Eko mengungkapkan, banyak tantangan manajerial yang dihadapi oleh pengelola panti selama ini. Sebut saja sumber daya manusia. Untuk mengelola panti sebesar itu hanya dilakukan oleh 12 tenaga ASN dibantu 7 tenaga honorer.
“19 orang ini dibagi tugas dari bagian tata usaha, seksi bimbingan dan seksi penyantunan,” katanya.
Kebutuhan hidup para lansia di panti tak hanya melulu soal sandang, pangan dan papan. Namun juga ada kebutuhan jasmani seperti olah raga, kesehatan hingga kesenian; dan kebutuhan rohani seperti bimbingan konseling dan bimbingan keagamaan.
“Semua agama kami fasilitasi tanpa terkecuali meski infrastruktur terbatas. Para lansia yang beragama non-Islam kami antar ke rumah ibadah secara terjadwal,” ujarnya.
Baca juga: Cerita Ganjar Pranowo soal 2 Wanita yang Menghentakkan Dunia
Sebagai panti jompo pelat merah terbesar di eks Karesidenan Banyumas, dalam sebulan sedikitnya ada empat permohonan penerima manfaat baru yang masuk.
Namun permohonan itu tidak serta-merta diterima, ada mekanisme administratif dan kategori yang diperbolehkan untuk memperoleh subsidi.
“Kami merawat penghuni panti seperti kami merawat orang tua sendiri. Tapi jika ada anggapan menitipkan orang tua di panti adalah jalan terbaik, itu jelas salah besar. Sebab, bagi orang tua, tidak ada kebahagiaan yang lebih diharapkan selain perhatian dari darah dagingnya sendiri,” katanya.