Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1,5 Tahun Derita Patah Tulang, Torang Ingin Kembali ke Sekolah

Kompas.com - 09/05/2017, 06:50 WIB

KOMPAS.com - Torang Martua Hutasoit (17) sudah 1,5 tahun tidak bersekolah karena kakinya mengalami patah tulang. Kakinya sudah empat kali dioperasi, tetapi belum sembuh juga.

Pada saat seperti itu, rumahnya di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, ludes terbakar.

Saat ditemui Kompas di rumah kontrakannya di Sidikalang, Sabtu (6/5), Torang hanya bisa duduk di atas tilam yang ditaruh di lantai. Ia menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Di kaki kirinya, tampak empat batang pen luar yang disatukan dengan gipsum.

"Saya hanya ingin kaki saya bisa sembuh agar saya bisa sekolah lagi," ujar Torang.

Sementara ibunya, Saria Padang (49), baru saja pulang mengajar dari SD Negeri Silumboyah. Ia hanya duduk termenung di lantai dekat pintu rumahnya. "Beban kami sudah sangat berat dan datang silih berganti. Kami ingin penderitaan ini berakhir," katanya.

Saria menuturkan, pada 8 April lalu, rumah dan sebagian besar harta benda miliknya ludes terbakar. Ketika itu, ia sedang mengajar di sekolah dan Torang hanya sendirian di dalam rumah. Beruntung, para tetangganya langsung membopong Torang sehingga selamat dari amukan api.

Kebakaran itu menambah penderitaan Saria dan Torang yang sudah bertumpuk. Saria yang merupakan pegawai negeri sipil golongan IIC harus memutar otak untuk mencari biaya penyembuhan kaki anaknya. Pada saat yang sama, ia juga berjuang membangun kembali rumahnya. Saat ini, ia mengontrak sebuah rumah sebagai tempat tinggal sementara.

(Baca juga: Seorang Ibu Gendong Anaknya yang Lumpuh ke Sekolah Setiap Hari)

Saria mengatakan sudah menghabiskan hampir Rp 100 juta untuk menyembuhkan kaki anaknya. Kaki Torang sudah empat kali dioperasi. Sebuah pen luar dan sebuah pen dalam masih terpasang di tulang kakinya. Ia bisa berjalan dengan bantuan tongkat, tetapi kaki kirinya harus diangkat dan belum bisa diinjakkan ke lantai. Meski sudah 1,5 tahun diobati, daging pada bekas lukanya belum tumbuh sempurna. Kakinya masih harus diperban.

Untuk membiayai pengobatan anaknya, Saria meminjam uang dari bank. Ia mengatakan, saat ini hanya menerima Rp 400.000 per bulan karena gajinya dipotong untuk cicilan utang. Ia masih harus membiayai dua anaknya yang kuliah di Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, dan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat.

Saria sudah menjadi janda sejak tahun 2009 dan punya tujuh anak. Anaknya yang lain sudah bekerja, tetapi tidak bisa banyak membantu karena pendapatannya juga pas-pasan.

Kecelakaan

Saria menuturkan, Torang mengalami kecelakaan pada November 2015. Torang yang tengah mengemudi sepeda motor menabrak mobil yang ada di depannya. Ketika itu, Torang tidak langsung dibawa ke rumah sakit, tetapi ke dukun patah.

Selama dua bulan dirawat, dukun patah melarang Torang mengambil foto rontgen. Kepada dukun patah, ia harus membayar Rp 20 juta. Kaki Torang tak kunjung sembuh, malah membusuk.

Torang pun akhirnya dibawa ke rumah sakit. Melalui foto rontgen, diketahui bahwa tulang kaki Torang patah dan tidak tersambung. Torang lalu dirujuk ke rumah sakit di Medan untuk menjalani operasi pertama, Juni 2016. Dokter memperbaiki posisi tulangnya dan memasang pen di tulang keringnya.

Setelah operasi pertama, kaki Torang tak kunjung sembuh dan malah abses. Sebulan kemudian, dokter kembali melakukan operasi kedua untuk membersihkan kaki Torang. "Namun, luka di kakinya malah menganga hingga tampak tulangnya. Dokter lalu menyarankan operasi ketiga untuk mengikis sel mati di tulangnya," ucap Saria.

Tidak juga sembuh

Meskipun sudah tiga kali operasi, kaki Torang tidak menunjukkan tanda kesembuhan. Kakinya tetap bernanah dan lukanya menganga. Menurut dokter, pen dalam yang dipasang di kaki Torang tidak cocok dan harus dibongkar. Pada Oktober 2016, pen dalam pada kaki Torang pun dicopot, lalu diganti dengan pen luar.

Saria mengatakan, biaya pengobatan di rumah sakit memang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Namun, ia meminta dokter memberi obat paten sehingga harus menambah biaya. Ia juga harus membayar biaya rawat jalan selama berobat di Medan.

Kini, Saria merawat sendiri anaknya. Ia belajar memasang perban agar bisa menghemat biaya perawatan. Torang masih terus mengonsumsi obat dan terus berharap bisa kembali ke sekolah. (NIKSON SINAGA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Mei 2017, di halaman 10 dengan judul "Torang Terus Berjuang Ingin Kembali ke Sekolah".

 

 

Kompas TV Demi menuntut ilmu, setiap hari, siswa Taman Kanak-Kanak hingga tingkat SMA harus berjuang menyeberangi sungai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com