Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melepasliarkan Maleo, Menjaga Burung Langka Agar Tidak Punah

Kompas.com - 30/10/2018, 15:29 WIB
Erna Dwi Lidiawati,
Khairina

Tim Redaksi


“Kami sudah beberapa kali melakukan pelepasliaran burung maleo di habitat aslinya di kawasan Suaka Margasatwa Bakiriang. Belum lama ini, sebanyak 20 anakan maleo kembali kami lepas ke habitat aslinya. Jadi, total anakan burung maleo yang sudah kami lepasliarkan ke alam bebas mencapai 68 ekor,” kata Djulianto.

Menurutnya, kerja sama ini tertuang dalam sebuah perjanjian . Konservasi secara ex situ ini merupakan bentuk kepedulian terhadap aspek sosial dan lingkungan. Termasuk juga salah satu upaya membantu pemerintah dalam peningkatan populasi satwa langka yang dilindungi.

Mengacu pada data International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), maleo termasuk dalam kategori satwa yang terancam punah.

Telur yang ditetaskan itu merupakan telur sitaan yang diserahkan masyarakat kepada BKSDA.

Baca juga: Selamatkan Burung Maleo Tanpa Pamrih, Ka Jaka Terima Penghargaan dari Menteri

Mobius Tanari, salah seorang peneliti burung maleo dari Universitas Tadulako mengatakan, tingkat keberhasilan menetaskan burung maleo dengan cara ex situ lebih berhasil ketimbang pengembangbiakan di alam bebas atau in situ.

Sebab, jika di alam bebas, ancaman telur burung maleo itu adalah biawak dan manusia.

“Kecepatan predator menggali tiga kali lebih cepat dari manusia. Belum lagi kondisi alam, misalnya hujan pada saat hujan, 80 persen telur maleo itu tidak bisa menetas. Karena ada resapan air. Nah, kalau menggunakan inkubator tingkat keberhasilan penetasannya bisa mencapai 80 hingga 90 persen,” ujar Mobius.

Tingkat keberhasilan di dalam inkubator ini, menurutnya tergantung dari efek panas, temperatur, dan kelembaban.

Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah Noel Yayuk Allo mengatakan, pihaknya selalu berupaya untuk melestarikan satwa maleo ini.

Menurutnya, maleo merupakan satwa yang dilindungi oleh UU Nomor 5 Tahun 1990.

“Dan memang populasi maleo sudah sangat terbatas di habitatnya. Jumlahnya diperkirakan hanya 300 pasang. Dengan jumlah ini, keberadaan burung maleo masuk dalam kategori punah. Mudah-mudahan, dengan adanya kerja sama antara pemerintah, perusahaan dan peneliti, populasi burung Maleo bisa meningkat dan lestari,” katanya.

Maleo merupakan burung yang sangat unik. Makanya sayang jika burung maleo ini punah.

Keunikan burung maleo ini, menurutnya, adalah didampingi pasangannya jika akan bertelur. Sang pejantan juga turut membantu menggali pasir saat sang betina akan bertelur.

Nah, yang penasaran dengan burung Maleo, bisa datang berkunjung ke tempat penangkarannya. Tepatnya di pembangunan kilang gas alam cair Donggi Senoro, Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai.

Untuk sampai ke lokasi penangkaran burung maleo di lokasi “Maleo Center DSLNG” bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat.

Kalau dari Kota Luwuk, Ibu Kota Kabupaten Banggai, butuh waktu dua jam untuk tiba ke lokasi “Maleo Center DSLNG”.

Yang perlu diingat, burung ini cukup dilihat saja, jangan dipegang. Karena, burung maleo merupakan burung yang gampang stres.

Berdasarkan penelitian Mobius Tanari, tanda burung maleo itu stres adalah bila dipegang dan dilepas kembali, ada sehelai bulu yang terlepas dari badannya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com