Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aji Chen Bromokusumo
Budayawan

Anggota DPRD Kota Tangerang Selatan Fraksi PSI dan Anggota Komisi IV DPRD Kota Tangerang Selatan

Kaki yang Terlipat

Kompas.com - 30/09/2016, 20:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Konon sampai sekarang, masih ada masyarakat di pedalaman China yang masih memraktekkan pelipatan kaki seperti itu, yang merupakan peninggalan keyakinan dari jaman Dinasti Qing.

Di Indonesia, mungkin sekarang ini masih ada beberapa wanita usia lanjut yang masih memiliki bentuk kaki yang demikian. Masa saya kecil, masih banyak teman-teman angkatan saya yang mempunyai nenek dengan kaki yang terlipat.

Di Semarang, masyarakat kebanyakan menyebutnya dengan ‘emak kathok’ (emak celana), yaitu nenek-nenek yang berpakaian seperti dalam foto pertama di atas. Kelompok nenek-nenek ini mengenakan celana panjang komprang dengan baju atas lengan panjang.

Kelompok ini disebut juga dengan Tionghoa Totok, masih asli dari China, dan merupakan pendatang yang langsung dari China masuk ke Indonesia.

Sementara ada kelompok satu lagi yang biasa disebut ‘emak jarik’ (atau emak berkebaya). Yaitu kelompok nenek-nenek dengan kaki yang tidak terlipat, kebanyakan sudah lahir dan besar di Indonesia. Sebagian bahkan kawin campur dengan penduduk setempat, dan sudah merupakan beberapa generasi keluar dari China.

Kelompok ini sering disebut dengan Tionghoa Peranakan atau Tionghoa Babah. Pakaian yang dikenakan pun merupakan lintas budaya asimilasi antara budaya China dengan budaya setempat, dengan variasi baju kurung dan motif kebaya yang bercorak oriental. Di beberapa daerah di Indonesia, kelompok nenek-nenek ini disebut juga dengan ‘encim’.

Yang saya tahu, masih ada ribuan wanita Tioghoa berusia lanjut mengenakan gaya berbusana seperti itu di Jawa Tengah. Kebanyakan adalah di kota-kota pantai utara Jawa, dari Cirebon, Tegal, Pekalongan, Brebes, Semarang, Jepara, Welahan, Lasem, Kudus, sampai ke Surabaya.

Demikian sekelumit tulisan tentang standar kecantikan di masa Dinasti Qing dan sepenggal tentang budaya Tionghoa Peranakan di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com