Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Saya Kira Sudah Mati, Eh Bisa Lihat Matahari Lagi..”

Kompas.com - 10/02/2017, 11:38 WIB
Muhamad Syahri Romdhon

Penulis

CIREBON, KOMPAS.com – Sungguh malang nasib Salifudin. Pemuda berusia 20 tahun  ini seolah diasingkan ke area perkebunan pohon jati, Dusun 5, Desa Cikulak, 40 kilometer dari pusat Pemerintan Kabupaten Cirebon. Dia tinggal sendirian di gubuk dengan luka patah tulang di kaki kanan yang sudah membusuk dan bau.

Udin panggilannya, hidup di bangunan yang seluruhnya berbahan bambu. Jembatan kecil bambu, alas bambu, bilik anyaman bambu, tiang penyangga bambu, hanya atap saja berupa genting.

Ukuran gubuk itu tiga meter kali satu meter, hanya cukup untuk membaringkan satu badan. Bekas spanduk menutupi ruang kecil itu dari terpaan angin.

Ruspin (45), ayah tiri Udin, bercerita, musibah kecelakaan sepeda motor dua tahun lalu, mengubah kehidupan anaknya.

“Tinggal di gubuk beginikan terpaksa. Daripada serumah merasa kebauan, pada ngebenciin sama saya sama Udin,” katanya Kamis siang, (9/2/2017).

Siang itu, Ruspin datang, membawakan nasi bungkus dengan lauk pauk seadanya untuk makan Udin.

Tiap kali masuk gubuk, Ruspin menutup hidung. Luka patah tulang di dengkul kaki kanan Udin mengeluarkan bau yang sangat menyengat. Perban yang melekat di luka dikerubung lalat. Bagaimana tidak, luka sejak dua tahun lalu belum pernah diobati, begitu pun perbannya yang belum pernah dibuka dan diganti.

Ruspin menyebutkan, kecelakaan terjadi saat Udin tinggal bersama ibunya di Tangerang.  Dia mengalami kecelakaan tabrakan saat mengendarai sepeda motor bersama temannya. Temannya meninggal dunia di lokasi, Udin selamat dengan luka parah, kaki kanan patah, tangan kanan luka, gigi rontok, dan kepala bocor.

Udin pun dipulangkan ke Cirebon, dan diurus oleh kakeknya. Tak lama, kakeknya meninggal. Setelah itu,  Ruspin pun mengurus Udin.

Menurut dia, Udin sempat dibawa ke pengobatan aternatif patah tulang, namun tak diteruskan karena faktor biaya. Ia mengaku sebagai buruh serabutan, tidak memiliki biaya untuk mengobati anaknya.

Kondisi itu juga yang membuat udin tak dibawa ke rumah sakit.

“Kan kalau dibawa ke rumah sakit, biaya harus memenuhi. Bikin BPJS, nama (administratifnya) bukan saya, akhirnya enggak jadi. Begini saja sampai sekarang,” kata dia pasrah.

Setelah beberapa bulan, kata Ruspin, keluarga merasa tak kuat dengan bau busuk luka Udin. Tak hanya itu, Ruspin tak kuat menahan omongan  masyarakat sekitar.

Sementara Kepala Desa Cikulak, Saefudin Zuhri, mengaku sudah berusaha maksimal untuk membantu Udin. Zuhri sempat membuatkan seluruh persyaratan administratif pengobatan Ruspin dan Udin untuk mendapatkan pengobatan.

Namun, saat hendak dibawa dan dirawat ke rumah sakit, Ruspin tidak menyangggupi karena tidak memiliki biaya.

“Sebelumnya sudah kami tangani, namun kesanggupan dari orang tuanya untuk nungguin di rumah sakit, enggak sanggup ya sudah. Bahkan kami, saya pribadi, siap untuk digilir nunggu Udin. Intinya dia tidak memiliki biaya,” sebut Zuhri.

Pertolongan

Adalah Bayu, Agung, dan Alex, tiga pemuda Karang Taruna Desa Cikulak yang membangkitkan kepedulian terhadap Udin.

Berbekal informasi dari Adang, tokoh desa setempat, mereka menemukan Udin dengan kondisi sangat memprihatinkan. Bahkan saat banjir, Udin nyaris meninggal dunia karena tenggelam.

Dia bertahan tiga hari dengan kondisi leher berada di atas botol, sementara seluruh badannya digenangi air.

“Kondisi awal Udin tak manusiawi. Bau, dekil, kotor, banyak lalat, kuku panjang, dan tak terurus. Pas kemarin banjir, air masuk ke gubuk sampai Udin tenggelam seleher,” kata Bayu.

“Jadi, lantai gubuk itu terlalu rendah dari tanah. Dia bisa bertahan karena lehernya diganjal botol. Badan semua sudah tenggelam. Malah ngomong ke saya, 'kirain saya sudah ninggal (meninggal), eh bisa lihat matahari lagi.' Udin bertahan tiga hari,” cerita Agung.

“Lumpur pada nempel di kuping. Saking pengen hidupnya, bertahan,” tambah Alex.

Terenyuh dengan penderitaan Udin, ketiga pemuda tersebut meminta warga bersama-sama mengurus Udin. Mereka membersihkan, dan membangun gubuk yang layak dan lebih tinggi untuk Udin. Mereka juga melakukan penggalangan dana untuk makan dan menghidupi Udin.

Adang, tokoh masyarakat yang pertama kali mendengar dan mengabarkan kondisi Udin,  mengaku sangat prihatin dan miris melihat kondisi Udin.

“Udin sangat memprihatinkan, dan harus segera ditolong. Saya mengajak pemerintah desa dan seluruh elemen untuk bersama-sama membantu Udin,”  ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com