Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Jejaring Sosial Menjawab Kebutuhan Modal bagi Seorang Lanjut Usia...

Kompas.com - 10/11/2016, 12:58 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Senyum Retno Wahyu (70) mengembang ketika Kompas.com bertamu ke rumahnya di Perum Leyangan Damai RT 02 RW 01, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang.

Rumah itu sangat sederhana bila dibandingkan dengan tetangga sekitarnya. Rumah Retno masih asli bangunan Perumnas yang belum tersentuh renovasi sama sekali.

Dindingnya dari batako yang sudah rapuh. Lantainya plesteran kasar dan kusen-kusen pintu serta jendela sudah tak utuh lagi karena dimakan rayap.

Kursi dan sebuah radio usang terlihat di antara sedikit perabotan sederhana di dalam rumahnya.

"Ini bukan rumah saya. Ini rumah kontrakan saya yang kesekian kalinya di Leyangan Damai ini," kata Retno.

Selama empat tahun terakhir, Retno tinggal di rumah itu bersama seorang cucunya yang berusia 14 tahun. Cucu tersebut dititipkan padanya karena anaknya, orangtua sang cucu, telah bercerai.

Setiap tahun, pensiunan PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang itu selalu berpindah rumah karena harga sewa terus naik hingga di luar jangkauannya. Sebisa mungkin Retno mencari rumah yang harga sewanya paling murah seperti yang ia huni saat ini.

"Tapi ya itu, pintunya tidak ada. Saya bikin sendiri dari tripleks bekas dan kardus-kardus, saya pasang sendiri," kata Retno.

Penghasilan Retno tidak banyak. Uang pensiunnya hanya cukup untuk keperluannya seorang diri dan mencicil utang, padahal ia harus membesarkan cucunya.

Ketika masih bekerja sebagai PNS, ia dua kali tertipu saat membeli rumah. Hidupnya kian sulit ketika suaminya terserang stroke. Usaha kantin di Puskesmas Leyangan yang menjadi pegangan seusai dia pensiun terpaksa ditinggakannya.

Dia kemudian fokus merawat suaminya sambil berjualan kecil-kecilan di rumahnya. Suami Retno wafat pada Oktober 2013. Retno seorang diri menanggung utang yang belum lunas.

"Dari usaha jualan, modalnya lama-lama habis untuk bayar utang dan makan sehari-hari. Gambaran nasib saya ini seperti tsunami, habis semua," tuturnya.

Retno tidak ingin mengeluh atas hidupnya. Namun, ia berharap negara hadir saat warga berkekurangan seperti dirinya berupaya mendapatkan modal untuk usaha kecil-kecilan.

"Saya tidak mau dikasihani, makanya saya cari pinjam untuk usaha. Saya harus kuat untuk cucu saya," kata Retno.

Retno mengaku sudah beberapa kali datang ke Unit Pengelola Keuangan (UPK) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Leyangan Sejahtera untuk mengajukan pinjaman.

UPK BKM merupakan badan pengelola atau penyalur pinjaman bergulir P2KP/PNPM kepada kelompok swadaya Masyarakat yang beranggotakan warga kurang mampu.

Upayanya menemui jalan buntu. Pengajuan pinjaman modal itu ditolak. Ia kemudian beralih ke kantor Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan/Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (P2KP/PNPM) Kabupaten Semarang untuk keperluan yang sama. Lagi-lagi ia gagal dan diminta menghubungi UPK BKM Leyangan.

Karena terdesak kebutuhan hidup, Retno terpaksa meminjam uang dari rentenir dengan bunga pinjaman tinggi. Usahanya berjualan minuman ringan dan bensin pun berjalan lagi, tetapi tak bertahan lama.

"Bagaimana mau nabung, wong pinjam Rp 500.000, cairnya hanya Rp 335.000. Setelah itu tiap minggu harus setor Rp 65.000. Akhirnya tutup," kata dia.

Banyak yang membantu

Retno terperangkap dalam jerat rentenir, utangnya menggunung. Untunglah Retno memiliki tetangga-tetangga yang baik hati, yang kerap memberinya makanan atau bahan pokok lainnya.

"Saya suka kasihan, masa tiga hari sampai tidak masak. Kalau hanya sepiring nasi, saya bilang ke Bu Retmo, silakan saja minta ke rumah," kata Sri, tetanga Retno.

Bantuan juga datang dari sejumlah sopir angkot yang mengenal Retno atau cucunya. Mereka menolak ketika cucu Retno ingin membayar ongkos perjalanan.

Baru-baru ini, sejumlah netizen dari grup Facebook Ungaran juga datang memberikan bantuan untuk Retno.

Anak-anak muda yang tergabung dalam Paguyuban Ungaran Timur itu mengumpulkan donasi sebesar Rp 580.000 dan membelikan peralatan dan barang dagangan untuk Retno.

"Beliau tidak minta-minta, tapi ingin pinjam uang untuk usaha jualan kecil-kecilan. Akhirnya Selasa (8/11/2016) pagi-pagi, kami belanjakan uang yang terkumpul untuk membeli blender, bubuk minuman, dan kabel dan sudah kami serahkan kepada Ibu Retno," ujar Koordinator PUT Tom Fadilla (35) saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/11/2016) petang.

Retno mensyukuri uluran tangan itu. Di saat harapannya akan bantuan dari negara tak kunjung terwujud, ada jejaring sosial yang membantu cuma-cuma.

Ia berharap usahanya bisa berkembang sehingga ia bisa berdaya dan menyekolahkan cucunya hingga perguruan tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com