Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cara Membendung "Hoax" Menurut Tokoh Islam Cirebon

Kompas.com - 22/02/2017, 14:00 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

CIREBON, KOMPAS.com – Pada perayaan Hari Pers Nasional 2017 sepekan lalu, Presiden Joko Widodo menyoroti dampak keterbukaan informasi di Indonesia, salah satunya terkait penyalahgunaan media sosial.

Salah satu yang menjadi perhatiannya adalah munculnya berita fitnah atau bohong (hoax). Namun Jokowi menganggap fenomena hoax menjadi pelajaran untuk semua agar semakin matang dan cerdas dalam bersikap.

Masih di sekitar perayaan hari pers, Dewan Pers juga dikabarkan mengambil langkah untuk menerapkan sistem barcode pada media massa.

Kementerian informasi dan komunikasi lebih awal melakukan penutupan sejumlah akun untuk meredam sebaran konten yang diduga berisi hoax, fitnah atau ujaran kebencian.

Kepolisian Republik Indonesia justru lebih awal membuat Surat Edaran Kapolri penanganan ujaran kebencian pada 2015.

Namun, sejumlah kalangan memiliki pendapat dan cara menyikapi berbeda untuk mengatasi penyebaran kabar bohong ini.

Tokoh Islam asal Cirebon, Husein Muhammad, menganggap bahwa hoax, fitnah, dan seruan benci tidak hanya dilawan dengan hukum dan regulasi, tetapi juga edukasi. Menurut Husein, hoax adalah masalah moralitas.

"Moralitas individu-individu bangsa ini sedang mengalami kondisi yang rentan. Ada psikologi tertekan, tertindas, yang itu merupakan akumulasi dari proses panjang sekali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lalu menemukan ruang (media social)," kata Husein dalam pertemuan Seminar Nasional di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Cirebon, Sabtu (18/2/2017).

Tokoh yang masuk kategori "The 500 Most Influential Muslims" versi The Royal Islamic Strategic Studies Center tahun 2010 itu menjelaskan bahwa Islam tidak menyukai pelaku hoax, fitnah, apalagi ujaran kebencian.

Dia menyebutkan, sejumlah dalil dari kitab suci Al Quran, hadits, dan juga pendapat ulama terdahulu yang dituangkan dalam bukunya berjudul "Menangkal Siaran Kebencian Perspektif Islam".

Dalam kitab Bidayatul Hidayah Imam al-Ghazai menyampaikan “Janganlah kamu memvonis seseorang 'ahli qiblat' sebagai syirik, kafir, atau munafik. Karena yang mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hati hanyalah Allah. Maka janganlah kamu ikut campur urusan mereka dengan Allah. Dan seterusnya...” jelas Kiai Husein sambil membacakan bukunya di halaman 75 yang baru terbit tahun ini.

Sebelum menutup penjelasan tersebut, tokoh yang juga akrab disapa Buya Husein mengungkapkan intinya adalah bahwa harus ada proses dialog untuk menangani masalah hoax.

“Pendidikan dan dialog tidak bisa begitu saja dilawan dengan hukum. Tidak akan menyelesaikan masalah,” tutupnya.

Sepadan dengan Kiai Husein, tokoh intelektual Islam Indonesia yang juga turut hadir di tengah kehangatan diskusi tersebut, Ulil Abshar Abdalla menyampaikan bahwa media sosial sekarang ini, terutama Facebook, Twitter, WhatsApp dan lainnya, sudah menampakkan aspek-aspek destruktifnya yang luar biasa.

“Saya dulu mengira media sosial ini adalah semacam sumber kemanfaatan besar. Dia bisa menjadi sesuatu yang membawa berkah,” kata Ulil yang mengaku pernah menggandrungi media sosial dengan sangat aktif.

Hadits tentang fitnah

Di hadapan ratusan mahasiswa IAIN Cirebon, Ulil menganjurkan agar para mahasiswa di dunia akademis kembali mempelajari studi mendalam tentang tema-tema ahaditsul fitan, hadits-hadits tentang fitnah. Hal itu dinilai sangat relevan sekali dibicarakan saat ini.

Menurut Ulil, mempelajari hadits tidak dilakukan secara harfiah. Namun, kata Ulil, gali dalam hadits itu pesan apa yang ingin disampaikan Nabi Muhammad bila berada dalam kondisi fitnah.

Ulil mengatakan, fitnah dalam bahasa modern saat ini dapat diterjemahkan sebagai kekacauan sosial. Dirinya mengutip dan membacakan satu hadits yang menurutnya sangat relevan, yakni dari kitab Bukhori Kitabul Fitan.

“Saya suka sekali hadits ini dan patut direnungkan kembali bagi teman-teman yang suka main media sosial, WhatsApp, Twitter, Instagram dan juga Facebook,” katanya.

Dia pun membacakan hadits dimaksud dalam bahasa Arab kemudian menerjemahkannya.

“Kelak, akan ada fitnah yang banyak sekali (social chaos/kekacauan sosial). Orang yang duduk saja lebih baik daripada dia berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada kalau dia berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari. Kalau Anda bisa mencari tempat persembunyian, bersembunyilah!” kata Ulil menerjemahkan.

Ulil menambahkan, intinya adalah, ketika terjadi social chaos sebaiknya orang tahan diri, tidak ikut-ikutan membuat kekacauanhingga menjadi sangat chaos.

Dalam etika Islam, kata Ulil, kalau Anda menghadapi fitnah, segeralah tahan diri.

Tokoh Muda Nahdlatul Ulama yang juga aktif di Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Muhammad Al-Fayyadl, setuju dengan pendapat Kiai Husein Muhammad, bahwa membendung hoax bukanlah dengan regulasi, namun pendidikan.

“Kita sedang diuji oleh suatu kondisi kemunduran. Jadi ada banyak cara yang harus dilakukan yang bersifat demokratis. Membendung hoax dengan pendidikan, bukan dengan regulasi,” jelasnya.

Hal yang tidak kalah berbahaya , menurut Fayyadl, dari hoax adalah propaganda. Misalnya, sebuah korporasi di Rembang selalu muncul propaganda bahwa semen akan menyejahterakan rakyat, ternyata itu tidak benar.

“Hari ini banyal hal yang harus kita kritisi. Bukan hoax yang dilakukan warga innocence (lugu) saja, tapi lebih-lebih hoax yang dilakukan oleh kekuatan yang memiliki modal. Ini yang lebih berbahaya, walaupun itu atas nama kemajuan, ilmiah, dan seterusnya,” jelas Fayadl.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com