Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banggalah Menjadi Suku Pakpak...

Kompas.com - 14/11/2016, 15:26 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

Kembali Sonni dan rekan-rekannya di DPRD mencari referensi yang bisa mendukung penguatan-penguatan perda itu. Mungkin nanti, bisa menggunakan sanksi sosial bagi pelanggar aturan dan mengeluarkan pedoman tata cara adat yang menjadi acuan marga-marga suak Simsim.

Saat ini legislatif sedang menggodok rancangan perda soal tanah ulayat, marga-marga Pakpak Simsin dan menginventarisi aset-aset milik suku.

"Kayak Pelleng, ini satu-satunya makanan khas Pakpak yang harus dipatenkan. Banyak lagi sebenarnya, doakanlah biar DPRD-nya produktif. Budaya dan adat ini bagian dari sejarah, siapa yang menghargainya akan besar," kata pecinta musik yang sudah memproduksi dua album itu.

Dia berasumsi, kurangnya menghargai sejarah ini menjadi salah satu indikator suku Pakpak tidak bangkit dan muncul. Sudah banyak orang-orang suku Pakpak sukses di kancah provinsi dan nasional, tapi sayang, marganya dihilangkan ketika sukses. Kebanyakan marga pengganti adalah marga dari suku Batak Toba.

"Untung almarhum Husni Kamil Manik tidak melakukan hal bodoh ini. Apakah mereka di kampung orang, mencari perlindungan dengan menjual marga?" kata dia seraya menyebut sederet marga setempat seperti Anakampun, Bancin, Tumangger, dan Boangmanalu.

Sonni meminta pemerintah memperhatikan suku Pakpak dan membantu mengembangkan potensi daerah dengan infrastruktur. Jangan seperti dianaktirikan atau sengaja dibiarkan untuk punah. Ia berharap ada punya rumah adat Pakpak yang besar dan layak dibanggakan.

"Untuk yang merasa suku Pakpak, bangkitlah! Jangan malu berbahasa Pakpak dan membawa adat di mana pun, tanpa harus membenci budaya lain. Suku lain juga harus menghargai kami. Lakukanlah upaya-upaya kecil yang berarti," kata politisi Partai Demokrat itu.

Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu mengatakan, tidak ada yang tahu nasib suku Pakpak ke depannya. Empat suak suku Pakpak di luar Kabupaten Pakpak Bharat nyaris hilang.

Karena itulah, muncul perda-perda untuk melindungi melestarikan suku setempat. Suku Pakpak di Pakpak Bharat bukan kelompok marjinal sehingga harus dilindungi dan diantisipasi karena ancaman bisa datang kapan saja.

Upaya itu membuat kabupaten di ujung Provinsi Sumatera Utara ini tiga langkah lebih maju dari daerah-daerah lain yang masih berkutat dengan rancangan perda-perda adatnya.

"Saya orang Pakpak, ketua DPRD-nya orang Pakpak, ini dari presentasi pemerintahan. Kontraktornya orang Pakpak, petaninya orang Pakpak, pelaku usahanya juga orang Pakpak, tidak ada suku Pakpak yang terpinggirkan di sini. Ini yang kami inginkan tidak berubah," kata Remigo.

Sebelum 1932, seluruh Dairi dihuni suku Pakpak namun sekarang suku Batak Toba menjadi mayoritas. Remigo menilai hal itu sebagai catatan buruk.

Dia mencontohkan, jika marga Ujung meninggal dunia dan ingin dikebumikan di tanah ulayat marga Ujung, tanahnya sudah tidak ada lagi. Sudah jadi milik suku lain. Saat ini, tanah marga Ujung menjadi ibu kota Kabupaten Dairi, yaitu Sidikalang.

"Itu suku Pakpak, suak Keppas, marganya jelas. Mungkin kalau ada marga Ujung yang meninggal, tak ada lagi tempatnya di tanah Ujung. Begitulah kira-kira," kata bupati dua periode tersebut.

Penerbitan perda adat itu menjadi pemicu untuk memperbaiki semua kekurangan. Remigo dalam kebijakan-kebijakannya mengacu pada isi perda bahwa adat harus dilindungi di setiap mengambil keputusan.

Perda juga harus memberikan dampak peningkatan ekonomi masyarakat, bisa dari sektor pariwisata dan pengembangan budaya. Ia berharap perda tersebut menjadi model bagi daerah-daerah lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com