Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mie Cup Mocaf, Upaya Warga Gunungkidul Naikkan Harga Jual Singkong

Kompas.com - 13/03/2019, 14:01 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi


YOGYAKARTA,KOMPAS.com- Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, dikenal dengan wilayah penghasil singkong.

Namun, sebagian besar masih dijual dalam bentuk basah ataupun kering, yang dikenal dengan nama gaplek. Sehingga, harga jual pun murah dan tidak meningkatkan perekonomian warga.

Namun, beberapa tahun terakhir, warga dan beberapa kelompok masyarakat mulai membuat tepung modified cassava flour (mocaf) atau tepung yang berbahan dasar singkong.

Muncullah berbagai olahan singkong dan turunannya. Inovasi terbaru yakni membuat mie instan dan mie cup yang diseduh.

Mie tersebut dibuat oleh kelompok usaha masyarakat Putri 21, Desa Ngawu, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.

Baca juga: Berkat Tepung Mocaf, Perekonomian Masyarakat Desa di Pacitan Berhasil Terangkat

"Tidak mudah untuk membuat mie instan dengan bahan baku mocaf. Awalnya kami sekitar tahun 2012 mendapatkan bantuan alat pembuat mie. Lalu dipraktekkan, dan gagal dalam membuat mie, sebanyak 250 kilogram tepung mocaf rusak pas awal pembuatannya," kata Ketua Kelompok Putri 21, Suti Rahayu yang ditemui di rumahnya, Rabu (13/3/2019) pagi.

Setelah beberapa kali mencari formula yang pas untuk bahan mie, maka jadilah mie mocaf dengan campuran terigu dan berbagai macam bahan lainnya.

Lalu, dirinya ditemui beberapa orang tua yang memiliki anak autis, agar dibuatkan mie yang berbahan mocaf tanpa ada campuran tepung terigu.

Pihaknya mendapat pendampingan dari Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Yogyakarta di Desa Gading, Playen.

Pendampingan yang diberikan LIPI terutama dalam hal pembuatan serbuk bumbu.

"Setelah beberapa kali gagal, saya meminta masukan dari LIPI dan disarankan membuat dengan komposisi saya sendiri. Lalu dengan komposisi saya tanpa menggunakan bahan kimia dan ternyata berhasil,"ucapnya.

Baca juga: Prabowo Sebut Aren dan Singkong untuk Biofuel, Apa Kata Ahli?

"Kami ada 3 jenis mie instan yaitu mie rebus yang harus dimasak menggunakan bumbu sendiri, lalu mie instan seperti pada umumnya bumbu sudah kami sediakan, yang ketiga adalah mie instan dengan menggunakan cup yang diseduh. Untuk harganya, satu cup mie Rp 6000,"ucapnya.

Dia mengatakan, mie ini cukup baik diterima masyarakat karena bebas bahan kimia seperti MSG dan pengawet.

Terkait dengan izin, ia mengatakan telah mengantongi beberapa izin dan sertifikat, satu diantaranya adalah setifikat halal.

"Alhamdullilah diterima baik masyarakat, kami memasarkan awalnya getok tular (dari mulut ke mulut) sampai saat ini juga dipasarkan di ritel besar. Melalui berbagai pameran, promosi di wilayah sekitar dan juga dikirim ke luar kota," ujarnya.

"Sudah banyak masyarakat dari berbagai daerah berkunjung ke sini untuk belajar. Dari Papua sampai Bogor sudah pernah ke sini untuk belajar membuat mie, dan makanan lainnya. Memang spesialisasi kami di sini membuat mie instan," katanya.

Diminati warga Jepang

Upaya warga Desa Ngawu tersebut disambut baik tidak hanya lokal namun juga mancanegara.

Beberapa waktu lalu, beberapa orang dari Jepang berkunjung untuk belajar membuat mie.

Setelah itu, beberapa produknya dibawa ke negara matahari terbit itu.

"Sudah dua atau tiga kali mereka kemari yang pertama pengenalan produk dan mereka sempat membawa beberapa contoh mie dan ternyata mie dengan tepung mocaf ini disukai oleh masyarakat Jepang dan akhirnya ditawari untuk memasarkan produk ke Jepang,"katanya.

"Menurut mereka produk mie ini cocok dikonsumsi masyarakat di sana. Jika nantinya kerja sama ini berhasil, kami hanya menyediakan produk, mereka yang memasarkan," katanya.

Diakuinya untuk membuat berbagai makanan termasuk mie instan cup, pihaknya bekerjasama dengan berbagai produsen mocaf dari berbagai pelosok Gunungkidul.

"Untuk produsen tepung mocaf berasal dari empat kecamatan yakni Rongkop, Paliyan, Panggang, dan Tanjungsari," ucapnya.

Baca juga: Begini Model Kantong Belanja dari Tepung Singkong yang Akan Digunakan di Bekasi

"Ide awal saya adalah ingin menaikkan derajat singkong yang awalnya dijual basah hanya beberapa ribu rupiah, jika dibuat tepung untuk harga saat ini sudah mencapai Rp 15.000. Jika dibuat produk olahan bisa lebih tinggi lagi. Kami memanfaatkan apa yang ada disekitar untuk diolah menjadi makanan. Tak hanya singkong, bonggol pisang juga kami olah untuk menjadi makanan,"ucapnya.

Dia berharap dengan upaya ini bisa meningkatkan perekonomian warga dan juga meningkatkan harga jual singkong yang banyak ditemui di Gunungkidul.

Sri, salah satu wanita yang terlibat pembuatan mie menambahkan, untuk bungkus awalnya mendapatkan bantuan dari LIPI. Kini, ia mengembangkan sendiri menggandeng produsen lokal.

"Kami tanpa MSG dan pengawet jadi rasanya lebih segar," ujarnya.

Produk mie instan cup yang diberi label "Mie Ayo" ini tidak berbeda dengan produk mie cup produk perusahaan besar. Mie isinya bumbu, minyak, dan cabai kering. Juga diberikan garpu plastik. Ada dua varian rasa yakni ayam spesial dan bakso sapi.

"Agar mie empuk memang butuh waktu agak lama dibandingkan mie instan umumnya. Namun rasanya lebih kenyal dan kuahnya lebih segar," kata salah seorang pembeli asal Bantul, Wisang. 

Kompas TV Mulai dari pisang kukus, jagung hingga singkong rebus menjadi jajanan yang difavoritkan masyarakat kala mengunjungi pasar dadakan di Desa Sendangdawung, Kendal, Jawa Tengah. Pasar ini sendiri baru didirikan pada awal tahun 2019 dan hanya dibuka setiap hari Minggu pagi. Masyarakat mengaku senang dapat mencicipi beragam olahan hasil bumi. Termasuk pangan tradisional yang sudah sulit dijumpai. Tak hanya pembeli, pedagang juga mengaku pasar dadakan ini dapat membantu meningkatkan perekonomian mereka meski mendapatkan kesempatan untuk berdagang seminggu sekali.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com