Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andong Widi Dikenal hingga Luar Negeri

Kompas.com - 23/03/2017, 12:35 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

SLEMAN,KOMPAS.com - Di Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak banyak bengkel andong atau kereta kuda yang masih bertahan. Orang lebih sering menjumpai bengkel sepeda, motor atau mobil.

Salah satu yang masih aktif mengeluti bengkel dan membuat Andong adalah Widi Rahmato (34). Pria kelahiran Bantul 28 September 1983 ini, membuka bengkel Andong di rumahnya Gesikan Rt 04/Rw 04 Sidomoyo, Godean, Sleman.

Widi belajar membuat andong (kereta kuda) sejak Sekolah Dasar (SD). Ia belajar langsung dari sang ayah Musiran atau sering dipanggil Mbah Musiran.

"Bapak dulu buka bengkel di Salakan, Bantul. Saya sejak SD kelas tiga, jaman dulu kalau tidak membantu ya ga dapat uang jajan dan bayar sekolah," ucap Widi Rahmanto saat ditemui Kompas.com, Selasa (21/03/2017).

Oleh sang ayah awalnya Widi hanya di minta untuk melihat semua proses pembuatan andong. Setelah itu, lalu diminta mengerjakan hal-hal kecil.

"Awalnya disuruh lihat, lalu mulai menempa besi. Karena masih kecil ya palunya dikasih yang kecil," ujarnya sambil tersenyum.

Usai lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 1998, Widi memutuskan untuk bekerja. Ia tidak menekuni bengkel kereta seperti ayahnya yang sudah dirintis sejak 1962. Ketika itu ia menilai pembuat dan mereparasi andong tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

"Saya cari pekerjaan lain untuk memberi makan keluarga," sebutnya.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2005 sang ayah sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Padahal waktu itu, ayahnya sudah menyanggupi satu pesanan andong.

"Aslinya kepepet, bapak sakit padahal ada satu pesanan. Ya akhirnya mau eggak mau, saya yang menyelesaikan pesanan itu," ucapnya.

Semasa mengantikan ayahnya itu, Widi mulai menikmati pekerjaan membuat kereta kuda. Mulai dari situ, Widi lantas belajar lebih mendalam lagi kepada ayahnya.

"Awalnya kan terpaksa, tapi kok lama-lama jadi jatuh cinta. Ya sudah saya lanjutkan," tuturnya.

Widi lantas memutuskan untuk membuka bengkel andong sendiri. Ia memilih Gesikan sebagai lokasi bengkelnya.

"Dua tahun lalu saya memutuskan buka sendiri. Saya memilih di Gesikan, karena di Gamping banyak pemilik andong, tetapi tidak ada bengkelnya," kata Widi.

Ia menyebut, sebelum proses membuat kereta harus didahului dengan berpuasa. Setelah itu, melakukan upacara selamatan. Setelah kereta jadi pun dilakukan ritual tertentu.

"Kalau ayah saya dulu masih melakukan ritual - ritual itu. Tapi saya sekarang tidak dengan ritual itu, saya tidak bisa soalnya dan ribet," bebernya.

Di dalam mengembangkan bengkelnya, Widi juga memanfaatkan media sosial sebagai media promosi. Pesanan pun lumayan mengalir.

"Sekarang bisa buat hidup, ya cukuplah. Kalau berapa perbulan yang pesan tidak bisa dirata-rata, tapi pasti ada baik bikin maupun servis," ujarnya.

Saat ini, Widi sudah memiliki tiga orang karyawan yang setiap hari membantu membuat maupun reparasi andong di bengkelnya.

KOMPAS.com / Wijaya Kusuma Widi Rahmanto saat membuat bagian roda Andong dibengkelnya
Luar negeri dan Film Kartini

Widi mengaku pemesan andong di bengkelnya datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Pesanan meliputi andong biasa, hingga kereta kencana.

"Pesanan dari Yogya, hotel-hotel itu, lalu Majalengka, Jakarta. Kalau luar negeri itu Malaysia pernah," ucapnya.

Ia menjelaskan, harga untuk membuat andong biasa sekitar Rp 50 juta. Sementara untuk kereta kencana yang paling mahal mencapai Rp 160 juta.

Adapun harga untuk servis tergantung kerusakannya.

"Kayunya jati semua atau kayu waru, biar tahan dan kuat. Kira-kira 5 Tahun baru servis lagi," kata Widi.

Salah satu yang memesan lanjutnya, adalah sutradara Hanung Bramantyo. Saat itu Hanung memesan 4 unit andong.

"Pak Hanung itu juga datang kesini, minta dibuatkan. Katanya untuk shooting film Kartini," ujarnya.

Selain Hanung Bramantyo, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi juga memesan dua kereta. Saat itu Dedi datang dan ditemui ayahnya.

"Waktu saya masih di Bantul, Pak Dedi Mulyadi datang dan ditemui ayah saya. Beliau minta dibuatkan kereta dan sudah membawa gambar desain sendiri," ucapnya.

Ia mengatakan dalam proses pembuatannya, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memantau langsung. Total proses pembuatannya memakan waktu sekitar 4 bulan.

"Itu untuk hari jadi Purwakarta. Kalau keretanya namanya Ki Jaga Raksa, kalau tidak salah," ucapnya.

Kereta pesanan Bupati Purwakarta tersebut, lantas dibawa ke Istana Negara untuk Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan ke 71 RI. Kereta yang diberi nama Ki Jaga Raksa digunakan untuk membawa Bendera Pusaka Merah Putih yang dikirab dari Monumen Nasional menuju Istana Negara.

"Awalnya pesan dua, tetapi karena satu diminta itu, jadi pesan satu lagi. Beliau (Dedi Mulyadi) minta sama persis dengan kereta pertama (Ki Jaga Raksa)," ucapnya.

Baca juga: Ikut Karnaval, Bupati Ini Naik Kereta Kencana Seharga Rp 99,5 Juta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com