Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawasan Tanpa Rokok di Medan, Antara Ada dan Tiada (1)

Kompas.com - 05/07/2017, 21:12 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Tiga tahun sudah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Medan diberlakukan.

Semua fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum, sudah ditetapkan sebagai kawasan tanpa asap rokok (KTR).

Namun, realitanya masih jauh panggang dari api.

Dari 10 warga Kota Medan yang ditanyai soal KTR, tujuh orang mengaku tidak mengetahui dan bertanya balik. Iklan-iklan rokok dengan baliho dan spanduk besar mencolok mata bertebaran di hampir seluruh sudut kota dan jalan-jalan protokol, menjadi santapan mata.

Anak sekolah masih dengan seragamnya sepulang sekolah langsung menuju kios kecil tak jauh dari tempatnya menimba ilmu, membeli rokok ketengan.

Di kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang berdampingan dengan SMAN 1 Medan, kantinnya tidak memajang rokok. Namun tinggal bilang kalau mau beli rokok apa, pasti tersedia. Di luar gedung, di tepi-tepi jalan, rokok terjaja.

Mau lihat fasilitas umum penuh asap dan puntung rokok? Datang saja ke Pengadilan Negeri Medan. Para pencari keadilan asyik menghabiskan berbatang-batang rokok sambil menunggu jadwal persidangan. Gedung yang sudah penuh sesak oleh manusia itu, semakin sesak dengan asap rokok yang terbang menembus ventilasi minim.

Kalau di gedung dewan, jangan heran saat gedung ber-AC dipenuhi asap mengepul. Apalagi ketika rapat dengar pendapat, masyarakat dan wakilnya pas-pus riang dalam pengap.

Di angkutan umum?

"Payah cakaplah," kata orang Medan.

Sudah ugal-ugalan, para supir bengal sedikitpun tak peduli penumpangnya resah dan terganggu ulahnya. Diberi tahu, malah semakin menjadi.

Dikira ada harapan bersih total di rumah sakit yang seharusnya bersih dan steril. Namun, banyak juga yang curi-curi merokok di lorong-lorongnya. Kalau takut terpergok petugas keamanan, pura-pura duduk di taman-taman sekitar rumah sakit.

"Kayak manalah, aturan hukumnya tak buat jera. Cuma ditegur atau bayar denda berapa perak, itu yang ku tau. Tak pernah ku dengar ada orang merokok di Medan ini yang ditangkapi. Kalau pun ada, nanti cuma pencitraan aja, biar dibilang kerja. Jangan tipu-tipulah, kami yang tak merokok ini resah," kata Sutini yang ditemui pekan lalu.

Perempuan 45 tahun yang tinggal di Kompleks Setia Budi Medan ini berharap para perokok lebih menghargai orang-orang sepertinya, khususnya anak-anak.

Dia meminta Pemerintah Kota Medan melarang orang merokok di sembarang tempat dengan tegas.

Saat ditanya soal Perda KTR, dahi Sutini mengernyit. Katanya, kalau memang sudah ada aturan kenapa masih banyak yang melanggar.

"KTR apa? Semua bebas merokok di sini. Kasih sanksi-lah biar jera, biar berkurang orang merokok, beritakan, buat fotonya besar-besar biar malu," tuturnya.

KOMPAS.com/Mei Leandha Plang KTR yang berada di depan kantor DPRD Kota Medan dan kantor wali kota Medan. Kondisinya tertutup rimbun daun dan tidak terlalu terlihat bagi orang yang melintas di depannya.
Antara ada dan tiada

Anggota DPRD Sumut Ikrimah Hamidy pernah berkata, sebagai orang yang ikut langsung dalam pembahasan Perda KTR saat masih menjabat Wakil Ketua DPRD Medan, dirinya belum merasakan dampak aturan tersebut.

Di sejumlah KTR, dia masih menemukan perokok aktif bebas merokok. Apalagi di gedung DPRD Sumut, para anggota dewannya adalah perokok yang tak peduli tempat.

"Sepertinya mereka merasa Perda KTR tidak berlaku di DPRD Sumut, padahal gedungnya berada di wilayah Kota Medan. Ini karena sosialisasi yang dilakukan masih di lingkungan kesehatan dan pendidikan saja, belum menyentuh perkantoran pemerintah, apalagi masyarakat awam," kata politisi dari PKS ini.

Menurut dia, perda dibuat untuk melindungi tiap individu, maka setiap orang yang berada di KTR harus berani menegur perokok yang berada di situ.

“Bangun kesadaran masif bahwa perda ini punya bersama, dan kita bertanggungjawab mengimplementasikannya,” ucap Ikrimah.

Hal senada juga dikatakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan, Prof Dr H Mohd Hatta. Dia mengatakan, pengawasan sangat kurang dari instansi terkait meski ada peringatan di setiap bungkus rokok yang menyatakan rokok dapat membunuh.

“Orang-orang tetap merokok. Kasihan mereka yang tidak merokok. MUI telah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok, tapi lembaga kami bukan eksekutor,” katanya pasrah.

Hatta ingin sanksi hukum diperberat agar membuat efek jera, misalnya, saat di sidang tipiring terus dihukum denda Rp 500.000, seperti di Singapura.

“Kan, jadi takut orang merokok di tempat-tempat umum. Lemah kali pengawasan kita, tak hanya di Medan, di mana-mana pun sama," ujar dia.

Sesuai perda, sanksi hukum bagi mereka yang kedapatan merokok di KTR akan dikenakan denda mulai Rp 20.000 sampai Rp 50.000, Hatta merasa ini terlalu ringan.

"Maunya direvisi lagi perdanya, buat sanksi yang memberatkan, biar bebas Kota Medan ini dari asap rokok," tegasnya.

Koordinator Program Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia, Oka Syahputra Harianda, mengatakan, pada tahun 2017, Perda KTR Kota Medan sudah masuk tahap penegakan. Namun, pria yang biasa dipanggil Oka ini menuturkan, implementasinya tidak jelas. 

"Implementasi KTR Kota Medan terlihat seperti ada atau tidak ada. Kalau dulu waktu kami masih support, kami kasi nilai 70 untuk upaya dan inisiatif dinas kesehatan. 2017 ini kita murni tidak terlibat lagi. Tapi kami melihat malah seperti tidak melakukan apa-apa, padahal sudah tengah tahun ini," kata Oka.

Pusaka Indonesia tidak lagi terlibat dalam program KTR Kota Medan karena merasa sudah cukup membantu pemerintah mulai tahun pertama dengan advokasi regulasi, tahun kedua dengan memperkuat instrumen regulasi dengan melatih tim pemantau KTR dan SOP-nya.

Kemudian pada tahun ketiga dengan menguatkan sosialisasi dan tindak pidana ringan (tipiring) dan pada tahun keempat dengan memperkuat anggaran dengan mengadvokasi dana pajak rokok agar bisa digunakan untuk penerapan KTR.

"Harapannya, ketika Pusaka tidak terlibat lagi, Dinkes sudah mandiri. Akses anggarannya sudah ada, tidak ada lagi tidak disetujui. Perda ini harus segera ditegakkan karena Medan ini surganya iklan, sponsor, pedagang rokok dan secara budaya membolehkan," katanya sambil memberikan dua buku tentang penggunaan dana pajak rokok untuk mengendalikan konsumsi rokok.

Persoalan yang dihadapi saat ini, lanjut dia, adalah lemahnya pengawasan dan minimnya sumber daya untuk mengontrol berjalannya perda.

Menurut Oka, dalam konteks kebijakan, perda dinilai sudah komprehensif. Namun, pelaksanaannya belum berjalan maksimal. Dia menilai, pengawasan sebaiknya dilakukan pemerintah daerah.

Ketika ditanyakan soal kemungkinan Perda KTR Kota Medan direvisi, dia menuturkan, hal itu memungkinkan sepanjang ada temuan dan hal-hal baru.

"Tapi, perda yang sekarang aja pun belum berjalan. Takutnya nanti dibilang nambah-nambahin masalah kalau kita minta direvisi. Intinya kita mendorong semua daerah mengeluarkan Perda KTR-lah, jangan Perwali," cetusnya.

KOMPAS.com/Mei Leandha Plang KTR yang berada di depan kantor DPRD Kota Medan dan kantor wali kota Medan. Kondisinya tertutup rimbun daun dan tidak terlalu terlihat bagi orang yang melintas di depannya.

Bukan semata tugas pemerintah

Salah satu pejabat di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Medan mengakui lambannya implementasi KTR di Kota Medan. Dia malah heran karena tokoh masyarakat, figur maupun pejabat publik di Medan tak serius melihat pentingnya KTR.

"Kami bermain dari bawah ke tengah, kadang-kadang tak sampai ke atas. Tapi tetap di masyarakat ada yang kami kerjakan. Prinsipnya kepala daerah mendukung, buktinya APBD keluar. Cuma pimpinan-pimpinan di masyarakat belum satu suara menjadikan KTR topik pembicaraan di depan umum, padahal mereka panutan dan teladan," katanya.

"Dalam keberlangsungan perda, yang kami hadapi itu perokok kronis dan kemungkinan pejabat. Kalau main tabrak-tabrak aja, patah kita. Jadi di tahapan kerja kami, satu sisi orang melihatnya lambat, satu sisi lagi kami hati-hati karena yang dijumpai dan harus tegakkan perda itu bapak-bapak kami, anggota DPR, pejabat Pemko, dokter, tokoh agama. Itu yang masih merokok di tempat kerja, itu yang mau kami tangkap?" lanjut dia.

Wali Kota Medan Djulmi Eldin yang ditemui di kantornya tidak berada di tempat karena sedang ada acara dengan Konjen Amerika. Humas Pemko Medan Ridho Nasution kemudian mengarahkan konfirmasi kepada Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution.

Akhyar mengatakan, implementasi Perda KTR Kota Medan perlu kerja sama semua elemen masyarakat. Kalau pemerintah secara khusus mengawasinya, tidak mungkin karena punya keterbatasan aparatur.

"Sidang-sidang tipiring yang kita lakukan perlu banyak aparatur, makanya diperlukan kerja sama semua pihak untuk menegakkan perda KTR itu," ucapnya.

Dia mengajak masyarakat Kota Medan agar mau bersama-sama membantu pemerintah membangun Kota Medan menjadi kawasan tanpa rokok dan sama-sama menjaganya.

"Kesadaran warga dan para perokok-perokok ini kan sangat rendah. Kalau sudah mau merokok, di manapun tempatnya tak peduli dia," ujar Akhyar.

Ditanya target capaian 2017 terhadap Perda KTR, dia mengatakan, pemkot akan melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya rokok dan meningkatkan pengawasan di KTR-KTR serta melaksanakan kembali sidang-sidak tipiring.

"Peraturan itu kan untuk masyarakat, bukan untuk pemerintah. Makanya sama-sama kita tegakkan, ini bukan kerja pemerintah saja, tidak bisa satu pihak saja, sama-samalah. Medan kan rumah kita," pungkas dia.

 

Bersambung: Kawasan Tanpa Rokok di Medan, Antara Ada dan Tiada (2)

 

Tulisan berseri ini adalah hasil liputan Mei Leandha, kontributor Kompas.com di Medan, sebagai peserta program Fellowship III Pengendalian Tembakau yang diadakan AJI Jakarta. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com