Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian Eks PKI, Tak Kuat Disiksa, Tahanan Berebut untuk Dibunuh

Kompas.com - 01/10/2016, 08:18 WIB
Slamet Priyatin

Penulis

 

“Tapi anehnya, tahanan lain kalau tidur di ruang mayat ini, beberapa hari kemudian ikut mati. Saya juga heran. Tapi saya masa bodo,” katanya dengan bahasa Jawa campur Betawi.

Menurut Babe, banyak tahanan yang memilih mati karena tidak kuat siksaan. Sampai-sampai bila ada tentara yang memanggil nama seseorang, mereka berebut mengacungkan tangan. Padahal mereka tahu akan dibunuh.

“Karena saya sering membalas bila dihajar, lalu saya dipindah ke tahanan yang ada di Plantaran, Kaliwungu,” ujarnya.

Tahanan di Kaliwungu, menurut Mardiyono, mulai dipugar sekitar tahun 1900-an. Selain untuk perluasan alun-alun juga digunakan untuk jalan. Sekarang ini, tambah alumni S2 UKSW Salatiga itu, yang ada tinggal bangunan Kawedanan.

“Saya tahun persis, karena saya asli sini, dan dulu saya mainnya juga di sini,” kata Mardiyono.

Ruang tahanan Plantaran

Jarak tahanan Plantaran dengan Alun-alun Kaliwungu hanya sekitar 3 kilometer. Berbeda dengan tahanan Kaliwungu yang tinggal Kawedanan saja. Tahanan Plantaran yang kini beralih fungsi menjadi gudang beras. Namun bangunannya masih banyak yang belum berubah. Hanya butuh waktu tidak lebih 10 menit untuk sampai ke Plantaran.

“Bangunan di tengah itu, bangunan baru,“ kata Babe setelah sampai di tempat tujuan.

Babe menceritakan, di penjara Plantaran lebih enak jika dibandingkan dengan penjara di Kaliwungu. Sebab, tidak ada penyiksaan meskipun jatah makanannya tidak lancar. Kadang seharian sekali, kadang dua kali, bahkan terkadang pula tidak makan sama sekali.

“Padahal di sekitar sini banyak penjual makanan. Ada sate ayam, gorengan dan lainnya. Jadi kalau pas kami kelaparan, kami seperti tersiksa ketika mencium bau bakaran sate atau gorengan,” katanya.

Babe menjelaskan, tahanan ini dijaga banyak tentara.

“Ada ratusan tahanan di sini. Teman satu tahanan saya yang masih kuingat, di antaranya bernama Supari , Yanto, Muhram, Sabar, Surono, Sujud, Naryo, dan Dirman. Di antaranya masih ada yang hidup. Di antaranya Supari,” jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com