Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayi Mungil Itu Terlepas dari Pelukan Dalam Gulungan Gelombang Tsunami

Kompas.com - 10/10/2018, 12:53 WIB
Rosyid A Azhar ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PALU, KOMPAS.com –  Hati Subaini (42) girang, anak perempuannya, Mawar (14) ditemukan dalam kondisi sehat setelah diguncang gempa bumi bermagnitudo 7,4 dan digulung gelombang tsunami di anjungan Pantai Talise pada Jumat (28/9/2018).

Mawar yang saat itu menjaga dagangannya bersama adiknya, Riski (4) dan Nur Adiba (8 bulan) ditinggalkan Subaini membeli es batu.  Satu keluarga ini diaduk-aduk air laur bercampur sampah, mobil, dan motor.

Subaini selamat, Riski ditemukan juga selamat di depan sebuah kantor partai. Mawar dan Nur Adiba tidak diketahui nasibnya. Sejak saat itu Subaini hanya hidup berdua dengan Riski di posko pengungsian jalan Kemiri Kelurahan Kamonji, depan Museum Negeri Sulawesi Tengah.

Baca juga: Kisah Subaini, Penjual Es yang Tergulung Tsunami Bersama 3 Anaknya

Namun ada kabar dari kenalan Subaini, anaknya Mawar bersama Wardah, teman sesama penjual minuman. Ia pun berangkat meskipun tubuhnya masih penuh dengan luka. Subaini bertemu Mawar pada Selasa (9/10/2018) di rumah Wardah, jalan Gunung Sidole, Lolu Utara, Kota Palu.

Di tempat ibunya mengungsi, Mawar mengisahkan nasibnya saat dihantam gelombang tsunami.

Sore itu ia menjaga lapak minuman di anjungan Pantai Talise, Kota Palu, karena Ibunya mencari es batu untuk dibuat pop ice. Ia menggendong Nur Adiba (8 bulan) adik bungsunya yang masih bayi, Riski juga disampingnya.

Mawar sudah mengantongi uang Rp 60 ribu dari penjualan minuman kemasan.

Tiba-tiba ia dikagetkan dengan anjloknya tempat mainan mobil-mobilan ke bawah, seakan masuk dalam tanah. Beberapa anak-anak yang mengendarai mainan ini terguling dan menangis, orang tua yang menjaga kemudian panik. Mawar tidak tahu kenapa pantai ini anjlok ke dalam bumi.

“Yang saya ingat lokasi anak-anak bermain mobil-mobilan tiba-tiba turun,” kata Mawar, Rabu (10/10/2018).

Tidak seberapa lama kemudian tanah berguncang hebat, gempa bumi ini membuatnya ketakutan. Dipeluknya erat-erat Nur Adiba. Riski ditariknya mendekat, ketiganya  dalam ketakutan yang sangat.

“Saat gempa ibu baru saja meninggalkan kami untuk membeli es batu. Saya hanya berdiam diri, banyak orang-orang berteriak ketakutan” kata Mawar.

 

Tidak lama kemudian dari laut terdengar suara gemuruh, air laut berwarna hitam datang ke pantai.

Mawar masih ingat gelombang pertama tsunami ini meluber hingga jalan, namun tidak terlalu kuat menghempaskan mereka.

Meja dagangannya langsung porak-poranda bersama lumpur dan sampah pantai, ia sempat menyelamatkan uang Rp60 ribu ke dalam saku bajunya.

Sebelum gelombang tsunami menghantam 3 bersaudara ini, Mawar sempat menyeret dan menggandeng Riski dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memeluk erat-erat adik bayinya, Nur Adiba.

Namun gelombang pertama ini membuat pegangan tangan Riski terlepas, Mawar tidak sempat meraih lagi, ia terus berlari menuju lorong samping kantor TVRI Sulawesi Tengah.

Belum sampai di mulut lorong, gelombang kedua yang lebih besar dan dahsyat menggulung Mawar dan adik bayinya. Gelombang kedua tsunami ini sangat besar, apa saja yang dilewati langsung porak-poranda.

“Saya sudah tenggelam dalam gulungan air, yang saya ingat adik saya sudah terlepas dari pelukan, banyak motor dan mobil yang menghantam saya dalam gelombang ini, saya tidak bisa apa-apa lagi,” kata Mawar.

Ia menceritakan air laut ini yang mengaduk-aduk banyak orang bersama kendaraan, kayu dan sampah-sampah.  

“Saya sedih karena Nur Adiba terlepas dari pelukan saya, namun kalau pun masih dalam pelukan ia akan terbentur-bentur dengan kendaraan di dalam air,” kata Mawar pilu.

Saat gelombang tsunami surut, Mawar terduduk di puing-puing kayu dan sampah, kendaraan berserakan terbalik saling tindih. Tubuhnya kotor penuh lumpur. Ia selamat!

Menyelamatkan Kim dan Israel

“Tiba-tiba saya dengar ada orang minta tolong sambil menyebut nama Tuhan Yesus, saya diminta untuk menolong anak laki-lakinya memindahkan ke tempat yang lebih bersih dan aman,”  kata Mawar.

Mawar baru tahu anak-laki yang baru ia tolong ini bernama Israel. Mawar sempat memperhatikan saudara perempuan Israel, yang ia tahu bernama Kim. Kim selalu menangis karena kakinya terluka, ada darah yang mengalir di kakinya.

 

“Mereka berdua, Kim dan Israel sering berbicara bahasa Inggris, saya tidak mengerti,” ujar Mawar.

Ayah Israel lalu menggendong Kim menuju rumah sakit Undata lama, Mawar menggandeng Israel.

“Beliau sempat tanya nama dan alamat saya. Bapak itu bilang saya akan dibiayai sekolah dan keluarga akan dibantu karena sudah menolong mereka, juga mengatakan kalau beliau yang punya Hotel Total-X,” ujar Mawar.

Malam itu mereka sudah di Undata lama, Mawar menceritakan orang tua itu pamit akan mencari istrinya, Israel dan Kim dititip bersama salah satu pegawainya yang sempat bertemu.

Saat orang itu balik, Mawar sempat tanya di mana ibunya Israel dan Kim, namun ia menjawab tidak usah ditanyakan lagi.

Malam itu Mawar tidur di RS Bayangkara, ia mendapat baju dan jaket dari orang-orang yang menolong korban. Israel, Kim dan bapaknya sudah pulang dengan karyawannya. Gempa susulan terus terjadi, malam pertama tanpa lampu dilalui dengan perasaan cemas.

Baca juga: Kisah Lengkap Bocah Israel yang Dipeluk Jokowi, Selamat dari Gulungan Tsunami tetapi Kehilangan Ibu

Saat pagi, beredar isu tsunami akan datang lagi. Mawar diajak salah satu karyawan orang tuanya Israel menuju ke rumah di jalan Tanjung Satu. Mereka mencegat motor yang lewat untuk mengantar, suasana penuh ketakutan.

Di rumah ini Mawar hanya duduk termangu, ia teringat ibunya, Subaini, teringat adiknya Riski dan Nur Adiba. Mawar berharap mereka bisa selamat dari amukan tsunami yang mencekam.

Tidak lama kemudian Mawar meminta untuk diantar ke rumah ibu Wardah di jalan Gunung Sidole. Ibu Wardah adalah sahabat ibunya, sama-sama berjualan minuman di anjungan Pantai Talise.

Di sini pun ia tidak bermalam, ia kemudian diantar ke rumah kemenakan ibu Wardah di jalan Tanjung Angin. Ia diminta tinggal di sini dulu hingga suasana mereda, gempa susulan terus mengguncang Palu, Mawar terus dihantui ketakutan.

“Sejak Sabtu (29/9/2018) hingga Selasa (9/10/2018) saya berada di sini. Tidak ada komunikasi dengan ibu atau saudara lainnya, hingga ibu menjemput ke sini,” kata Mawar.

Mawar kini telah bersama ibu dan adiknya, Riski. Adik bayinya, Nur Adiba belum ditemukan. Mereka sudah pasrah apa yang menjadi ketentuan Tuhan.

Ia akan melanjutkan membantu ibunya berjualan jika kondisi sudah normal. Mawar tidak sekolah sejak 2 tahun lalu karena ijazah di Madrasah Ibtidaiyah Al-Muhajirin Kamonji tidak bisa ditebus. Ia harus membayar Rp700 ribu agar ijazahnya bisa keluar.

Kini ia pasrah dengan nasibnya, ia harus berjuang membantu ibunya berjualan minuman lagi meskipun ia ingin sekolah di Madrasah Tsnawiyah atau mondok di pesantren.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com