Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menemukan Tuhan di Lapas Kediri...

Kompas.com - 12/06/2017, 13:30 WIB
M Agus Fauzul Hakim

Penulis

KEDIRI, KOMPAS.com - Di bulan Ramadhan, segenap umat Islam berlomba-lomba meningkatkan ibadahnya. Tak terkecuali bagi mereka yang tengah menyandang status narapidana dan menjadi penghuni rumah tahanan.

Sebagaimana para penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kediri, Jawa Timur, yang mengisi bulan penuh ampunan ini dengan kegiatan-kegiatan islami.

Mereka terlibat dalam kegiatan semaan (membaca dan mendengarkan) Al Quran, pengajian kitab kuning, dan kajian dasar-dasar keagamaan seperti bersuci dari najis hingga praktik shalat jenazah.

Baca juga: Tanam Bibit Pancasila dan Pangkas Paham Radikal Hingga ke Lapas

Bahkan juga kegiatan yang berorientasi pada keahlian-keahlian tertentu seperti pendalaman seni hadrah dan seni merias wajah.

Para narapidana itu berasal dari beragam latar belakang perkara kriminalitas. Oleh karena itu, menjadi hal biasa sebagian peserta pengajian, terutama laki-laki, memiliki tato di tubuhnya dan tindik di telinga. Mereka tampak khusuk membaca atau mendengarkan pembacaan Al Quran. 

"Di sini ngajinya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing sehingga dibedakan antara santri yang sudah ada dasar agamanya maupun yang belum ada dasar," ujar Bambang Tetuko, salah seorang napi.

Semua kegiatan itu terpusat di bagian dalam lingkungan lapas dan diurus oleh ustaz atau guru yang didatangkan dari Pesantren Lirboyo dan kampus Tribhakti Kediri.

Para ustaz itu sekaligus mengurusi Pesantren At Taubah, yaitu pesantren yang didirikan secara khusus di dalam lingkungan lapas yang berada di Jalan Jaksa Agung Suprapto itu.

Adanya pesantren itu yang kemudian membedakan jika materi keagamaan pada umumnya sekedar diisi dengan ceramah, sekarang ini materinya ditambah dan diperluas. Bahkan pembelajarannya dipecah melalui kelas-kelas.

"Kegiatannya seperti pesantren pada umumnya. Cuma ada penyesuaian-penyesuaian materinya," ujar Nurhanani, salah satu ustaz pendamping, Senin (12/6/2017).

Kepala Lapas Kediri Lutfi Safiudin mengatakan, ihwal pendirian pesantren itu karena pihaknya ingin memberikan tambahan wawasan keagaamaan bagi warga binaan. Itu diperkuat dengan temuan bahwa cukup banyak warga binaan yang tidak bisa membaca dan menulis Al Quran.

"Dari 774 tahanan, hampir 300-an tahanan buta huruf Al Quran. Makanya kita dirikan pesantren ini," ujar Lutfi.

Kegiatan-kegiatan yang digelarnya, kata Lutfi, bertujuan untuk mengisi waktu secara positif dengan orientasi memanusiakan warga binaan. Apalagi kondisi lapas yang dipimpinnya mengalami kapasitas berlebih. Kapasitas lapas untuk 300 orang dihuni 774 napi sehingga diperlukan upaya agar para warga binaan merasa nyaman.

Baca juga: Upaya Lapas Kediri Membangun Hubungan Baik dengan Warga Binaannya

Namun demikian, Lutfi menegaskan, tujuan utama kegiatan ini adalah agar para warga binaan bisa menemukan Tuhan. Ini pula nantinya yang akan berguna bagi mereka seusai keluar dari lembaga pemasyarakatan karena nantinya mereka akan kembali bersosialisasi dengan masyarakat.

"Mereka menemukan Tuhannya lah. Riak-riak (kericuhan, red) juga tidak ada," kata Latif saat ditanya dampak dari pesantren di lapas tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com