Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Daripada Melawan, Saya Pilih Selamatkan 1 Karung Cabai"

Kompas.com - 29/06/2018, 19:43 WIB
Dani Julius Zebua,
Reni Susanti

Tim Redaksi

"Kami komit menolak (NYIA) tanpa syarat. Kami tidak akan pindah. Sepanjang rumah ada, yang kami tempati, kami akan berjuang untuk pertahankan hak kami," tutur Sofyan.

Baca juga: Bupati Kulon Progo Tanggapi Penilaian Bandara NYIA Rawan Tsunami

Pekerja proyek PP, Adi Darmadi mengaku hanya bertugas membersihkan lahan termasuk merubuhkan pohon yang ada. Mereka bekerja sejak kemarin dan hari ini semua pekerjaan kelar.

"Siang ini semua selesai," katanya.

Manajer Proyek Pembangunan NYIA, R Sujiastono mengatakan, semua kegiatan ini bukan pengosongan lahan. "PP melanjutkan pelaksanaan pekerjaannya," kata Sujiastono.

Pembangunan NYIA terus berlanjut. Saat ini, terdapat 70 persen kawasan bandara yang sedang dalam tahap pemadatan. Bandara rencananya dibangun di atas lahan seluas 587 hektar.

Pembangunan ini tidak berjalan mulus. Sampai sekarang, masih bertahan 37 kepala keluarga yang menempati 31 rumah di IPL tersebut.

Mereka bertahan dan bercocok tanam. Mereka juga menolak ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.

Pemerintah daerah dan AP I berencana memindahkan paksa warga yang terus bertahan ke rumah-rumah sewa dilatari klaim AP sudah menyelesaikan persoalan ganti rugi lahan bagi seluruh warga, melalui konsinyasi di pengadilan negeri.

Perlawanan

Kuasa hukum warga penolak pembangunan Bandara NYIA mengingatkan pemerintah dan AP bahwa upaya mereka ini semakin menyakiti warga.

Warga saat ini dinilai masih rasional. Mereka tidak melakukan perlawanan berarti karena menyadari akan sulit menghadapi alat berat dan personel aparat.

Menurutnya, warga kini tersakiti. Mereka pun semakin tidak percaya pada institusi negara maupun daerah.

Langkah apapun ke depan yang menyentuh hak warga bisa memantik kerumitan.

"Kalau sampai disenggol tempat tinggal rumah, maka mungkin akan ada perlawanan dari masyarakat," kata Teguh Purnomo, kuasa hukum warga.

Karenanya sebagai langkah warga berikutnya, mereka berencana mengadu ke Komnas HAM. Warga merasa hak hidup mereka telah diciderai.

"Awalnya memang ke Komnas HAM," katanya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com