MALANG, KOMPAS.com - Persoalan media abal-abal atau media yang tidak memiliki badan hukum secara jelas masih menjadi perhatian Dewan Pers. Hingga kini keberadaan media picisan itu semakin menjamur.
Dewan Pers telah menetapkan empat daerah, yakni Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur, sebagai daerah yang paling banyak ditemui media abal-abal. Hal itu terlihat dari banyaknya pengaduan yang masuk ke Dewan Pers.
Pada 2015, jumlah pengaduan ke Dewan Pers di Jakarta sebanyak 394 aduan, Sumatera Utara sebanyak 105, Jawa Barat ada 51, dan Jawa Timur sebanyak 44 aduan. Dari sejumlah aduan tersebut didapati adanya media abal-abal.
"Kebebasan pers ini sudah kebablasan dan harus direvisi. Kebebasan ini seperti bola kristal yang mulai ke pinggir, yang kalau jatuh ia pecah," kata Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers periode 2016-2019 Imam Wahyudi dalam diskusi media literasi upaya meningkatkan kualitas pers, Jumat (29/7/2016).
Dewan Pers mencatat jumlah media cetak di Indonesia saat ini sebanyak 2.000 media. Namun, yang dikelola secara profesional hanya 25 persen, yakni sebanyak 567 media.
Keberadaan media online bertambah banyak, yakni mencapai 43.500 media. Sayangnya, yang dikelola secara profesional hanya 0,05 persen, yaitu sebanyak 211 media.
Menurut Imam, kemunculan media nonprofesional ini tidak lepas dari aksi pemerasan. Apalagi saat ini banyak anggaran yang turun ke bawah, seperti anggaran untuk dana bantuan operasional sekolah dan dana desa.
"Ada peluang di dana BOS dan dana desa sehingga sekarang mulai dari kepala sekolah dan kepala desa mulai mempersoalkan kebebasan pers," jelasnya.
Oleh karenanya, ia mengimbau kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan munculnya media abal-abal tersebut supaya melapor ke pihak berwajib. Media yang tidak terdaftar dalam Dewan Pers bisa langsung diproses secara hukum.
"Kalau pers profesional salah, makan diproses di Dewan Pers. Kalau pers tidak profesional, maka polisi silakan memproses," ujarnya.
Imam mengaku juga menemui perusahaan media yang dikelola secara profesional, tetapi konten pemberitaannya tidak profesional. Ada 10 perusahaan media yang ditemuinya dan melakukan hal ini.
Media tersebut sudah dikeluarkan dari Dewan Pers dan dilarang melakukan kegiatan jurnalistik.
"Yang awaknya dia media profesional, kemudian menyerang pihak tertentu yang isinya tidak profesional. Ini sudah kita keluarkan dari ring," kata dia.
Ia menyesalkan adanya wartawan yang merangkap pekerjaan di lembaga swadaya masyarakat. Bagaimanapun, wartawan tidak boleh menyalahgunakan profesi yang dimilikinya.
"Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Wartawan yang merangkap LSM tidak termasuk ini. Tentukan sikap, LSM atau wartawan," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.