Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Punya Kedua Lengan, Sugeng Tetap Semangat Berjualan Tape Keliling dengan Motor

Kompas.com - 16/06/2016, 10:57 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Cuaca Kota Medan sedang terik-teriknya. Siapa pun kalau tidak ada keperluan penting pasti enggan keluar rumah. Apalagi hari ini Ramadhan.

Tapi tidak dengan Sugeng (37), warga Ladang Bambu, Jalan Bunga Kardiol Nomor 60, Simpang Tuntungan, Kota Medan. Dengan suara khasnya, dia menjajakan tape ubi dan pulut hitam (ketan hitam) bungkus daun pisang keliling perumahan.

Siang itu, pria ramah ini sedang mengelilingi kompleks Kejaksaan Medan. Sugeng yang tak memiliki kedua tangannya ini berjuang hidup dengan menjual tape keliling.

Dia tak mau menyerah atau menyesali nasib sebagai orang dengan kebutuhan khusus. Dia bangkit. Sudah 12 tahun ia menjalani profesi sebagai penjual tape keliling.

"Daripada jadi pengemis yang menjual kecacatan dan mengharapkan belas kasihan orang, malu lah. Orang kita masih bisa kerja, kok. Dulu, aku masih naik sepeda, delapan tahun juga itu. Sekarang sudah bisa naik kereta (sepeda motor). Ini orang bengkel yang buatin gerobakku, stangnya dibuat khusus," kata Sugeng tertawa, Kamis (16/6/2016).

Harga tape yang dijualnya cukup murah, hanya Rp 1.000 per buah. Paling mahal tape ubi yang dibungkus plastik, Rp 2.000 per bungkus.

Tape buatan ibunya ini sangat manis, maka banyak yang menyukainya. Buktinya, kalau Sugeng, sudah datang ke kompleks itu, ibu-ibu pasti memborong habis dagangan laki-laki yang belum menikah ini.

"Manis tapenya, suka anak-anak. ditaruh di kulkas buat berbuka nanti pasti tambah enak. Sudah langganan aku, tapi baru hari ini aku tahu namanya Sugeng, biasanya panggil bang atau tape aja," kata Boru Nasution.

Mendengar cerita ibu tiga anak ini, Sugeng tersenyum memamerkan deretan gigi-gigi putihnya yang rapi berbaris.

"Kalau udah datang dia, langsung kuborong tapenya. Buat stok di kulkas, karena tak tiap hari dia datang ke kompleks ini. Udah itu, harganya pun murah, harga mahasiswa," sambung ibu Yani.

Menurut Sugeng, setiap hari dia membawa 300 bungkus tape ubi dan pulut. Kalau rezeki bagus, semua dagangannya ludes, tapi ada kalanya dia pulang dengan membawa tape-tape yang hanya laku beberapa bungkus. Bagi Sugeng dan ibunya, saat itu adalah hari yang sangat menyedihkan.

Para pembeli tape juga menyadari dan memaklumi keterbatasan fisik Sugeng. Dalam bertranskasi, para pembeli mengambil sendiri, menghitung sendiri, lalu uang pembayarannya mereka masukkan ke kantong kemeja Sugeng.

Kalau mesti ada uang kembalian, ya mereka mengambilnya dari saku Sugeng, menghitungnya sesuai yang diperlukan, lalu memasukkannya kembali ke kantong.

Sugeng hanya memperhatikan saja. Ditanya apakah dengan model begitu pernah dapat pembeli yang nakal, dia menggeleng.

"Sampai saat ini langgananku baik-baik, jujur-jujur semua. Kalok pun mereka tak jujur, aku bisa apa? Mukul tak bisa aku. Tinggal orangnya lah," ucapnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com