Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Di Balik Kemenangan Kotak Kosong di Makassar yang Jadi Sejarah

Kompas.com - 09/07/2018, 09:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBELUMNYA, soal kotak kosong ini sepi dari pemberitaan. Bahkan, media sosial yang biasanya gaduh juga terasa sunyi. Namun, suara-suara sumbang belakangan mulai terdengar.

Di Makassar, Sulawesi Selatan, kotak kosong menang. Dengan selisih suara 36.000 lebih, warga Makassar menorehkan sejarah.

Untuk kali pertama dalam sejarah pemilihan kepala daerah di Indonesia kotak kosong unggul. Kotak kosong mengalahkan calon tunggal pasangan Munafri Arifuddin dan Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal.

Tapi, apakah semua selesai?  Belum!

Apakah kotak kosong maknanya semata-mata kotak kosong? Apakah yang direpresentasikan oleh kotak kosong?

Kisruh garis polisi

Kisruh yang terjadi sebelum pemungutan suara ternyata berlanjut saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara pilkada di Makassar.  Yang menjadi masalah adalah Kecamatan Tamalate, Makassar, yang videonya soal garis polisi viral di media sosial. 

Anda tentu masih ingat, beberapa saat pasca-pencoblosan saat dilakukan penghitungan di tingkat kecamatan, terjadi insiden yang viral di media sosial. Kala itu, penghitungan suara di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dihalangi garis polisi.

Sontak, sejumlah wartawan termasuk organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), mempertanyakan penutupan ini. Sampai sekarang, masih abu-abu, belum terjawab mengapa ada garis polisi di sana.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, "Kami ada SOP-nya, misalnya pengamanannya dari jarak berapa. Tugas pengamanan kalau ada permintaan juga harus dilaksanakan."

Proses penghitungan suara juga, dikatakan Setyo, harus terbuka. Jika ada pelanggaran dari polres setempat, bisa dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) di Polda Sulawesi Selatan ataupun Mabes Polri, Jakarta.

"Yang melakukan assesment, yang menilai situasi adalah polres setempat. Kalau polres setempat ya dialah yang mempertanggungjawabkan. Ukurannya sudah ada semua aturannya sudah ada," tegas Setyo.

Situasi seperti apa yang membuat garis polisi harus melintang di tempat pemungutan suara belum sepenuhnya terjawab. Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menghilang.

Rekayasa suara

Secara ekslusif, saya mengikuti rapat pleno penghitungan di tingkat kota di Hotel MaxOne, Makassar, saat suara dari Kecamatan Tamalate dihitung.  Saat itu saya bertanya kepada salah seorang anggota PPK Tamalate, Arsyam, apa yang sesungguhnya terjadi? Benarkah Ketua PPK menghilang?

Setengah berbisik, Arsyam berkata kepada saya bahwa benar Ketua PPK tidak bisa dihubungi alias kabur. Saksikan perbincangan saya dengan Arsyam dan suasana penghitungan suara dalam program AIMAN malam nanti, Senin (9/7/2019), pukul 20.00.

Lalu, benarkah temuan yang mengatakan ada rekayasa suara di sana? Arsyam membenarkan. Jumlah suara di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) diubah saat penghitungan.

Seharusnya, kotak kosong mendapat suara ratusan, tetapi saat penghitungan suara di Kecamatan Tamalate ditulis 0, 1, atau 2 suara.

Arsyam mengaku tidak tahu siapa yang  mengubah angka-angka itu. Arsyam yang ditunjuk menggantikan sang ketua memperbaiki jumlah suara ke angka sebenarnya berdasarkan suara rekapitulasi yang ia pegang dan formulir C plano.

Kejanggalan

Lalu, bagaimana kotak kosong bisa memenangi pemilihan di sana. Kotak kosong ini bisa jadi tidak mewakili kotak kosong yang nyata. Karena di Makassar, sedianya ada 2 pasang calon walikota.

Pertama adalah calon tunggal saat ini, Munafri Arifuddin –Rachmatika, dikenal dengan sebutan pasangan Appi-Cicu. Pasangan kedua yang sedianya maju adalah petahana Ramdan “Danny” Pomanto-Indira.

Danny Pomanto didiskualifikasi oleh Mahkamah Agung akibat laporan pasangan Appi-Cicu. Meski statusnya adalah petahana dengan survei elektabilitas yang tinggi, namun tak ada partai politik yang mendekat. Jadilah Danny maju melalui jalur independen. Ia mengumpulkan lebih dari seratus ribu kartu tanda penduduk (KTP) dukungan.

Mahkamah Agung mendiskualifikasi Danny terkait pembagian telepon selular kepada ketua RT/RW yang dianggap sebagai money politics.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono membela Danny.  Menurut Soni, pembagian ponsel bukanlah money politics  karena itu bagian dari program kerja petahana untuk memperlancar komunikasi RT/RW dengan walikotanya.

Banyak pengamat politik menyimpulkan, kotak kosong ini adalah perwakilan Danny Pomanto. Beberapa diantaranya adalah Djayadi Hanan, peneliti SMRC dan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu & Demokrasi (PERLUDEM) Titi Anggraeni.

Ada keresahan di tengah warga Makassar yang menyebabkan kotak kosong tak menjadi pilihan kosong. Ia seolah simbol perlawanan terhadap proses Pilkada di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Calon tunggal melawan

Pasangan Appi-Cicu kepada saya berkata bahwa kemenangan kotak kosong adalah anomali. Menurut Appi, timnya memiliki data kecurangan pihak Danny yang disebutnya menggerakkan masyarakat untuk memilih kotak kosong. Appi-Cicu akan melawan melalui Mahkamah Konstitusi.

Apapun hasilnya nanti, tidak boleh ada kecurangan oleh siapapun di pihak manapun. Demokrasi mensyaratkan kejujuran. Jika tidak, maka akan tercoreng dalam sejarah negeri karena masyarakat dan media tidak mampu menjadi pengawal kontestasi!

Jangan!

Saya Aiman Witjaksono,
Salam!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com