Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ternyata, Orang Polahi Tak Makan Satwa yang Dilindungi"

Kompas.com - 03/09/2016, 07:54 WIB
Rosyid A Azhar

Penulis

GORONTALO, KOMPAS.com – Meskipun tinggal di hutan dalam lingkup terbatas, ternyata orang Polahi bukanlah pemakan satwa liar utama yang dilindungi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Antropolog Burung Indonsia, Marahalim Siagian.

Orang Polahi adalah masyarakat Gorontalo yang tinggal di hutan secara turun-temurun sejak ratusan tahun.

Hidup secara berkelompok kecil dan terisolasi. Sebagian dari mereka masih menggunakan pakaian minim yang terbuat dari daun woka (palem) muda.

“Orang Polahi mengidentifikasi diri sebagai Lo lahi mai to kambungu, ode o ayua. Dalam bahasa Polahi maupun Gorontalo, arti harfiahnya adalah ‘orang kampung yang lari ke hutan’," kaya marahalim.

"Polahi merupakan sebutan yang dipakai dan diterima oleh Orang Polahi sendiri maupun dari orang luar," ungkap dia, Sabtu (3/9/2016).

Marahalim menjelaskan makna Polahi dalam konteks percakapan sehari-hari di Gorontalo berkonotasi negatif, seperti orang yang tidak tahu aturan, orang yang tidak mau diatur, orang yang masih liar, orang yang sopan dan santunya kurang, orang yang tidak tahu agama.

Dia mengaku tak mudah menemui Orang Polahi. Ia harus menemukan sekelompok kecil di tengah rimba raya hutan hujan tropis Gorontalo pada April-Mei 2016 lalu.

Dari ketingian 67 m di Pangahu, Marahalim memasuki jantung hutan Suaka Margasatwa Nantu. Mendaki ke ketinggian 300 meter, kemudian 665 meter, hampir vertikal.

Kondisi hutan dan pegunungan menjadi tantangan berat dalam perjalanan ini.

Setelah berjalan 18 jam, mereka berjumpa dengan komunitas kecil Suku Nomadik Polahi di jantung hutan Nantu yang masih perawan.

Ini merupakan penelitian terbaru yang dilakukan secara langsung hidup bersama mereka.

Sebagai masyarakat yang tinggal di hutan, selama ini orang beranggapan bahwa Polahi adalah ancaman utama keberadaan satwa liar, endemik maupun yang langka dan dilindungi.

“Ada pertanyaan apakah Orang Polahi mengonsumsi satwa endemik Sulawesi, seperti monyet, anoa, rangkong, atau maleo?” kata Marahalim.

Namun berdasarkan penelitian Marahalim selama hidup bersama keluarga Polahi di Hutan Nantu, membuktikan bahwa mereka ini bukan pemakan satwa yang dilindungi.

Bahkan, orang Polahi menabukan memakan sejumlah satwa meskipun di lingkungan mereka satwa itu hidup berlimpah.

Orang Polahi menabukan untuk mengonsumsi rangkong (alo), maleo (bungga), pelatuk (bilitua), elang (bulia), nuri (cori), dan weris putih (buluwa’a).

Namun Orang Polahi tidak menabukan untuk mengonsumsi burung weris hitam (buluito), burung hantu (malu’o moluwola), kelelawar (abahu), biawak (biawa’o), tondoti (?), kucing hutan (tete lo wonu), tikus (udu), tupai (talenta), kuskus (bubudu) dan anjing hutan (apula lo huta).

“Satwa liar lindung endemik Sulawesi seperti yakis dan babi rusa, ternyata tidak dikonsumsi oleh Polahi karena alasan berbeda," kata dia.

"Yakis tabu dikonsumsi karena yakis dipercaya merupakan jelmaan manusia” jelas Marahalim.

Lain lagi alasan babi rusa dan jenis babi lainnya tidak dimakan. Polahi percaya bila mereka memakan daging babi rusa maka tubuh mereka akan menderita gatal-gatal.

Walaupun gatal-gatal tidak menyebabkan kematian dibandingkan menderita kelaparan, namun Polahi berpendapat, lebih baik mencari makanan alernatif lain di hutan daripada mengambil risiko terserang gatal-gatal.

“Ular juga tidak dimakan Orang Polahi dengan alasan tidak menyukai dagingnya," kata dia.

 “Dalam kajian antropologi, di setiap masyarakat ada sistem kategori makanan yang merupakan defenisi tentang makanan," ungkapnya.

"Apa yang dianggap tabu dan tidak tabu, boleh dan tidak boleh, atau dalam dikotomi Islam disebut halal versus haram,” kata Marahalim.

Tidak semua sumber makanan yang ada di lingkungan hidup Orang Polahi dimanfaatkannya karena batasan budaya dan agama tersebut.

Orang Polahi selalu membangun rumah berdekatan dengan sungai. Alasan utamanya adalah kebutuhan protein hewani didapat dari ikan yang diambil dari sungai ini.

“Makanya pemukiman Polahi tidak pernah besar. Jika sudah membesar dalam beberapa keluarga maka sumber makanan mereka tidak akan mencukupi," urai Marahalim.

"Solusi yang ditempuh adalah sebagian mereka akan membentuk komunitas baru di tempat lain,”  sambungnya. 

Jenis ikan air tawar adalah kunci ketersediaan protein hewani yang dimakan Orang Polahi.

Mereka memakan mujair (dulamahe), gabus (tunggi), sepat (kukubi), moa (otili), jenis moa (busala), udang (hele), lele (lele), dan gabus (tola).

Untuk buah, Orang Polahi tidak menabukannya. Semua jenis buah dapat dikonsumsi.

Langsat (bohulo), rambutan (rambutan), jambu air (omuto), mangga (dulamayo), buah rotan (hungo lo hutiya), buah kayu (dengilo), dan buah kayu (butungale).

Kehidupan Orang Polahi selalu menarik untuk diteliti. Belum banyak penelitian yang membuka tabir kehidupan mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com