Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Gereja Ganjuran, Bentuk Indah Akulturasi Jawa, Hindu-Buddha, dan Eropa

Kompas.com - 23/11/2017, 22:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Gaya Jawa juga terlihat pada relief Yesus yang digambarkan sebagai raja Jawa yang bertahta di singgasana. Pada bagian bawah relief ini terdapat tulisan Sang Maha Prabu Jesus Kristus Pangeraning Para Bangsa.

Baca juga : Buddha, Dharma, dan Cinta Kasih

Sedangkan relief Bunda Maria digambarkan sebagai ratu Jawa yang sedang memangku Yesus yang masih anak-anak. Pada bagian bawah relief ini terdapat tulisan Dyah Marijah Iboe Ganjoeran. Baik Yesus maupun Bunda Maria dalam relief ini juga berparas Jawa dan mengenakan kostum Jawa.

Gaya Jawa pada kedua relief itu, menurut Cahyo Widiarto, Sekretaris Dewan Paroki, hendak menunjukkan bahwa Tuhan yang diyakini umat Gereja Ganjuran itu sangat dekat. “Patung dengan adat dan pakaian Jawa itu, supaya umat merasakan bahwa Tuhan itu sungguh-sungguh Tuhannya orang Jawa,” ucap Cahyo yang sudah enam tahun melayani umat di gereja ini.

“Kejawaan” itu juga diperlihatkan lewat misa yang disampaikan dalam bahasa Jawa pada jadwal-jadwal tertentu. Pada misa ini, nyanyian doa yang dilantunkan umat diiringi alunan gamelan.

Nuansa Hindu-Buddha terlihat pada bangunan candi. Bukan hal yang biasa melihat gereja sekaligus candi berada dalam satu area. Pada 1998 ditemukan mata air dari dasar candi Hati Kudus Tuhan Yesus ini. Air dari mata air ini sangat jernih dan dapat langsung diminum, serta dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan penyakit.

Mata air ini kemudian diberi nama Tirta Perwitasari. Tirta berarti air, adapun Perwitasari diambil dari nama orang yang pertama kali merasakan khasiat air tersebut. Sejak diketahui khasiat air itu, Gereja Ganjuran menjadi tempat ziarah. Setiap harinya, ratusan orang silih berganti berdoa di depan candi ini.

Setiap peziarah yang sakit dan berharap memperoleh kesembuhan melakukan ritual doa di candi tersebut. Setelah mengambil air di samping candi, umat kemudian duduk bersimpuh di depan candi lalu memanjatkan doa dan permohonan.

Terakhir, dia masuk ke dalam candi dan berdoa di depan patung Yesus Kristus. Beberapa peziarah pun kerap mengambil air itu dan memasukkannya dalam botol atau jerigen kecil untuk dibawa pulang setelah didoakan.

Seorang peziarah menuturkan kisahnya kepada Tim Ceritalah ASEAN. “Dulu mama saya kena stroke. Saya selalu berdoa di sini. Terus mama saya ajak ke sini. Saya berdoa semoga Tuhan menghilangkan segala penyakitnya lewat air ini. Puji Tuhan, sembuh,” tuturnya.

Baca juga : Video: Kisah Panti Asuhan Muhammadiyah Tanah Abang

Halaman depan candi merupakan tempat favorit untuk berdoa dan karena luas, selalu menjadi tempat misa bulanan. Pucuk-pucuk pinus yang menaungi pelataran candi hingga membuatnya teduh, diiringi sayup-sayup denting gamelan, memberikan pengalaman spiritual yang menentramkan jiwa dan raga umat yang berdoa di sini.

Bagi sebagian orang, Gereja Ganjuran bukan sekadar tempat untuk merenung, berdoa, dan beribadah. Namun, di tempat ini juga umat bisa melihat Yesus Kristus dalam wajah Jawa, mengenakan surjan, dan mendengarkan gamelan.

Gereja Ganjuran yang menerapkan ajaran Katolik Roma adalah bentuk indah akulturasi budaya Jawa, Hindu-Buddha, dan Eropa. Meski berdiri di lingkungan dengan beragam agama, Gereja Ganjuran tetap mampu melayani umatnya.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X pun memberi perhatian besar bagi kelangsungan gereja ini. Hal itu sudah dibuktikan ketika Pemerintah Provinsi turun langsung ikut memulihkan bangunan gereja pascagempa bumi 2006.

Jika datang ke Gereja Ganjuran di penghujung sore, terang lampu redup yang menempel pada pepohonan pinus, serta sinar yang datang dari relung candi, akan mengantarkan umat menuju altar di pendopo yang sangat cantik, megah, dan autentik ini.

Semilir angin sejuk dari sela-sela rerimbunan pinus diiringi lagu-lagu doa yang dilantunkan paduan suara anak-anak menambah suasana religi bagi umat yang berdoa di tempat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com