi politik dari para tim sukses kepada pemilih parokial yang banyak berada di daerah-daerah pelosok di Sulawesi Selatan.

“Itu juga bisa jadi blunder, tetapi kalau itu dirawat dengan baik, ya bisa memberi potensi karena ada kecenderungan juga tim itu malah menggembosi sendiri dan justru membuat kontraproduktif. Jadi perilaku tim sukses itu juga ikut berpengaruh memilih,” kata Adi.

Baca juga: Jokowi-Maruf Tak Ambisius di Sulawesi Selatan, Cukup 50 Persen

Para undecided voters ini disebutkan sebagai para pemilih milenial dan penduduk perkotaan, serta mereka yang tidak terjerat politik identitas dan yang ingin perubahan.

Pengamat politik dari UIN Alauddin, Firdaus Muhammad, mengingatkan bahwa para pemilih di perkotaan cenderung rasional, entah itu menentukan pilihan berdasarkan hasil kerja calon incumbent atau memang menginginkan perubahan dari pemerintahan yang ada sekarang.

“Kalau pembangunan era Jokowi sudah terukur, sedangkan orang yang ingin ada perubahan yang akan memilih Prabowo. Apakah Prabowo lebih menjanjikan atau tidak, yang jelas pemilihnya ingin ada perubahan dulu,” kata dia.

Selain itu, kedua kandidat juga didorong untuk memperbaiki infrastruktur politik seperti tim pemenangan dan saksi-saksi yang menjaga suara yang berpotensi terjadi kecurangan, seperti surat suara tercoblos, hilang, dan dicuri.

“Jadi ajak saksi-saksi ini mengawal suara masing-masing kandidatnya hingga ke KPU. Tim-tim yang di lapangan juga, jangan melakukan tindakan-tindakan ceroboh seperti kecurangan mencoblos,” ungkap Firdaus.

Baca juga: Sandiaga Uno Bikin Kubu Prabowo Pede di Sulawesi Selatan

Masyarakat juga diimbau agar tidak terlibat money politic dengan tidak menerima uang dari siapa pun untuk memenangkan salah satu calon. Pilihlah sesuai hati nurani.

“Jika masyarakat terlibat dengan money politic, ya pasti akan melahirkan pemimpin-pemimpin korup,” tegas Firdaus.

Labil dan sulit diterka

Pentingnya kehadiran undecided voters muncul karena persaingan perolehan suara yang labil dan sulit diterka di Sulawesi Selatan.

Hilangnya Kalla sebagai salah satu aktor utama dalam Pilpres kali ini menjadi faktor penyebab utamanya.

Adi mengatakan, dengan hilangnya Kalla, elektabilitas Jokowi kini menurun drastis, termasuk di Kota Makassar yang memiliki jumlah DPT paling besar di Sulsel.

Belum lagi salah satu kolega Jusuf Kalla, Erwin Aksa, kini mendukung Prabowo-Sandi secara terang-terangan dan ikut berkampanye memenangkan pasangan calon nomor urut 02 tersebut.

Hal yang sama juga terjadi pada tokoh-tokoh lain di Sulawesi Selatan yang mendukung para capres dan cawapres di Pilpres kali ini. Misalnya, Syahrul Yasin Limpo mendukung Jokowi, sementara saudaranya, Ichsan Yasin limpo, mendukung Prabowo Subianto.

“Posisi Pak Jokowi ini sebagai incumbent ya ikut berpengaruh paling tidak dalam mobilisasi politik. Tapi Prabowo juga punya cara (sendiri) dalam mobilisasi massa. Jadi itu membuat (peta dukungan) di Sulsel ini semakin labil ya,” tutur pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla.

Dia menilai, tim tidak boleh terlalu berpatokan pada survei lembaga survei yang telah dirilis sebelumnya. Dia berkaca pada Pilgub Sulsel beberap bulan lalu.

Kala itu, lembaga-lembaga survei merilis persaingan Pilgub 2018 bakal berlangsung ketat. Diperkirakan, pilgub bakal dimenangi Nurdin Abdullah meski hanya berbeda tipis dengan cagub yang lain.

Namun nyatanya, saat penghitungan suara riil, Nurdin justru menang telak dari calon lain.

“Sulsel itu sulit diprediksi ya. Dulu waktu di pilgub, kalau mengacu pada survei, gambarannya malah tipis. Tapi ternyata tidak. Hal ini bisa terjadi pada Jokowi bisa juga terjadi pada Prabowo. Jadi sangat labillah,” tutur Adi.

Sementara itu, Firdaus mengatakan, menjelang pencoblosan, elektabilitas pasangan calon nomor urut 01 dan 02 di Sulsel dinilai imbang dan terpaut selisih yang tipis.

Selisih keunggulan nanti pada pemungutan suara pun, lanjut dia, hanya akan terpaut sedikit.

“Merujuk dari beberapa survei dari beberapa lembaga survei, elektabilitas kedua pasangan calon berimbang, dalam arti selisihnya tidak signifikan. Akhirnya, Sulsel menjadi wilayah rebutan karena peluang memenangkan salah satu pasangan calon,” kata Firdaus.

Peluang menang Jokowi-Ma'ruf tidak terlalu tinggi, lanjut dia, karena kinerja Jokowi di Sulsel belum terlihat jelas. Pembangunan infrastruktur di Sulsel tidak begitu menonjol, hanya pembangunan kereta api. Itu pun, menurut Firdaus, mandek untuk sementara waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com