Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitiannya Ditolak 11 Kali di Indonesia, Siswa dari Yogya Ini Malah Diundang Google

Kompas.com - 23/11/2017, 11:09 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

Kompas TV Melalui penelitian dan referensi dari sejumlah sumber, diorama arus mudik diselesaikan dalam waktu enam bulan.

Belasan kali gagal tak membuat Farrel menyerah. Sebab, prinsip hidupnya, menyerah bukanlah solusi dan menyerah adalah kesalahan dalam hidup. Karenanya, dalam kamus hidup Farrel tidak ada kata menyerah.

"Thomas Alva Edison 1.000 kali gagal, mosok saya baru 11 kali terus menyerah. Untuk jadi Alva Edison saya butuh 989 kali mencoba, saya hitung terus dan masih lama, masih lama," urainya.

Sampai suatu hari, Farrel melihat sebuah pengumuman dari Google di media online tentang lomba penelitian. Ia pun tidak ingin melewatkan kesempatan itu dengan mengajukan proposal ke perusahaan raksasa teknologi itu.

"Namanya submit reset, saya sudah pasrah dan enggak mikir diterima. Eh, ternyata setelah satu minggu ada e-mail masuk, memberitahu kalau saya lolos," kata Farrel.

Baca juga: Mahasiswa Untag Surabaya Ciptakan Mobil Listrik dengan Modal Rp 70 Juta

Setelah proposalnya dinyatakan lolos, Farrel masih harus menjalani tes wawancara untuk memastikan penelitiannya adalah asli karyanya. Dalam wawancara itu, Farrel ditanya mengenai dasar pemikiran, teori, sampai dampak penelitiannya.

"Saat dinyatakan lolos wawancara, satu yang saya pikirkan, yakni uang, karena tidak ada biaya akomodasi. Lalu saya hanya ada waktu dua minggu untuk mengurus surat-surat, termasuk mencari uang akomodasi. Tapi ternyata Tuhan memberi jalan, dapat sponsor dan mengurus visa bisa cepat, sampai akhirnya berangkat," ujarnya.

Pada 15-20 Februari 2017, Farrel berada di kantor Google Mountain View, California, Amerika. Selama di kantor Google, Farrel mempresentasikan penelitiannya di hadapan seluruh peserta dari sejumlah negara yang lolos.

"Saya satu-satunya dari Indonesia, dan selama di sana itu presentasi, diskusi, sharing dengan orang-orang dari negara-negara lain yang lolos. Kami masing-masing didampingi satu mentor dari Google," bebernya.

Farrel mengaku senang berada di kantor Google. Farrel merasa takjub dengan sistem dan teknologi yang diterapkan di kantor Google.

"Senang sekali, jadi kantornya itu seperti kompleks, bersih dan teknologinya luar biasa, ada mobil pintar, mobil listrik, dan ada sepeda. Internetnya juga cepat sekali," ujarnya

Ingin berbagi

Menurutnya, banyak pelajaran yang didapat selama dirinya berada di kantor Google. Salah satunya adalah keterbukaan dalam sharing mengenai penelitian dan saling memberi masukan. Mereka terbuka membeberkan ide-ide tanpa takut dicuri oleh orang lain sehingga dalam sharing tersebut setiap orang didorong untuk semakin berkembang dan diberi masukan agar penelitiannya sempurna.

"Yang membuat saya tersentuh itu, banyak yang usianya baru 30 tahun sudah S-3. Saya tanya apa motivasinya sekolah cepat, ternyata mereka ingin biar cepat membagikan ilmunya untuk dunia, semakin lama lulus, semakin lama pula membagikan ke dunia," ujarnya.

Nilai itulah yang selanjutnya akan dilakukan oleh Farrel setelah pulang ke Indonesia. Farrel ingin membagikan pengalaman dan ilmu yang didapatnya kepada semua orang.

"Penelitian saya saat ini sudah digunakan, tetapi masih terus disempurnakan. Tetapi, secara pribadi ingin berbagi ilmu dan cerita untuk orang lain, ini yang paling penting, terus membuat komunitas pelajar di Yogya yang suka dengan penelitian dan komputer," tuturnya.

Baca juga: Lulusan SMP Rakit Helikopter Sendiri, Baling-baling Sudah Berputar

Belum lama ini, Farrel menorehkan prestasi menjadi juara di ajang peneliti Blia Jakarta 2017 Center for Young Scientist.

"Kemarin berhasil diterima dan juara di peneliti blia Jakarta 2017 Center for Young Scientist. Tahun lalu saya masukkan proposal penelitian dengan judul yang sama, tetapi tidak diterima," ucapnya.

Farrel mengungkapkan, selain bimbingan, dukungan dan doa restu kedua orangtua, filosofi hidupnyalah yang menuntunnya hingga sampai seperti saat ini. Filosofi hidupnya adalah 5T yang diambilnya dari pitutur Jawa.

"Filosofi hidup saya 5T, takon, teken, teteg, tekun, tekan. Kurang lebih, takon itu jangan malu bertanya. Teken berdoa dan pasrah kepada Tuhan. Teteg itu tidak goyah atau tidak gampang menyerah. Tekun ya tekun dalam belajar, lalu tekan itu kalau empat hal itu sudah dilakukan maka yang diinginkan tercapai," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com