Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebesaran Hati Seorang Guru yang Dihajar Muridnya dengan Kursi

Kompas.com - 10/03/2018, 15:47 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com - Peristiwa penganiayaan yang dilakukan oleh murid terhadap gurunya sendiri kembali terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (7/3/2018) yang lalu.

Pemicunya sepele. Murid berinisial NF (16) marah lantaran ditegur gurunya saat tengah asyik bermain game di ponsel. Padahal, saat itu tengah berlangsung proses kegiatan belajar mengajar di kelas VIII SMP Darussalam yang terletak di Kecamatan Pontianak Timur.

Sebelum peristiwa penganiayaan terjadi, saat itu guru sedang mengajarkan pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Karena suara game dari ponsel pelaku dianggap mengganggu jalannya pelajaran, guru tersebut kemudian menegur pelaku.

Pelaku melawan. Sang guru pengampu tak berdaya menghadapi pelaku lalu pergi ke ruang guru sembari menangis terisak. Saat berada di ruang guru, kebetulan saat itu korban, Nuzul Kurniawati (49) sesama guru di sekolah yang sama melihat rekannya menangis.

Setelah mendengar cerita dari rekannya itu, Nuzul kemudian menuju ruang kelas VIII. Saat itu, pelaku masih saja asyik dengan game di ponselnya.

Baca juga : Ditegur karena Main Ponsel di Kelas, Murid Hajar Guru dengan Kursi

Nuzul kemudian mendekati pelaku dan menasihatinya. Pelaku kembali melawan, bahkan berbicara kasar serta membentak gurunya.

"Saya nasihati dengan lembut anak itu (pelaku), saya bilang dengan lembut sama dia, kepada guru harus sopan gak boleh gitu, sampai guru nangis kayak gitu," ungkap Nuzul saat ditemui di ruang Jamsostek RSUD Sudarso, Pontianak, Kamis (8/3/2018).

Pelaku pun marah dan menjawab nasihat korban. "Kenapa kau ikut campur," kata korban menirukan jawaban pelaku.

Saat itu suasana kelas mulai sepi. Murid lainnya satu per satu keluar kelas saat sang guru pengampu pergi meninggalkan kelas menuju ruang guru.

"Kawan-kawannya keluar kelas karena merasa terganggu, game-nya dinyaringkan suaranya sama dia (pelaku). Nyaring dia main game di kelas, padahal jam belajar," ungkapnya.

Akhirnya, ponsel milik pelaku direbut korban. Melihat ponselnya diambil, pelaku semakin berang. Dia kemudian berdiri dan mengambil kursi plastik, lalu memukulkannya ke kepala Nuzul.

Korban sempoyongan. Bahkan korban meraih tangan rekannya supaya bisa tetap berdiri, saking sakitnya akibat hantaman kursi tersebut.

Lantaran berpegangan ke tangan rekannya yang cukup kuat, ponsel pun terjatuh dan terhempas ke lantai.

"Ponsel jatuh ke lantai dan terbelah. Dia (pelaku) kemudian mengambil ponsel itu dan melemparkannya ke arah saya, sampai bengkak di arah sini," ujar Nuzul sembari menunjukkan bagian leher yang terlihat masih memar.

Korban sempat pingsan sesaat di ruangan kelas. Rekan guru lainnya tiba dan berupaya membantu korban.

Nuzul pun harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif, karena keluar cairan darah dari bagian telinganya.

Upaya mediasi

Kepala SMP Darussalam, Ahmad Bustomi menuturkan, pada saat kejadian dirinya tidak berada di tempat karena sedang mengikuti rapat pertemuan antar-madrasah.

"Pelaku sudah dipanggil dan dikasih nasihat. Pihak keluarga korban juga sudah bertemu dengan pelaku dan pelaku juga sudah meminta maaf," kata Bustomi.

Pihak sekolah, sambung Bustomi, sudah melakukan mediasi agar masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan, walau sudah ada laporan masuk ke pihak kepolisian.

Meski ada upaya mediasi, namun peristiwa tersebut sudah dilaporkan ke Kepolisian Sektor Pontianak Timur.

Proses hukum

Kepala Polresta Pontianak, Komisaris Besar Polisi Purwanto menyebutkan, kasus tersebut saat ini ditangani pihak kepolisian karena masuk ke ranah tindak pidana. Pelaku dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Namun, lantaran pelaku yang notabene masih pelajar ini berstatus di bawah umur, maka proses hukumnya agak sedikit istimewa. Penyelidikan akan melibatkan sejumlah pihak seperti dari BAPAS dan KPAI.

"Nanti pun, apabila proses terus berjalan dan pada saat keputusan sidang pengadilan, putusannya hanya ada dua, apakah dipelihara oleh negara ataupun nanti dikembalikan kepada orangtuanya," ujar Purwanto seusai menjenguk korban di rumah sakit, Jumat (9/3/2018) siang.

Meski demikian, Nur Kholis (55), suami dari Nuzul, berharap peristiwa yang dialami istrinya itu tetap diproses hukum sesuai dengan perbuatan pelaku.

"Hingga saat ini pihak keluarga tetap melakukan proses hukum, karena ya korban kan masih sakit, sambil menunggu bagaimana dari pihak kepolisian lah," ujar Nur Kholis.

Baca juga : Suami Guru Korban Pemukulan Muridnya Minta Proses Hukum Berlanjut

Nur Kholis menambahkan, pihaknya berkeyakinan bahwa kepolisian bisa bertindak dengan sebaik-baiknya dan tahu bagaimana menangani anak yang berkasus seperti pelaku.

Pada prinsipnya, proses hukum harus tetap dilanjutkan untuk pembelajaran bagi semuanya.

"Kebetulan saya juga guru, jadi memang kalau lihat di media sosial, banyak guru yang terpojokkan, dalam arti selalu disalahkan karena hak perlindungan anak, sehingga guru tidak berani bertindak," ujar Nur Kholis.

Memprihatinkan

Peristiwa penganiayaan itu pun memantik reaksi keras dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalimantan Barat.

Ketua PGRI Kalbar, Samion menyebutkan bahwa kondisi yang dialami para siswa saat ini sungguh memprihatinkan. Karena menurutnya, proses pembelajaran yang dialami siswa saat ini terjebak pada domain kognitif, sehingga lupa dengan domain afektif dan psikomotorik.

"Pertama kita sangat prihatin dengan adanya peristiwa tersebut. Selain itu, proses pembelajaran afektif dan psikomotor seolah-olah tidak menjadi perhatian, padahal afektif itu sendiri merupakan tujuan dari proses pembelajaran," ujar Samion saat dihubungi.

Samion menambahkan, ketika mengajar, selain untuk mengejar nilai juga mengajar bagaimana perilaku para siswa itu bisa berkembang, termasuk yang berkaitan dengan keterampilan anak didik.

Menurut Samion, pendidikan saat ini masih terjebak hanya pada mengejar nilai, sehingga mengabaikan perilaku, moral, akhlak atau yang lebih dikenal dengan pembentukan karakter.

"Begitu juga dengan keterampilan. Akibatnya ya seperti peristiwa ini, ketika guru hendak memberikan pembelajaran dan berupaya masuk ke ranah afektif, yang menurut siswa itu sendiri mungkin dianggap mengganggu, akhirnya mereka berontak," katanya.

Terlebih saat ini, terdapat kecenderungan para siswa kelas 3 SMP maupun SMA, saat berada di kelas tiga dan merasa tidak lama lagi akan meninggalkan sekolah, sehingga terkadang kerap berbuat di luar kendali.

"Kita berharap, pemerintah, masyarakat maupun pihak terkait untuk ikut melihat hal ini," ujarnya.

Terkait dengan masalah HAM, menurut Ketua IKIP PGRI Pontianak ini, kerap mengabaikan masalah yang dihadapi oleh guru sebagai pendidik.

Sejauh ini, menurutnya, yang selalu disoroti adalah ketika siswa terabaikan hak-haknya sebagai murid, sedangkan permasalahan yang dihadapi para guru kurang begitu mendapatkan perhatian.

Ketika permasalahan ini mencuat, dihadapkan dengan dua peraturan perundangan ataupun peraturan daerah, yaitu yang berkaitan dengan perlindungan guru dan terkait dengan perlindungan anak.

"Ketika kedua hal tersebut dihadapkan, selalu peraturan yang menyangkut perlindungan guru dianggap tidak menjadi prioritas untuk dipertimbangkan. Padahal itu juga menurut saya harus diperhatikan," jelasnya.

Kota Pontianak sendiri, sambung Samion, sudah mengesahkan peraturan daerah tentang perlindungan guru. Dia berharap, perda tersebut bisa digunakan untuk membantu melindungi guru yang mendapat perlakuan tak wajar dari murid seperti yang dialami Nuzul Kurniawati.

"Saya kira perlu adanya penegakan hukum kepada siapapun. Apakah itu murid, orangtua atau masyarakat yang melakukan hal di luar batas," katanya.

"Jadi penegakan hukum itu bukan berarti kita dendam terhadap anak, tetapi ada semacam pembelajaran efek jera, sehingga kelak peristiwa serupa tidak terulang kembali," tutupnya.

Masih sayang

Meski menjadi korban penganiayaan yang dilakukan muridnya, Nuzul secara pribadi mengaku sudah memaafkan pelaku. Bahkan, Nuzul masih sayang terhadap pelaku, meski dia harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

"Ibu sayang sama murid ibu, semua saya sayangi. Karena walau dia salah ibu tetap sayang sama dia, tetap anggap dia murid saya," ujar Nuzul.

Baca juga : Guru yang Dihajar Pakai Kursi Mengaku Sayang dan Maafkan Muridnya

"Karena apa, saya sebagai pendidik kan mengubah anak itu menjadi baik. Kalau kita benci, bagaimana bisa mengubah anak didik kita," sambungnya.

Meski telah disakiti muridnya, menurut Nuzul hal itu tak terlepas dari perannya sebagai seorang guru untuk memperbaiki sifat serta akhlak muridnya.

 

Nuzul pernah menjadi wali kelas pelaku, sehingga dia tau betul bagaimana karakter anak tersebut.

Pelaku dianggapnya merupakan pribadi yang kurang merasakan sentuhan kasih sayang akibat perceraian kedua orangtuanya (broken home). Nuzul berharap dengan peristiwa ini, bisa merubah sifat pelaku menjadi lebih baik.

Sebagai seorang guru dan seorang ibu, Nuzul mengerti betul bahwa kejadian ini sebetulnya bukan keinginan dari pelaku. Nuzul bahkan ingin proses hukum dipercepat serta berharap pelaku tidak ditahan.

"Saya berharap, dia (pelaku) masih punya masa depan yang baik," katanya.

Kompas TV Pelajar SMA pemukul guru hingga tewas di Sampang, Jawa Timur akhirnya divonis enam tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Sampang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com