Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Sumut yang Baru Janji Selesaikan Konflik Agraria dalam Setahun

Kompas.com - 10/09/2018, 18:35 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi dalam pidato perdananya di hadapan sidang paripurna DPRD Sumut menyampaikan bahwa untuk mewujudkan masyarakat Sumut bermartabat, ada lima program prioritas yang telah dirumuskan.

Lima program tersebut adalah: mengurangi pengangguran, pendidikan, pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan dan meningkatkan daya saing masyarakat dengan mengembalikan Sumut sebagai lumbung agraria.

"Kita akan mewujudkan masyarakat Sumut yang berpenghasilan cukup, tersedia dan terjangkau harga bahan, barang dan pangan. Pemerintah, swasta dan masyarakat harus bersinergi, menjadi mitra strategis,” kata Edy, Senin (10/9/2018).

Baca juga: Jabat Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi Tak Akan Mundur dari Ketum PSSI

Soal penyelesaian kasus-kasus tanah di Sumut, khususnya areal bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II seluas 5.873 hektar yang tak kunjung selesai meski sudah beberapa kali gubernurnya berganti.

Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, ada 49 kasus agraria di Sumut, paling banyak menyangkut eks HGU PTPN II.

Lembaga ini menantang Edy untuk menuntaskan dan memberantas konflik yang bermunculan.

"Insya Allah kasus tanah selesai dalam setahun, paling lambat lima tahun," ucapnya.

Perlu kerja sama

Menanggapi hal ini, Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman mengatakan, konflik agraria harus diambil alih pemerintah pusat. Alasannya, polemik kasus lahan terus berulang dan tak kunjung usai.

Padahal pihaknya sudah melakukan berbagai upaya, sampai membentuk Pansus Eks HGU PTPN II tapi hasilnya tak memuaskan.

Baca juga: KPK Tahan Mantan Anggota DPRD Sumut Terkait Kasus Suap

"Kami sudah menemui Menkopolhukam membahas polemiknya. Kami meminta kasus ini langsung ditangani Presiden Jokowi. Presiden harus mengeluarkan Keppres soal areal bekas HGU PTPN II. Jadi tidak dengan cara-cara standar," kata Wagirin.

Dia mengakui, pansus yang dibentuk masih bekerja normatif karena banyak keterbatasan. Persoalan semakin rumit ketika banyak pihak yang mengatasnamakan masyarakat. Nyata rakyat hanya dijadikan alat untuk memuluskan kepentingan pihak-pihak tertentu.

"Saya tidak sebut ini mafia, kelompok yang punya kepentingan banyak di Sumut, mengatasnamakan rakyat yang lapar," ungkapnya.

Hal yang sama juga dikatakan anggota DPRD Sumut dari Fraksi Nasional Demokrat Nezar Djoeli. Menurutnya, selama ini distribusi lahan eks HGU PTPN II hanya untuk lembaga vertikal seperti polisi, TNI dan institusi pendidikan.

Baca juga: Anggota DPRD Sumut Tersangka Kasus Dugaan Suap Melawan saat Ditangkap KPK

"Mana untuk rakyatnya? Harusnya program sejuta rumah Jokowi ada di sana. Gubernur harus menyelesaikannya, jangan sampai kasus yang sudah 14 tahun lebih ini malah menciptakan konflik baru," tegasnya.

Koordinator Kontras Sumut Amin Multazam Lubis menambahkan, gubernur tidak bisa sendirian menyelesaikan konflik berkepanjangan tersebut.

Pasalnya, gubernur hanya punya wewenang menginisiasi dan mendorong lembaga terkait untuk menyelesaikannya.

Penyelesaian kasus lahan bekas HGU pasti akan menimbulkan persoalan baru karena masyarakat semakin ramai terlibat, konfliknya semakin kompleks.

"Kalau tidak ada kemauan, tidak akan selesai. Kami tunggu janji Pak Edy untuk merealisasikannya," pungkas Amin.

Mengganggu

Di sela pidatonya, Edy mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mendukungnya dan mengucapkan selamat jalan kepada mantan Penjabat Gubernur Sumut Eko Subowo.

Baca juga: Laporan Konflik Agraria Capai 334 Kasus, KSP Dorong Terbitnya Inpres

 

Dia sempat bergurau kalau Pemerintah Provinsi Sumut akan selalu mengganggu Eko yang akan bertugas kembali sebagai Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri.

“Tidak akan berakhir di sini, kami akan selalu mengganggu bapak,” canda Edy.

Eko menjawab dengan mengucapkan selamat kepada Edy dan wakilnya yang akan memimpin Sumut mulai 2018 sampai 2023 mendatang.

Eko mengaku tidak banyak yang bisa dilakukannya selama dua bulan 12 hari menjabat. Hanya ada dua peraturan daerah yang ditandatangani, 18 peraturan gubernur dan 530 putusan gubernur.

"Kebanyakan mengenai kenaikan pangkat dan pensiun. Saya mohon maaf, selama menjabat masih banyak kekurangan. Saya mencintai Sumut," ucapnya disambut tepuk tangan hadirin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com