Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sedih TKW asal Ponorogo yang Disiksa Majikannya di Singapura

Kompas.com - 04/01/2017, 19:15 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

PONOROGO, KOMPAS.com - Tangan dan jemari Fadila Rahmatika terus gemetar saat menunjuk bagian badan yang menjadi objek penyiksaan majikannya di Singapura, Tan Seok Neo.

Mata gadis berumur 20 tahun itu acapkali menatap kosong saat menceritakan kisah kelamnya selama sepuluh bulan menjadi tenaga kerja wanita di Singapura.

Ditemui di rumah sederhananya di RT 01/RW 03, Dukuh Blimbing, Desa Sukorejo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten, Rabu ( 4/1/2017) siang, Dila, panggilan akrab Fadila, tak lancar berbicara. Beberapa kali Dila memakai bahasa isyarat untuk menjelaskan maksud pembicaraannya.

Putri pertama pasangan Misni dan Masringah berkali-kali menyebut kata rumah sakit dan Singapura. Kata rumah sakit disebutnya karena gadis kelahiran 19 Februari 1995 itu ingin segera sembuh. "Aku ingin sembuh," ucap Dila.

Sementara kata-kata Singapura disebut karena ia masih mengingat kejadian buruk yang menimpanya.

Sambil menangis, Dila menunjukkan beberapa bekas luka di jari kelingking, lengan, lutut, kaki hingga punggungnya.

Bekas luka yang ditunjukkan Dila akibat siksaan yang dilakukan majikannya saat berada di Singapura.

Awal mula penyiksaan

Didampingi ibu kandungnya, Masringah dan beberapa aparat desa, Dila menceritakan awal mula petaka yang menimpanya saat bekerja sebagai TKW di Singapura.

Menurut Dila, siksaan fisik dan batin mulai dialami saat ia pindah ke majikan barunya. Saat tinggal di majikan pertamanya, Dila diperlakukan dengan baik.

"Majikan yang pertama baik sekali orangnya," ujar Dila dengan nada terbata-bata.

Dila tak betah di majikan pertama lantaran memiliki hewan piaran anjing. Setelah dua bulan bekerja di majikan pertama itu, akhirnya Dila memutuskan pindah ke majikan kedua.

Tak dinyana, di majikan kedua ini hidupnya serba dikekang. Tak hanya itu, ia pun harus bekerja hingga pagi dini hari dan hanya diberikan makan mi instan saja.

Majikan barunya pun sering menampar dan memukulnya bila Dila dianggap lambat bekerja. Bahkan, majikannya sering mengunci Dila di kamar mandi lalu menyiram air keras pada kaki dan tangannya.

Kondisi itu menjadikan kaki dan tangannya seperti lumpuh dan susah digerakkan.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, Dila yang sudah diperas habis-habisan tenaganya ternyata juga tidak digaji oleh majikannya. Ia hanya diberikan uang dua Dolar Singapura saat dipulangkan ke Indonesia via Batam.

"Selama delapan bulan bekerja aku juga tidak digaji sama sekali. Majikan baruku hanya memberiku uang dua dolar Singapura," ungkap Dila.

Menurut Dila, ia sering kelelahan hingga akhirnya jatuh pingsan lantaran banyaknya pekerjaan di majikan barunya. Ia pun akhirnya meminta pulang ke kampung halaman kepada majikannya karena sudah tidak betah lagi bekerja menjadi pembantu rumah tangga.

Masringah, ibu kandung Dila, menceritakan saat anaknya pulang ke kampung halaman satu bulan lalu kondisinya lebih memprihatinkan. Banyak bekas luka pada wajah anak pertamanya itu.

"Saat pertama kali Dila datang saya menangis. Anak saya yang dulu ceria kok sekarang seperti ini. Untuk makan dan minum saya harus menyuapnya," kata Masringah.

Menurut Masringah, untuk ke kamar mandi dan keluar rumah, Dila harus digendong karena tidak bisa berjalan. Ia pun sudah membawa Dila ke rumah sakit dan ahli terapi agar kondisi kesehatan anaknya segera pulih seperti saat berangkat menjadi TKW.

Masringah tak bisa berbuat banyak karena kondisi ekonominya yang tak cukup membiayai berobat anaknya. Pekerjaan suaminya, Misni yang mengandalkan kerja serabutan membuatnya hanya bisa pasrah.

Ia merasa beruntung saat ini sudah ada komunitas yang membantu Dila berobat ke ahli terapi di Kota Ponorogo setiap hari Selasa dan Kamis.

Joko, tetangga korban, kaget saat melihat kondisi Dila sepulang dari Singapura. Sebelum berangkat ke Singapura, Dila dikenal sebagai gadis yang supel dan mudah bergaul.

Ia heran karena sepulang dari Singapura, Dila menjadi gadis yang pendiam, tertutup dan banyak menangis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com