JAKARTA, KOMPAS — Salah satu bukti kebinekaan yang dimiliki Indonesia adalah keberadaan 12 aksara lokal. Aksara-aksara itu melengkapi kekayaan sastra dengan nilai-nilai kearifan lokal yang masih membutuhkan penggalian lebih lanjut.
"Aksara lokal membentuk cerita rakyat selain juga dirawat secara lisan. Kekayaan cerita rakyat itu akhirnya membentuk kebinekaan bangsa kita," ujar Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan pada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hurip Danu Ismadi, Kamis (19/1/2017), di Jakarta.
Ke-12 aksara lokal tersebut meliputi aksara Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis/Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, dan Kerinci/Rencong. Aksara lokal tidak dijumpai di Papua meskipun wilayah itu memiliki jumlah bahasa terbanyak. Ada 376 bahasa daerah di Papua dari total 646 bahasa daerah di Indonesia yang telah divalidasi.
Sebanyak 73 bahasa daerah lainnya tersebar di Bali dan Nusa Tenggara. Di Maluku terdapat 65 bahasa, Sulawesi memiliki 53 bahasa, dan Kalimantan mempunyai 53 bahasa. Ada 21 bahasa di Sumatera, sedangkan Jawa memiliki 5 bahasa.
Di Jawa, bahasa-bahasa daerah itu meliputi bahasa Jawa, Madura, Sunda, Lampung Cikoneng di Banten, dan Mandarin DKI Jakarta.
"Aksara lokal dan bahasa-bahasa daerah itu membentuk cerita rakyat yang kemudian menjadi sastra yang menyatukan bangsa kita," ucap Hurip Danu.
Masalah yang ditemui saat ini ialah terjadi kekurangan penyadur cerita rakyat dari karya yang berbentuk sastra lisan. Ganjar Harimansyah, peneliti pada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, mengatakan, tahun lalu, diselenggarakan sayembara Penyaduran Karya Sastra Lisan.
"Di dalam sayembara ditargetkan 500 karya, tetapi yang masuk hanya 155 naskah. Cerita rakyat yang disadur diutamakan yang masih bertahan secara lisan di masyarakat," paparnya. Cerita rakyat lisan masih berlimpah, antara lain di wilayah Papua.
Tobati
Dari 376 bahasa di Papua, menurut Ganjar, saat ini baru satu bahasa yang sudah disusun sistem aksaranya, yaitu bahasa Tobati, yang digunakan masyarakat di sekitar Jayapura.
Pusat Pengembangan dan Pelindungan menerbitkan buku Sistem Aksara Bahasa Tobati (2016). Proses penentuan sistem aksara ini melibatkan penutur yang menyampaikan lambang untuk sesuatu yang diungkapkan dengan bahasa Tobati.
Kemudian, bahasa lisan itu ditulis dengan huruf Latin. "Pelestarian bahasa-bahasa daerah ini, sesuai ketentuan perundang-undangan, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," ujar Ganjar. (NAW)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Januari 2017, di halaman 12 dengan judul "12 Aksara Lokal Bukti Kebinekaan".
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.