Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nurhayati, Derita Tiada Akhir TKI Korban Perdagangan Manusia

Kompas.com - 30/08/2016, 15:57 WIB
Emanuel Edi Saputra

Penulis

BERBAGAI cerita pilu dialaminya sejak belia. Mulai dari nyaris diperkosa hingga terlunta-lunta dari satu daerah ke daerah lain.

Ia pun terpaksa menikah siri dijadikan istri ketujuh demi bertahan hidup. Trauma mendalam hingga kini begitu membekas.

Nurhayati (24), warga asal Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat,  itu menjadi korban perdagangan manusia pada usia 13 tahun. Pamannya sendiri yang terlibat dalam pergangan manusia itu.

Pada 1991 saat Nurhayati masih di kandungan ibunya, dengan usia kandungan delapan bulan, orangtuanya sempat bercerai. Pasca perceraian, ibunya memiliki pacar.

Namun, saat Nurhayati berusia 11 tahun, orangtuanya rujuk. Meskipun sang ibu sudah rujuk dengan ayahnya, ibu Nurhayati masih berkomunikasi dengan pacarnya tersebut.

Saat Nurhayati berusia 13 tahun, entah mengapa, ibunya meminta Nurhayati menikah dengan mantan pacar ibunya.

Dugaan Nurhayati, ia disuruh menikah untuk menggantikan posisi ibunya karena sang ibu rujuk dengan ayahnya. Nurhayati menolak.

Nurhayati minggat ke rumah pamannya bernama Agus (40) yang tidak jauh dari rumah orangtuanya. Nurhayati menceritakan situasi itu kepada pamannya.

Hal itu justru dimanfaatkan pamannya dengan menawarkan pekerjaan di Malaysia kepada Nurhayati. “Saya menerima tawaran itu agar terhindar dari pernikahan,” kata Nurhayati ditemui di Desa Andeng, Kabupaten Landak, Kalbar, pertengahan Juni 2016.

Pada 2005, ia pun minggat bersama pamannya menyeberang dari Sumbawa Besar menuju Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Nurhayati tidak pamit kepada orangtuanya.

Di Tanjungpinang, pamannya membuatkannya paspor. Petugas Imigrasi sempat menolak karena usia Nurhayati masih 13 tahun. Paman Nurhayati bernegosiasi dengan pihak Imigrasi dan akhirnya usia Nurhayati bisa dijadikan 20 tahun, sehingga mendapatkan paspor.

Dua pekan berlalu, paspor pun selesai, Nurhayati dan pamannya pergi menyeberang dengan kapal penumpang menuju Johor. Mereka tiba di Malaysia sekitar pukul 01.00 waktu setempat. Mereka melanjutkan perjalanan menggunakan bus menuju lokasi kerja.

Nyaris diperkosa

Setelah beberapa jam, bus yang ditumpangi berhenti dan pamannya mengajak tidur di hotel karena sudah larut malam. Kejanggalan mulai terlihat. Pamannya hanya memesan satu kamar. Pamannya beralasan, supaya mudah mengawasi Nurhayati.

Saat Nurhayati tertidur pulas, pamannya berupaya memerkosanya. Nurhayati terkejut dan menendang pamannya. Sang paman pun tidak berani melanjutkan niatnya. Pamannya keluar kamar lalu menelepon seseorang yang ternyata pihak kedua.

Pamannya menerima sejumlah uang dari pihak kedua. Nurhayati tidak diperkosa pihak kedua, tetapi malam itu juga langsung berangkat dengan mobil pribadi milik pihak kedua tersebut tanpa didampingi pamannya.

Selama di jalan tidak ada masalah. Paginya, mereka tiba di lokasi kerja.

Ia bekerja di pom bensin di negera bagian Johor dua tahun dari 2005 hingga 2007 dengan gaji 1.000 Ringgit Malaysia per bulan atau setara dengan Rp 3,2 juta per bulan. Nurhayati bekerja dari pukul 04.000 hingga 16.00.

Setelah bekerja di pom bensin, ia harus bekerja lagi di rumah majikan tempat ia tinggal. Ada juga TKI lain yang sudah dahulu tinggal di sana. Ia memasak dan membersihkan rumah.

Meskipun Nurhayati minggat dari rumah, ia mengirimkan sebagian penghasilannya kepada orangtuanya. Namun, karena tidak ada nomor rekening orangtuanya, ia terpaksa meminta bantuan paman yang menjualnya itu lewat telepon.

Nurhayati mengirim lewat rekaning pamannya. Ia meminta pamannya mengantar uang itu kepada orangtuanya. Kebetulan pamannya sudah di Sumbawa Besar waktu itu.

Diduga meninggal

Akhir 2007, Nurhayati berupaya menghubungi orangtuanya menggunakan telepon. Namun, orangtuanya mengira ia sudah meninggal.

“Ternyata beberapa bulan setelah saya tinggalkan, ada orang mengantarkan jenazah perempuan ke rumah orangtua saya yang namanya juga Nurhayati dengan wajah jenazah yang sudah rusak. Saya tidak tahu siapa yang mengirim jenazah itu,” ujarnya.

Nurhayati berusaha meyakinkan orangtuanya bahwa itu bukan jenazah dia. Orangtuanya akhirnya percaya.

Setelah itu, Nurhayati menanyakan uang kirimannya apakah sudah disampaikan pamannya atau belum. Ternyata uang itu tidak sampai kepada orangtuanya.

Orangtuanya meminta Nurhayati pulang. Nurhayati menolak dengan alasan ia ingin bekerja. “Selama tiga tahun berturut-turut saya berganti pekerjaan mulai dari bekerja di kebun buah di Johor, sampai bekerja di kebun bunga di Sibu, negara bagian Sarawak,” ujarnya.  

Total lima tahun ia bekerja di Malaysia. Selama di Malaysia Nurhayati mengaku tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk dari majikan. Hanya saja, perlakuan pamannya menyisakan luka mendalam.

Pada 2010, ia memutuskan kembali ke Indonesia dengan membawa uang tabungan Rp 30 juta. Ia tidak langsung pulang ke NTB melainkan ke Pontianak, Kalbar melalui Entikong, Kabupaten Sanggau, bersama rekan-rekan kerjanya sesama perempuan selama di Malaysia.

Terlunta-lunta

Saat di Pontianak, uang tabungannya dan telepon selulernya dicuri temannya. Ia tidak memiliki uang sepeser pun dan tidak bisa menghubungi siapapun.

Ia terlunta-lunta beberapa hari. Dalam kondisi seperti itu, ia terpaksa pernah menjadi penjaga warung kopi di daerah hiburan malam.

Nurhayati juga pernah menikah siri dengan pemilik pabrik pemecah batu dan dijadikan istri ketujuh di usianya 21 tahun, agar bisa bertahan hidup. Namun, ia meninggalkan suaminya karena diperlakukan tidak baik.

Pada 2015, saat usianya 23 tahun, ia menikah lagi dengan pemuda asal Desa Andeng, Kabupaten Landak dan tinggal di sana hingga kini.

Kepala Seksi Penyiapan dan Penempatan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Pontianak As Safii, menuturkan, Nurhayati adalah satu dari ribuan TKI korban pemberangkatan TKI secara ilegal.

Periode Januari-Mei 2016 saja, ada 1.060 orang yang dipulangkan dari Malaysia karena dideportasi dan ditemukan dalam penggerebekan di tempat penampungan sementara.

Mereka berangkat secara ilegal. Pemberangkatan TKI secara ilegal biasanya modus perdagangan manusia.

Kisah yang dialami Nurhayati akan terus terjadi pada TKI-TKI lainnya jika pengawasan terhadap pintu batas negara masih lemah. Pintu perbatasan menjadi celah bagi calo TKI untuk mengambil keuntungan.
    
    

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com