Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Nuril Masih Memburu Keadilan (1), Ditunda Beberapa Jam, Kejari Mataram Antar Surat Panggilan

Kompas.com - 18/11/2018, 07:00 WIB
Fitri Rachmawati,
Khairina

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com- Dalam hitungan sekitar 5 jam, pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Mataram (Kajari Mataram) I Ketut Sumadana, berubah.

Awalnya, pada Kompas.com, Jumat (16/11/2018) di ruang kerjanya, Sumadana mengatakan, setelah kasus Baiq Nuril Maknun viral di media sosial, dirinya menunda untuk melakukan pemanggilan.

Namun, tak berselang lama, kurir atau staf pengantar surat Kejari Mataram tiba di kediaman Nuril mengantar surat panggilan.

Nuril menerima kertas berwarna merah muda dan menandatanganinya, sebagai bukti dia telah menerima surat panggilan yang sebelumnya tertunda itu.

"Karena kasus ini viral, kami menunda pemanggilan, Sedianya hadir hari ini (Jumat-red), tetapi saya tunda. Mudah mudahan, hari Rabu yang bersangkutan bisa hadir, tetap kami panggil karena protapnya begitu. Tetapi, tidak menutup kemungkinan kami juga menunda, tetapi harus kami konsultasikan dengan pimpinan terlebih dahulu (Kejaksaan Tinggi NTB dan Kejaksaan Agung) " kata Sumadana.

Dalam surat itu, tertulis bahwa pemanggilan kejaksaan berdasarkan surat keputusan Mahkamah Agung (MA) tanggal 26 September 2018 atau terhitung 14 bulan setelah Nuril dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Mataram, 26 Juli 2017 silam.

Dalam selembar surat pemanggilan itu, Nuril diminta datang menghadap jaksa penuntut umum pada hari Rabu 21 November 2018, pukul 09.00 Wita, surat itu ditandatangani oleh Kasipidum Kejari Mataram, Agung S Faizal.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kasus Baiq Nuril Cederai Rasa Keadilan

Panggilan untuk Nuril, yang diputus Mahkamah Agung bersalah lantaran merekam percakapan asusila atasannya (Muslim) yang menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA 7 Mataram 2014 silam, rencannya akan dipenuhi Nuril dan tim kuasa hukumnya.

Kejaksaan hanya menunda 5 hari pemanggilan untuk Nuril. Suratnya dikirim hanya beberapa jam setelah pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Mataram akan menunda pemanggilan Nuril.

Bagi Nuril, dirinya tak ingin penundaan sementara, yang diinginkannya adalah kebebasan murni. Tangannya bergetar saat menandatangani tanda terima surat pemanggilan atas dirinya itu. Wajahnya tetap menyimpan kesedihan yang dalam tapi Nuril sudah tak ingin menangis lagi.

"Saya hanya inginkan keadilan, bebas dari semua tuduhan yang tidak pernah saya lakukan" katanya.


Saat Nuril berharap tak ada panggilan ataupun eksekusi dan adanya keadilan untuk dirinya,  Jumat siang surat berwarna merah jambu itu benar benar datang, Suami Nuril, Lalu Muhammad Isnaini, membaca surat itu dan membesarkan hati istrinya.

Kompas.com yang tengah berada di rumah Nuril ketika surat itu datang turut merasakan mendung muncul kembali dalam kehidupan Nuril dan keluarganya.

"Ini betul betul tidak adil. Saya itu korban, korban bagaimana kepala sekolah itu berbuat hal yang tidak menyenangkan kepada saya. Saya meladeni dan mendengarkan dia bicara ketika itu, saya tidak bisa berbuat apa apa, akhirnya saya merekam pembicaraan dalam telepon itu dan melaporkan pada suami saya. Karena memang semua orang mencurigai saya yang memiliki hubungan khusus dengan kepala sekolah itu," cerita Nuril mengenang awal musibah menerpanya.

Nuril menjelaskan, sang kepala sekolah seringkali meneleponnya sejak tahun 2012 silam. Ketika teleponnya cukup membuat jengah dan Nuril merasa dilecehkan, Nuril memberanikan diri merekamnya.

Ada dua alasan kuat, pertama agar rekan-rekannya di tempatnya bekerja tidak menilai dirinya memiliki hubungan spesial dengan sang kepala sekolah. Kedua, dia ingin membuktikan pada suaminya dan keluarganya jika selama ini dirinya diperlakukan tidak sewajarnya oleh sang kepala sekolah. 

Baca juga: Nuril Bersurat Ke Kejagung Tolak Eksekusi Putusan MA

Sang kepala sekolah menelepon dan menceritakan hal-hal yang bersifat perbuatan intim dengan seseorang yang merupakan rekan sekantor Nuril.

"Saya hanya ingin selamat dari tuduhan negatif banyak orang, juga suami saya, hingga akhirnya rekaman itu didengar oleh rekan sekerja dan akan melaporkannya pada pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mataram. Itu lah awal mula kasus UU ITE menimpa saya. Saya sama sekali tidak merekam, apalagi menyebarkan rekaman itu, saya tidak melakukannya," kata Nuril mengenang kembali dan ingin apa yang dialaminya diketahui secara jelas dan terang oleh siapa pun.

Nuril mengatakan, sejak tahun 2016, atasannya marah lantaran diberhentikan menjadi kepala Sekolah SMA 7 Mataram. Sanksi itu membuatnya geram dan melaporkan Nuril.

Awalnya, laporannya pencemaran nama baik. Belakangan, di Polres Mataram, laporan itu dirahkan ke UU ITE.

Keluarga Nuril sempat meminta keringanan agar tidak diteruskan kasusnya ke atasannya, namun justru diperlakukan tidak sepatutnya, diminta membayar ganti rugi atas rasa malunya atas rekaman percakapannya tersebut.

Kasus itu terus bergulir hingga akhirnya Nuril dimasukkan dalam tahanan di Rutan Mataram. Secara tidak sengaja Joko Jumadi , kuasa Hukum Nuril yang juga adalah ketua Divisi Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) menerima laporan ada tiga anak telantar di kediaman Nuril.

Setelah dicari tahu penyebabnya, ternyata ibu dari tiga anak tersebut tengah ditahan karena kasus UU ITE. Sejak itulah kasus Nuril mencuat dan muncul dukungan dari berbagai kalangan utnuk membantunya.

”Saya tidak akan lupakan itu semua, bagaimana semua pihak mendukung dan membantu hingga PN Mataram membebaskan saya dari segala tuduhan, bahkan Ketua Majelis Hakim meneteskan air mata saat memutuskan saya bebas. Saya tak bisa lupakan pak Hakim itu, dia baik sekali, dalam persidangan dia santun menanyakan apapun pada saya, saya ingin berterimakasih pada pak Hakim yang membebaskan saya," kata Nuril.

Majelis Hakim yang meneteskan air mata itu adalah mantan wakil PN Mataram, bernama Albertus Usada SH, dan saat ini bertugas di Pengadilan Negeri Klaten.

Surat panggilan itu memang diyakini Nuril pasti akan datang. Dia berusaha tetap tenang dan tabah menghadapi ketidakadilan yang dirasakannya.

Air mata Nuril sudah terlalu sering tumpah, kini dia akan menghadapi dan mengejar keadilan yang diimpikannya sebagai perempuan dan warga negara yang merdeka.

Suami Nuril Isnaini mengaku prihatin atas apa yang dihadapi istrinya. Dia tetap akan mendampingi Nuril mengejar keadilan. Baginya, apa yang dilakukan penegak hukum terhadap istrinya adalah tindakan yang jauh dari keadilan.

"Ini tidak adil bagi istri saya juga kami, saya berharap surat itu tak kan pernah sampai, tapi hari ini di Jumat siang ini, surat panggilan untuk istri saya sampai, kenapa ya dengan keadilan bagi rakyat kecil itu sulit," katanya.

Tak mungkin menunda eksekusi

Kepala Kejari Mataram tetap berpegang bahwa eksekusi tak bisa ditunda. Apalagi, saat ini tim kuasa hukum Nuril, menurutnya, belum melayangkan penundaan eksekusi. Namun, pihaknya menghormati upaya yang dilakukan tim kuasa hukum Nuril.

"Kami juga menghormati keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dalam rangka menegakkan keadilan, menegakkan hukum. Mau tidak mau proses eksekusi harus kami lakukan, mengenai nanti ada penundaan atau tidak kami lihat dulu perkembangannya, permohonannya seperti apa, kepentingan hukumnya seperti apa," kata Sumadana.

Dikatakannya, dari pengalaman di lapangan selama ini, penundaan eksekusi tidak ada sama sekali, bahkan Peninjauan kembali (PK) tidak menghalangi upaya eksekusi.

"Tetapi, karena ini menjadi perhatian publik kami akan berkonsultasi ke pimpinan untuk dilakukan penundaan dalam batas waktu yang bisa ditoleransi secara hukum. Hari ini saya bersurat ke Kejaksaan Agung, baru saya habis tanda tangan dan sudah kami kirim," katanya.

Terkait pemanggilan, kuasa hukum Nuril Joko Jumadi mengatakan, pihaknya bersama Nuril akan memenuhi panggilan tetapi akan mengajukan keberatan jika dilaksanakan eksekusi.

"Karena sampai hari ini belum da salinan putusan MA, kami tetap berpegang tegung pada KUHAP, pasal 270 yang menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi itu dilaksanakan berdasarkan salinan putusan pengadilan bukan petikan putusan," kata Joko. (Bersambung)

Selanjutnya baca juga: Saat Nuril Masih Memburu Keadilan (2), Kajati Mataram: Nuril Tidak Dilecehkan Fisik hanya Verbal


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com