Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Paris ke Surakarta, dari Layar Tancap hingga Tergusurnya Bioskop Tua...

Kompas.com - 22/03/2019, 16:26 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

 KOMPAS.com - Menonton film merupakan salah satu cara manusia menghibur diri secara sederhana. Berawal dari pemutaran film komersial perdana di Grand Cafe, Paris, Perancis hiburan ini kemudian menyebar ke seantero dunia.

Lumiere Bersaudara, Louise Lumiere dan Auguste Lumiere, merupakan orang yang paling berjasa dalam menghadirkan pemutaran film perdana tersebut. Gambar bergerak tanpa suara dapat mengisahkan keadaan pekerja di pabrik Lumiere, kedatangan kereta api di stasiun, serta bayi yang makan di sebuah pelabuhan.

Hal yang dilakukan oleh Lumiere Bersaudara mengilhami hadirnya bioskop, yang tentu saja membuat industri film kian berkembang. Akhirnya, masyarakat semakin antusias untuk menyaksikan film.

Dari Perancis, dampak kemajuan industri film sampai di Indonesia. Pada 1900-an, bioskop hadir menemani pencintanya. Ketika itu Indonesia masih belum merdeka dan dalam jajahan kolonial Belanda, akibatnya industri film berada dalam kontrol pemerintah kolonial.

Batavia menjadi saksi awal industri bioskop pertama di Indonesia. Bioskop itu adalah The Roijal Bioscope yang berada di sekitar Tanah Abang.

Baca juga: 5 Fakta Menarik Lumiere Bersaudara, Pioner Bioskop Dunia

Sampai di Surakata

Situasi Pekerja Meninggalkan Pabrik Lumiere di Lyon yang terekam dalam Film dari Lumiere Bersaudara
The Guardian Situasi Pekerja Meninggalkan Pabrik Lumiere di Lyon yang terekam dalam Film dari Lumiere Bersaudara
Industri bioskop mulai meracuni orang-orang di Hindia Belanda. Bioskop mulai hadir di kota lain wilayah Hindia Belanda, termasuk Surakarta pada 1914.

Ketika itu, bioskop menampilkan film-film yang bisa dikatakan tanpa suara atau silent movie. Penonton dihadapkan dengan cerita yang disampaikan aktor dan aktris yang bergerak, tanpa adanya suara.

Era silent movie mulai berganti dengan film bersuara pada 1928. Tercatat bioskop pertama yang ada di Surakarta adalah Alhambra Bioscoop yang sekarang terletak di Pasar Kliwon Surakarta. Kemudian juga ada Sriwedari Bioscoop dan Schowburg Bioscoop.

Ketiga bioskop itu menandai awal dari perkembangan industri film di Surakarta. Barulah muncul seperti Scala Teater, Het Centrum Bioscoop, Rex Bioscoop, Star Bioscoop, Grand Bioscoop, Ce Capitol Bioscoop dan masih banyak lainnya.

Bioskop-bioskop itu menyuguhkan film sama yang diputar pada bioskop kota besar lainnya. Bioskop di Surakarta umumnya menempati gedung yang luas dan nyaman.

Selain menyediakan tempat khusus untuk menayangkan film, bioskop-bioskop ini juga penuh saat acara tertentu, misalnya Sekaten di Surakarta.

Strategi bioskop keliling (sistem tobong) digunakan untuk menayangkan film ke masyarakat lebih luas. Pihak penyelenggara menggunakan tempat dari bambu dan ditata menggunakan sedemikian rupa.

Ari Headbang menjelaskan, setidaknya ada tiga bioskop yang membuka stand-nya pada 1928 untuk menjawab animo masyarakat pada momen Sekaten.

"Ada tiga bioskop yang menggunakan sistem keliling (tobong) untuk memasarkan filmnya, yakni Alhambra, Derealto, dan Apollo. Ketiga bioskop itu hadir di Sekaten sebagai hiburan lain yang ditunggu-tunggu," kata Ari Headbang dalam diskusi yang berlangsung Kamis (21/3/2019) malam.

Cara tobong ini dianggap paling jitu bagi pihak bioskop untuk mendapatkan keuntungan dan melariskan filmnya. Berawal dari sistem tobong inilah, kemudian bermunculan pertunjukan yang dikenal dengan nama layar tancap.

Baca juga: Mengenang Bioskop Tua di Surakarta, dari Poster Film hingga Karakter Penonton

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com