Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Kabar Baik dan Buruk Listrik di Sumatera

Kompas.com - 22/11/2016, 07:23 WIB

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS - Bila tidak ada lagi halangan, bulan Desember ini kelistrikan di Pulau Sumatera bakal bertambah baik. Pasalnya, tiga pembangkit listrik dengan daya total hampir setengah juta watt bakal dioperasikan untuk kemudian disalurkan lewat sistem interkoneksi Sumatera.

Tiga pembangkit listrik itu merupakan bagian dari rencana pemerintah menyediakan daya listrik sebesar 35.000 MW.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Bisnis PT PLN wilayah Sumatera dalam pertemuan dengan media di Pekanbaru Amir Rosidin seusai meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas Balai Pungut Duri, Bengkalis, Riau, dengan kapasitas 3 x 25 MW atau 75 Megawatt yang sedang dalam tahap uji coba, Senin (21/11/2016) kemarin.

Amir juga mengecek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tenayan Raya Pekanbaru berkapasitas 2 x 110 MW. 

"Kontraktor mengatakan siap melengkapi uji coba satu dari dua pembangkit 110 MW," ujar Amir Rosidin," Senin petang.

Secara bersamaan, PLTU Sumsel 5 di Bayung Lencir, Sumatera Selatan, dengan kapasitas 2 x 150 MW juga sedang dalam persiapan tahap akhir.

Dengan demikian, daya listrik sebesar 485 Megawatt dari tiga pembangkit dapat disalurkan kepada warga pada Desember nanti.

Pada 2017, kata Amir didampingi General Manager PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Feby Joko Priharto, masih ada lagi pembangkit yang siap operasi menambah daya. Misalnya pembangkit kedua PLTU Tenayan Raya (110 MW), Tarahan, Lampung (100 MW). Paya Pasir, Medan (75 MW), Bangka (50 MW) dan Belitung (25 MW).

Seiring daya listrik tersedia, kata Amir, PLN pun menyiapkan jaringan transmisi untuk menambah rasio elektrifikasi di wilayah Sumatera.

Salah satu transmisi penting adalah Saluran Tegangan Ekstra Tinggi (Sutet) jalur Lahat di Sumsel, Muara Bungo di Jambi, sampai ke Kiliranjao di Sumatera Barat. Sutet ini sedang dalam tahap penyelesaian.

Proyek itu dilanjutkan dengan meneruskan transmisi dari Kiliranjao ke Payakumbuh di Sumatera Barat dan ke Padang Sidempuan di Sumatera Utara.

"Saat ini ada 6.000 orang yang tengah bekerja memasang jaringan transmisi itu. Kami dapat bekerja lebih cepat karena PLN diberi kemudahan membeli tanah warga yang terkena proyek dengan harga pasar. Pembebasan lahan menjadi lebih mudah. Proyek-proyek yang dulunya terkendala pembebasan lahan, kini sudah dalam tahap pelaksanaan," kata Amir.

Selain itu PLN pun menyiapkan beberapa Gardu Induk di Pasir Putih, Rengat, Tembilahan, Pangkalan Kerinci, Selat Panjang (Riau), Bangka, Belitung dan gardu-gardu lainnya di daerah pembangkit baru.

"Dengan adanya gardu induk itu, listrik akan semakin tersedia untuk warga di Sumatera sampai ke pedesaan. Sampai saat ini, 1.390 desa di Sumatera belum teraliri listrik. Target kami pada 2019, seluruh desa di Sumatera, akan mendapat aliran listrik," kata Amir memberikan kabar baik.

Apakah dengan penambahan daya 485 MW, kabar buruk byar pet listrik di Sumatera, khususnya Riau, langsung berakhir?

Amir belum dapat memastikan. Dia mengatakan, pemadaman masih dapat terjadi, tetapi skalanya lebih bersifat lokal.

Ia mengaku bahwa masih banyak kendala dalam jaringan yang mesti diperbaiki dan perlu penambahan alat-alat baru untuk mendukung target listrik tanpa padam.

Untuk target itu, PLN kini tengah membenahi jaringan dan gardu serta peralatan pendukung lain se-Sumatera dengan bantuan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia sebesar 1,1 miliar dollar AS. Rinciannya 500 juta Dollar AS dari Bank Dunia dan 600 juta dollar AS dari Bank Pembangunan Asia.

"Proyek pertama dari Bank Dunia targetnya dikerjakan setahun, namun dapat diselesaikan dalam tempo 8 bulan. Ke depan listrik Sumatera akan lebih baik lagi. Kalaupun masih ada pemadaman, hanya bersifat lokal," kata Amir.

Sebenarnya masih ada kabar kurang baik yang jarang diungkap PLN yaitu persoalan PLTA Kotopanjang, Kampar, Riau.

Pembangkit murah itu sepanjang tahun praktis hanya dapat berfungsi normal selama enam bulan, yaitu pada musim hujan.

Pada musim kemarau, waduk yang menenggelamkan sembilan desa di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kampar, pada 1997 itu terus mengalami gangguan karena kekurangan pasokan air.

Dalam dua bulan terakhir ini, air waduk mencapai titik terendah 73 meter di atas permukaan laut .

Dengan ketinggian muka air seperti itu, pengoperasian tiga turbin PLTA berkapasitas 3x38 MW harus dihentikan total. Praktis daya sebesar 114 MW hilang. PLN mengalami kerugian yang tidak sedikit.

PLTA yang dibangun dengan biaya sekitar 31 miliar yen Jepang atau setara Rp 3,7 triliun itu sebenarnya direncanakan dapat bertahan selama 50 tahun.

Namun, hanya berselang 19 tahun sejak dioperasikan tahun 1997, gangguan parah sudah terjadi.

Kawasan hutan yang menjadi daerah tangkapan air waduk di hulu sudah dibabat dan sudah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Daerah tangkapan air berkurang hampir 75 persen. Air yang dulunya ditahan terlebih dahulu di kawasan penyangga, kini lebih cepat dialirkan ke sungai.

Akibatnya, pada musim hujan air yang masuk ke waduk berlangsung sangat cepat dan tidak dapat ditahan.

Pengelola PLTA terpaksa melepas air dalam jumlah besar agar bendungan tidak jebol. Namun, akibatnya debit air terbuang itu menyebabkan banjir di sepanjang daerah aliran sungai Kampar di bagian hilir. Ribuan rumah akan terendam dan petani dan petambak akan mengalami kerugian.

Sebaliknya pada musim kemarau, air yang mengalir semakin sedikit sehingga memaksa PLTA berhenti total. Tanpa perbaikan total, PLTA Kotopanjang nantinya akan menjadi proyek gagal ditengah jalan.

Meski demikian, Amir tidak sependapat dengan istilah proyek gagal di tengah jalan itu. Dia mengatakan, perbaikan daerah tangkapan air di bagian hulu Sungai Kampar yang menjadi sumber air waduk akan dilakukan PLN bersama pemerintah daerah Riau dan Sumatera Barat. Hulu Sungai Kampar berada di dua provinsi bertetangga itu.

Rencana perbaikan daerah tangkapan air itu memang sudah diwacanakan. Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman juga sudah berjanji berkoordinasi dengan Gubernur Sumatera Barat dalam perbaikan DAS Kampar. Namun, anggaran untuk perbaikan DAS itu belum tersedia dalam APBD Riau 2017. Niatan perbaikan DAS itu ternyata masih sekadar wacana.

Akhir Desember atau awal Januari adalah puncak musim hujan di Sumatera, atau Sumatera Barat. Artinya, tidak lama lagi ribuan warga di sepanjang aliran Sungai Kampar harus bersiap-siap lagi menghadapi banjir seperti awal tahun 2016 ini. Kalau banjir terjadi, itu benar-benar berita buruk.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com