Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Minta Polri Tak Lupakan Kasus Penyiraman Air Keras terhadap Novel Baswedan

Kompas.com - 14/12/2018, 17:39 WIB
Andi Hartik,
Khairina

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta jajaran Polri untuk tetap menjadikan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan sebagai prioritas. Sebab, hingga saat ini tidak ada perkembangan berarti terkait penanganan kasus tersebut.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, sampai sejauh ini pihaknya belum mendapatkan perkembangan terkait kasus yang penimpa penyidik senior itu. Padahal, kasus itu sudah berjalan selama 611 hari sejak kejadian.

Febri meminta kasus ini tidak dilupakan meskipun Polri belum mendapati pelaku penyiraman itu.

"Kalau kasus penyerangan terhadap Novel sampai saat ini, ini kan sudah 611 hari ya, belum ada perkembangan yang kami terima, dalam artian pelaku penyerangannya belum ditemukan sampai dengan saat ini," katanya dalam Bedah Novel 'Teror Mata Abdi Astina' di Dialectic Cafe, Kota Malang, Jumat (14/12/2018).

Baca juga: KPK Pastikan Novel Baswedan Pernah Berikan Keterangan kepada Polisi

"Tapi tentu kita tidak boleh lupa. Karena itu KPK terus meminta dan mengharapkan pada Polri agar tetap melihat pengungkapan kasus penyerangan ini sebagai prioritas. Kenapa, karena sebelumnya pimpinan Polri dan pimpinan KPK sudah bertemu dan pada saat pertemuan itu beberapa kali dibahas keinginan untuk menemukan pelaku penyerangannya," katanya.

Febri mengatakan, kasus penyiraman air keras terhadal Novel Baswedan menyita banyak perhatian. Sehingga, jika kasus ini tidak terungkap, dampak terhadap persepsi penegakan hukum di Indonesia akan buruk.

"Presiden kan sebenarnya juga sejak awal memperhatikan kasus ini. Sehingga tentu saja kalau kasus ini tidak diungkap, penyerangnya tidak ditemukan, ini juga akan berakibat kurang baik bagi publik untuk melihat pengungkapan-pengungkapan, teror-teror terhadap penegak hukum khususnya di KPK," jelasnya.

Febri lalu membandingkan kasus kekerasan yang dialami Novel dan kasus kekerasan lainnya. Polri begitu cepat mengungkap kasus kekerasan, namun tidak untuk kasus kekerasan yang menimpa penyidik seneor itu.

"Karena kita tahu banyak kasus kekerasan sebenarnya bisa ditemukan pelakunya dengan relatif lebih cepat," katanya.

Febri enggan menyampaikan kenapa kasus itu berjalan sangat lamban. Menurutnya, teknis penanganan perkara kekerasan itu ada di Polri sehingga Polri yang mengetahui kesulitan dalam mengungkap kasus tersebut.

"Saya tidak tahu kalau teknisnya bagaimana. Tentu polisi yang tahu ya. Karena kasusnya kan ditangani oleh Polri. Kalau dari sumber daya manusia seperti yang disampaikan Polri cukup banyak yang dikerahkan di sana. Tapi apa hambatannya secara teknis mungkin lebih tepat Polri yang menjawab itu," katanya.

Kendati begitu, kasus yang menimpa Novel Baswedan akan menjadi preseden buruk jika tidak berhasil diungkap.

Sebab, sebagai penyidik senior di KPK, Novel Baswedan menjadi lambang perlawanan terhadap korupsi.

Jika kasus itu tidak diungkap, pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat kasus korupsi akan mudah melakukan kejahatan yang sama.

"Kalau pelaku teror seperti itu tidak ditemukan. Maka pelaku - pelaku akan berpikir bahwa mereka akan lebih leluasa untuk melakukan kejahatan itu," katanya.

Diketahui, tepatnya pada Selasa (11/4/2017) subuh, penyidik senior KPK Novel Baswedan disiram air keras oleh dua pria yang mengendarai sepeda motor hingga harus menjalani operasi untuk kedua matanya.

Kompas TV Ombudsman Republik Indonesia menemukan maladministrasi proses penyidikan kasus kekerasan kepada penyidik KPK, Novel Baswedan.<br /> <br /> Ombudsman menyebut, maladministrasi yang ditemukan tergolong minor.Temuan maladministrasi ini terkait penanganan perkara oleh jajaran Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara, dan Polsek Kelapa Gading.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com