Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dino Umahuk

Dino umahuk adalah sastrawan Indonesia kelahiran Maluku. Selain menulis puisi, ia juga menulis kolom dan menyutradarai film dokumenter. Ia kini mengajar di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Jangan Sampai Terjadi "Kutukan Laut" di Tanah Maluku

Kompas.com - 04/09/2017, 09:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Namun sampai kini, kepulauan yang kaya akan rempah-rempah ini masih tertinggal jauh dibanding daerah-daerah lain di Indonesia.

Hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintah pusat terkait distribusi anggaran pembangunan ke daerah sejauh ini masih menggunakan pendekatan kontinental.

Pendekatan ini menghitung jumlah penduduk dan luas daratan sebuah wilayah. Padahal, Maluku-Maluku Utara merupakan wilyah kepulauan yang sebagian besar wilayahnya adalah laut.

Maluku-Maluku Utara yang terdiri dari ribuan pulau seharusnya dimaknai sebagai penghubung bukan sebagai pemisah.

Kondisi geografis Maluku-Maluku Utara yang terdiri dari pulau-pulau sulit dibangun jika kebijakan pembangunan masih menggunakan pendekatan kontinental.

Dengan kebijakan itu, jumlah anggaran yang didapat Maluku-Maluku Utara sangat kecil bahkan tidak sebanding dengan satu kabupaten/kota di Jawa.

Di sisi lain. secara geografis, Maluku terletak jauh dari Jawa, jarak antara Jakarta Ternate atau Jakarta Ambon menembus jarak ribuan kilo meter.

Lebih jauh lagi, perbedaan sosial-budaya Maluku sebagai pinggiran dengan Jawa sebagai pusat juga menghasilkan komunikasi politik yang penuh salah-paham. 

Jakarta dan Ternate juga Jakarta dan Ambon tidak hanya jauh secara geografis tetapi juga secara psiko-politis.

Belum lagi kalau kita bicara soal kesenjangan pembangunan, pemerataan kesejahteraan, dan pemenuhan hak-hak rakyat yang terabaikan. Sudah 72 tahun usia Indonesia dan selama itu perbaikan kesejahteraan yang signifikan belum terpenuhi.

Tahun 2014, saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Istana Kepresidenan, Presiden Jokowi pernah berkata,

"Kita pernah mengalami yang namanya kutukan minyak, dan kutukan hutan. Apa itu? Waktu itu sumber minyak kita bisa menjadi sumber keuangan yang sangat besar sekali, tapi ternyata kita tidak bisa memanfaatkan."

Sebab itu, jangan sampai terjadi “kutukan laut” karena visi maritim dan rencana tol laut Anda, terutama di kampung kami Maluku-Maluku Utara, Tuan Presiden. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com