SOLO, KOMPAS.com - Bangunan Masjid Laweyan atau sering dikenal dengan Masjid Ki Ageng Henis di Solo, Jawa Tengah, menjadi penanda keragaman dalam sejarah penyebaran agama Islam di Jawa, khususnya di Kota Solo.
Meski beberapa kali mengalami pemugaran, beberapa sudut bangunan masjid menyiratkan peninggalan bangunan pura, tempat ibadah bagi umat Hindu.
Menurut Ketua Takmir Masjid Laweyan Achmad Sulaiman, pada jaman kerajaan Pajang diperintah Sultan Hadiwijaya sekitar tahun 1546, sebuah pura didirikan untuk tempat ibadah umat Hindu di Pajang, Laweyan.
Seiring berjalannya waktu, salah satu penasihat Kerajaan Pajang, Ki Ageng Henis, bersahabat dengan pemuka agama Hindu.
Kedekatan mereka membuat salah satu pura di Laweyan berubah menjadi langgar untuk melayani ibadah umat Islam waktu itu.
Lambat laun langgar di Laweyan tersebut berubah menjadi Masjid Laweyan hingga sekarang.
Ki Ageng Henis merupakan keturunan dari Prabu Brawijaya dan akhirnya akan melahirkan raja-raja di Keraton Surakarta dan Yogyakarta.
"Dulu sebelum menjadi masjid, tempat ini untuk pemujaan umat Hindu. Seiring dengan waktu, kedekatan dengan Ki Ageng Henis dan juga Wali Songo, dengan pemerintahan kerajaan Pajang, maka pura tersebut menjadi masjid," kata Sulaiaman, Selasa (14/6/2016).
Sulaiaman menjelaskan bahwa salah satu daya tarik di Masjid Laweyan adalah konstruksi bangunan yang menyerupai pura meskipun sudah beberapa kali mengalami pemugaran.
"Salah satu yang membuat perbedaan adalah bentuk arsitekturnya yang unik. Dua belas pilar utama dari kayu jati kuno dan makam Ki Ageng Henis serta kerabat kerajaan zaman dahulu," katanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.