Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah TKI yang Baru Mempunyai Buku Nikah Setelah 30 Tahun Menikah

Kompas.com - 27/09/2016, 06:07 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SARAWAK, KOMPAS.com - Wajah Haris Hikma (47) tampak semringah. Ia bersama istrinya Siti Fatimah (43) hari ini berdandan ala pengantin baru. Padahal, mereka sudah menikah 30 tahun silam, tepatnya pada tahun 1986.

Senin (26/9/2016) siang, suami istri ini menjalani sidang isbat nikah yang diselenggarakan Pengadilan Agama dari Jakarta, yang diinisiasi oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Sarawak, Malaysia.

Kepada Kompas.com, Haris menuturkan, kisah hidupnya menakhodai bahtera rumah tangga bersama istrinya itu, selama 30 tahun terakhir sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.

Berangkat dari kampung halaman di Bulukumba, Sulawesi Selatan, pada tahun 1986, ia bersama istrinya langsung menuju Sabah, Malaysia, menggunakan kapal laut berbekal paspor dan pakaian seadanya.

Mereka bekerja di salah satu perkebunan kelapa sawit di Sabah. Saat itu, keduanya masih berstatus pacaran dan belum menikah. Haris berusia 17 tahun, sedangkan Siti saat itu baru berusia 13 tahun.

Haris sempat mengenyam pendidikan hingga kelas I SMA, sementara istrinya hanya sempat bersekolah hingga kelas I sekolah dasar.

"Dia (istrinya) masih sangat kecil (muda) sekali waktu saya bawa ke sini," ujar Haris kepada Kompas.com.

Haris menuturkan, selang dua bulan, ia berada di Sabah. Mereka kemudian melangsungkan pernikahan yang disaksikan pemuka agama kampung setempat tempat mereka tinggal. Sebagai bukti pernikahan, selembar surat keterangan mereka dapatkan.

Haris mengaku, saat ini surat tersebut entah ada di mana.

Kabar pernikahan itu kemudian mereka sampaikan kepada keluarga di kampung halaman. Seperangkat alat shalat dan sebidang tanah kebun menjadi maskawin mereka saat itu.

Meski ia enggan menceritakan apakah pernikahan mereka saat itu tercatat di pencatatan sipil atau tidak, yang jelas anak mereka memiliki akta kelahiran yang digunakan untuk berbagai kelengkapan administrasi mulai dari sekolah hingga jenjang pekerjaan.

Pada tahun 1988, anak pertama mereka yang bernama Muhamad Ali lahir, disusul tahun 1989 anak kedua yang bernama Awaludin, dan anak ketiga pada tahun 1998. Bertahun-tahun pula ia bersama sang istri hidup dari satu perkebunan ke perkebunan lainnya.

Mereka kemudian pindah bekerja ke daerah Miri pada tahun 1998, kemudian berpindah lagi ke daerah Mukah, Sibu, Sarawak pada tahun 2003 hingga saat ini.

Anak pertamanya saat ini mengabdi kepada negara sebagai anggota TNI AD di Batalyon Infanteri Rider berpangkat Sersan Satu di Makassar. Anak keduanya bekerja di perusahaan pelayaran di Samarinda. Sementara anak ketiganya masih duduk di bangku kelas dua di salah satu pesantren yang ada di Makassar.

Anak pertama dan kedua lahir di Sabah, Malaysia, sedangkan anak ketiga lahir di Bulukumba saat keduanya pulang ke kampung halaman.

Administrasi dan dokumen

Saat pertama datang ke Malaysia, kedua suami Istri ini menggunakan nama asli mereka masing-masing. Haris Hikma menggunakan nama asli Bahtiar, sedangkan Siti Fatima menggunakan nama asli Sakina. Nama itu pula lah yang melekat di akta kelahiran anak mereka masing-masing, sebagai dokumen dasar yang wajib dimiliki setiap warga negara Indonesia.

Nama tersebut, sesuai dengan surat keterangan menikah yang mereka dapatkan, yang dikirim ke kampung halaman. Selama bekerja di Malaysia, anak-anak mereka tumbuh dan berkembang dirawat oleh paman dari sang istri di kampung halaman.

Entah mengapa, pada tahun 2001 nama mereka berubah. Bahtiar menjadi Haris Hikma, dan Sakina menjadi Siti Fatimah.

"Tahun 2001 perpanjangan paspor yang di urus sama agen (majikan) dan nama saya berubah sampai sekarang pakai nama yang ada di paspor saat ini," jelasnya.

Perubahan nama tersebut, tuturnya, tidak dibarengi dengan perubahan status berkeluarga yang ia sandang. Alhasil, selama lebih dari 15 tahun ia menyandang status lajang di dokumen keimigrasian.

KOMPAS.com/Yohanes Kurnia Irawan Haris Hikma (kiri) dan Siti Fatimah (kanan) memegang buku nikah yang diberikan usai mengikuti sidang itsbat nikah yang diselenggarakan di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching (26/9/2016). Kedua pasangan ini mendapat buku nikah setelah 30 tahun lebih membina rumah tangga di negeri Jiran, Malaysia
Sidang isbat nikah

Saat mendengar informasi mengenai sidang isbat nikah yang digelar Konsulat, mereka kemudian berupaya mendaftar. Bersama 26 pasang suami istri lainnya, mereka menjalani sidang yang digelar oleh pengadilan agama. Mereka pun turut membawa masing-masing saksi pernikahan.

"Kenapa urus buku nikah saat ini, sebagai pembuktian kalau memang sudah menikah. misalnya mau kemana-mana atau (seumpama) menginap di hotel, ada bukti kalau kami sudah menikah," ujar Haris.

Konsul Jenderal KJRI Kuching, Jahar Gultom, mengatakan, sidang tersebut merupakan salah satu upaya dan kegiatan perlindungan untuk WNI dan TKI dalam bentuk penerbitan buku nikah kepada pasangan suami istri. Banyaknya pernikahan yang dilakukan WNI khususnya para TKI yang tidak tercatat baik di KJRI maupun di kantor KUA membuat program ini harus dilaksanakan.

Pelaksanaan sidang isbat nikah ini tidak dipungut biaya yang besar. Sepasang peserta hanya dikenakan biaya administrasi sebesar 38 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 116.000. Uang tersebut langsung dikirimkan ke rekening pengadilan agama pusat di Jakarta.

Tahun ini, terdaftar 191 pasang yang akan mengikuti isbat nikah. Namun, jumlah tersebut menurun menjadi 135 pasang yang disebabkan adanya kendala teknis.

Acara nikah tersebut akan diselenggarakan selama tiga hari, mulai Senin (26/9/2016) hingga Rabu (28/9/2016).

"Bagi pasangan yang telah menjaIani sidang isbat dan dinyatakan sah akan mendapatkan buku nikah sebagai bentuk pengesahan perkawinan atau pernikahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia," ujar Jahar Gultom.

Pada sidang isbat tahun 2013 lalu, KJRI sukses mengesahkan 110 pasang suami istri nikah siri WNI yang berada di Sarawak. Pernikahan siri dapat diartikan sebuah pernikahan yang dilakukan secara sah menurut hukum agama, tetapi tidak tercatat dalam perlembagaan sipil atau di KUA.

"Sebuah pernikahan siri hanya sah dari sisi hukum agama saja, karena sudah memenuhi syarat sah dan wajibnya menurut syariat Islam, yaitu adanya pengantin pria, adanya wali perempuan, dua saksi, ijab kabul, dan mahar," ujarnya.

Namun, secara hukum negara, selama pernikahan siri tersebut tidak didaftarkan atau dilaporkan kepada KUA atau kantor catatan sipil, maka status pernikahan tersebut lemah secara hukum. Dengan demikian, apabila terjadi persengketaan dan masalah yang berhubungan dengan pernikahan, seperti perceraian, pembagian warisan, hak asuh anak, maka tidak ada perlindungan dan pembelaan hukum karena tidak adanya bukti dan pernikahan yang dicatatkan.

Pernikahan yang dilakukan para WNI di luar negeri, khususnya di Sarawak, merupakan pernikahan siri karena pernikahan tersebut tidak dilakukan di depan pegawai pencatat pernikahan (KUA) dan hanya di lakukan di hadapan saudara terdekat yang dinikahkan oleh kiai atau ustaz. Akibatnya, banyak kasus yang disebabkan pernikahan siri ini.

"Contohnya, masih banyak anak yang dilahirkan masih belum mempunyai akta kelahiran," papar Jahar.

Apabila tidak mempunyai akta kelahiran, maka merembet pada kasus lain seperti tidak bisa bersekolah, tidak bisa mengurus paspor atau bahkan tidak memperoleh hak dalam pembagian warisan.

Hal tersebut pulalah yang melatarbelakangi isbat nikah perlu dilakukan. Isbat nikah adalah suatu langkah penetapan pernikahan dari pengadilan agama atas pernikahan yang dilakukan menurut syariat Islam dan tidak dicatat oleh pegawai berwenang.

Isbat nikah ini berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 08-KMA/SK/V 2011 tertanggal  25 Mei 2011 tentang Izin Sidang Pengesahan Perkawinan (Isbat Nikah) di Kantor Perwakilan Republik Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com