Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keteladanan Ngabe Soekah, Tokoh Bijaksana di Palangkaraya

Kompas.com - 02/11/2016, 05:28 WIB
Megandika Wicaksono

Penulis

Selama tinggal dengan Apung, Sipet menjadi lebih kenal kehidupan masyarakat setempat. Misalnya, saat ada warga yang tertimpa kedukaan, bendera hitam dipasang di depan rumahnya.

Bahkan, ada pula kebiasaan pagelaran judi dadu gurak yang menyertai setiap kedukaan dengan dalih uang hasil perjudian akan diserahkan kepada keluarga yang berduka.

Melalui pesan dari kakeknya lewat mimpi-mimpi, Sipet berusaha mengingatkan para pemuda yang bermain judi hingga larut malam dan justru mengganggu warga lainnya. Namun, pemuda tersebut justru melawan dan terjadilah perkelahian.

Di kemudian hari, Sipet kembali bertemu dengan Manyang. Lalu diketahui bahwa ternyata cinta yang bersemi antara Salundik dan Manyang adalah cinta antara paman dan keponakan. Salundik ternyata adalah adik dari ayah Manyang.

Melihat Manyang mulai berkenalan dan berjalan bersama Sipet, Salundik pun terusik dan justru memaksa Manyang untuk segera menikah. 

Ayah Manyang tidak merestui hubungan cinta tersebut, tetapi Salundik yang tempramental terus melawan.

Karena perkawinan dalam hubungan keluarga itu dilarang, Salundik tetap memaksakan perkawinan dengan Manyang meski harus menjalani ritual kawin sala huruy kana jipen kuman lai dulang bawui yaitu suatu ritual di mana kedua calon mempelai harus merangkak dan makan bagaikan binatang.

Atas petunjuk dari Ngabe Soekah lewat setiap mimpi bahwa perkawinan tersebut dilarang, kemudian, saat ritual itu berlangsung, Sipet mencoba menghentikannya.

Sang mantir atau sesepuh adat setempat yang memimpin ritual sempat marah dan hendak melawan Sipet. Namun, karena perlindungan Ngabe Soekah, mantir tersebut kalah dan memahami apa yang dilakukannya salah.

Pada akhir kisah, Salundik dan Manyang tidak jadi menikah. Manyang pun menjalin cinta dengan laki-laki lain, tetapi bukan dengan Sipet.

Film ditutup dengan sejumlah sajian tari-tarian khas suku Dayak serta ritual adat yang masih tetap dilestarikan hingga saat ini, seperti ritual potong pantan yaitu upacara memotong kayu penghalang bagi tamu kehormatan.

Sutradara "Tamunan Ngabe" Rachmad Rangkuti mengatakan, film dengan genre modern ini digarap dengan tujuan membangkitkan sejarah yang ada agar generasi muda tidak melupakan sejarahnya.

"Tujuannya adalah warga mengenal Tugu Soekarno ini dulu Desa Pahandut yang dipimpin Ngabe Soekah dan pesan beliau adalah anak-cucu keturunan agar hidup rukun serta sesuai konsep huma betang yaitu menjaga pluralisme yang ada dengan hidup rukun, saling membantu, dan tolong-menolong," kata Rachmad.

Film ini dipersembahkan oleh Pemerintah Kota Palangkaraya dan Yayasan Manggatang Utus Ngabe Soekah untuk memperingati Hari Jadi ke-51 Pemerintah Kota Palangkaraya dan Hari Jadi ke-59 Kota Palangkaraya.

"Filmnya bagus karena mengangkat budaya dengan cara kekinian. Lewat film ini saya jadi tahu ada tokoh Ngabe Soekah di Palangkaraya," kata Anto (25) warga Palangkaraya yang turut menonton film tersebut.

Wakil Walikota Palangkaraya Mofit Saptono menyampaikan, film ini merupakan suatu rangkaian cerita yang mengandung kekayaan historis yang harus dipahami dan diketahui khalayak.

"Ada suatu harapan ketika dokumen-dokumen itu sudah kita buat bersama, nantinya setidak-tidaknya bisa memberikan penjelasan bagi generasi mendatang tentang historis kota Palangkaraya, bahkan bukan tidak mungkin bahwa dokumen-dokumen ini akan kita direct (arahkan) menjadi dokumen untuk mengisi kurikulum lokal yang ada di sekolah-sekolah," papar Mofit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com