Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkah Hutan Bakau bagi Para Perempuan Adat Enggano

Kompas.com - 18/08/2016, 09:47 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Noey (27), perempuan warga adat Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, menenteng ember dan sebilah golok.

Wajah mudanya terlihat penuh harap pagi itu, Selasa (15/8/2016), menuju hutan bakau yang terletak di pesisir Desa Kahyapu, Pulau Enggano.

Kaki Noey selincah kijang tanpa alas menghindari pecahan karang dan menyelipkan tubuh rampingnya di sela-sela akar bakau. Ia tahu di mana posisi kerang buruannya berada.

Noey melakukan aktifitasnya hari itu mencari kerang bakau di antara selipan akar bakau yang bersilang dan menggurita kokoh menghujam ke perut bumi.

Hutan bakau bagi perempuan-perempuan adat Enggano merupakan pemberi berkah. Bakau menjadi rumah lokan, kepiting, ikan dan kerang.

Noey dan juga puluhan perempuan adat Enggano lainnya setiap hari menggantungkan hidupnya di sela akar bakau mencari kerang. Setiap hari Noey beserta puluhan perempuan lainnya mampu mendapatkan uang Rp 150.000 dari mencari kerang bakau.

"Satu kilogram kerang dijual Rp 20.000, mencari kerang tidak perlu waktu lama, sekitar dua jam sudah mampu mengumpulkan tujuh kilogram kerang dan pasti laku," kata Noey.

Noey bukan perempuan adat biasa. Di usia mudanya, ia berani membangun gerakan perempuan adat Enggano. Ia bahkan sempat mencalonkan diri menjadi kepala desa namun gagal.

"Saya ini sudah lama meninggalkan Engano untuk sekolah dan kuliah di luar. Saat ini saya menyadari adat Enggano harus dijaga. Saya sempat menyesal tak bisa berbahasa Enggano, padahal itu bahasa ibu kami," sesalnya.

Noey memutuskan kembali ke Pulau Enggano ketimbang hidup di kota, berusaha membangun pendidikan adat, dan membudayakan adat Enggano yang mulai tercerabut dari akarnya.

"Saya berkeinginan mendirikan lembaga kursus bahasa Enggano," ulasnya.

Tulang punggung keluarga

Noey mengatakan, selama ini, perempuan adat Enggano juga menjadi tulang punggung keluarga. Mencari kerang di sela bakau, mencari kepiting, hingga menyelam laut untuk mendapatkan kerang laut juga dilakukan.

 

Bagi perempuan adat Enggano, hutan dan bakau yang membentang luas di Pulau Enggano merupakan berkah yang tak berkesudahan. Masyarakat menggantungkan hidup pada hasil hutan dan bakau.

"Kami tak dapat membayangkan apa jadinya jika hutan dan bakau di Pulau Enggano rusak, maka musnahlah kami," tegasnya.

Untuk makan sehari-hari, Noey mengisahkan, penduduk Enggano tidak perlu pusing dan mengeluarkan uang, karena sayur, pakan seperti udang, kepiting, lokan dan kerang melimpah di sekitar rumah mereka.

"Kalau mau makan kami cukup pergi ke depan atau belakang rumah, ada sungai di sana melimpah kepiting, kerang dan lokan, semua dari hutan bakau," katanya.

Luas hutan bakau di Pulau Enggano mencapai 1.500 hektar yang membentang di beberapa tepi pulau di Desa Kahyapu, Banjarsari.

Selain sebagai fungsi ekonomi, hutan bakau juga menjadi sabuk keselamatan warga Enggano dari hempasan ombak yang dapat memicu abrasi pulau.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu yang juga ahli mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, Gunggung Seno Aji menjelaskan, hutan bakau merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat adat Pulau Enggano.

Banyak kelebihan ekonomi dan adaptasi serta mitigasi perubahan iklim didapat dari hutan bakau.

"Bakau sangat potensial secara ekonomi masyarakat dan menyerap karbon, sangat berpotensi bagi pengurangan perubahan iklim dan pemanasan global," jelas Gunggung dalam beberapa pertemuan.

Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu, Deff Tri Hamdi mengatakan, masyarakat adat berkontribusi besar dalam pengurangan dampak pemanasan global dan perubahan iklim melalui kearifan lokal yang diteruskan secara turun temurun.

"Masyarakat Enggano sangat menghargai hutan, termasuk hutan bakau, bagi mereka hutan merupakan sumber kehidupan, hutan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat. Mereka mempunya aturan adat tegas agar hutan tak dirusak," ungkap Deff Tri.

 

Pulau Enggano merupakan sebuah pulau yang terletak di pulau terluar di Samudera Hindia. Enggano terletak di Provinsi Bengkulu, memiliki enam suku adat yang menempati wilayah itu. Adapun suku tersebut yakni, Kauno, Kaitora, Kaarubi, Kaaruba, Kaamai dan Kaahao. Terdapat 3.000 jiwa warga adat dan pendatang berbaur di Pulau Enggano.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com