Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Kapuas Hulu Resmikan Rumah "Workshop" Madu Hutan di Danau Sentarum

Kompas.com - 15/05/2016, 17:02 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

KAPUAS HULU, KOMPAS.com – Bupati Kapuas Hulu AM Nasir meresmikan Rumah Workshop Madu Hutan yang dikelola Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS) di Semangit, Desa Nanga Leboyan, Kecamatan Selimbau, Sabtu (14/5/2016).

Rumah workshop tersebut dibangun sebagai sumber informasi pengolahan dan tahap awal pengolahan madu hutan organik dalam kemasan di Kabupaten Kapuas Hulu, khususnya di Danau Sentarum.

Sebagai salah satu sub-sentra madu hutan di Kabupaten Kapuas Hulu, rumah workshop tersebut juga sekaligus menjadi sekretariat Koperasi APDS yang sebelumnya menggunakan rumah warga.

Sebelumnya, bupati juga meresmikan bangunan yang sama pada bulan Agustus 2015, yang merupakan sub-sentra yang dikelola Asosiasi Periau Mitra Penepian di desa Penepian Raya, Kecamatan Jongkong.

“Sesuai dengan keinginan dan harapan pemerintah daerah, yang berupaya agar semua desa yang ada di Kabupaten Kapuas Hulu bisa menggali potensi yang ada di desa masing-masing, termasuk wilayah desa yang berada di dalam kawasan taman nasional Danau Sentarum, yang menciptakan lapangan usaha baru untuk penghasilan tambahan untuk masyarakat,” kata Nasir.

Dengan adanya pengembangan budidaya madu hutan ini, ungkap Nasir, diharapkan bisa memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat.

Pemerintah daerah, menurut dia, sudah lama memikirkan bagaimana caranya memasarkan dan mengemas produk madu hutan dengan baik sehingga menjadi andalan Kapuas Hulu.

“Tentu saja ini bukan persoalan yang gampang. Sekarang koperasi sudah ada, namun yang menjadi kendala adalah modal awal yang digunakan koperasi untuk menalangi biaya dalam menghimpun madu hasil panen dari masyarakat,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Balai Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TNBKDS), Arief Mahmud mengatakan, meski saat ini dua taman nasional yaitu TN Danau Sentarum (TNDS) dan TN Betung Kerihun (TNBK) dilebur menjadi satu, namun pihaknya tetap akan melanjutkan komitmen dalam rangka melestarikan TNDS bersama masyarakat yang tinggal di dalam kawasan.

Pada tahun 2014, Balai TNDS bersama Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan Tropical Forest Conservation Act (TFCA Kalimantan) menggagas untuk membangun rumah workshop madu yang berfungsi sebagai pusat informasi mengenai pengelolaan madu hutan di Danau Sentarum.

“Potensi lebah madu yang ada di TNDS sangat luar biasa, APDS bersama sub-sentra yang lain, telah melakukan upaya dalam membudidayakan lebah madu, sehingga sangat wajar jika kita mendorong agar budidaya madu hutan semakin hari menjadi semakin baik. Kita bersama masyarakat, memberdayakan potensi yang ada, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat atas keberadaan TNDS,” kata Arief.

Manfaat yang sudah dirasakan masyarakat di antaranya peningkatan harga madu hutan yang dihasilkan dari Danau Sentarum. Tren pertumbuhan harga pun untuk saat ini sudah jauh lebih baik jika dibandingkan tahun sebelumnya.

“Tentu itu semua berkat kerja sama dan sinergi semua pihak, baik itu pemerintah kabupaten, masyarakat, taman nasional, dan LSM yang tak henti memberikan pendampingan kepada masyarakat supaya kualitas madu hutan semakin meningkat,” kata Arief.

Kerja sama itu merupakan yang pertama kalinya dilakukan oleh semua pihak, khususnya di dalam kawasan Taman Nasional Danau Sentarum.

Untuk itu, tambah Arief, di sisi lain keberadaan dan kelestarian Taman Nasional harus tetap terjaga, supaya manfaatnya bisa terus dirasakan oleh masyarakat secara berkelanjutan, termasuk menjaga dan mengantisipasi terjadinya kebakaran lahan pada saat musim kering.

Sementara itu, Presiden APDS, Basriwadi mengungkapkan, dengan adanya rumah workshop diharapkan bisa meningkatkan kapasitas dan pengembangan madu hutan ke depannya.

Pembangunan rumah workshop tersebut tak terlepas dari dukungan Taman Nasional yang dituangkan dalam nota kesepahaman sebagai bentuk kerja sama.

Pembangunan fisik rumah workshop tersebut dilakukan oleh taman nasional, sedangkan isi di dalamnya difasilitasi TFCA Kalimantan.

Selain itu, bangunan workshop juga dilengkapi dengan panel surya dengan kapasitas daya 3.500 watt yang berfungsi sebagai sumber energi yang digunakan dalam proses pengolahan madu hutan.

Peran Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, dan Badan Pengelolaan DAS Kapuas sangat penting dalam pengembangan kelembagaan sub-sentra maupun sentra madu hutan di Kabupaten Kapuas Hulu.

“Dengan adanya rumah workshop ini diharapkan bisa meningkatkan kapasitas dan kualitas dalam pengembangan madu hutan, yang merupakan salah satu sumber penghasilan masyarakat di kawasan danau selain pengelolaan sumber daya dari sektor perikanan,” ungkap Basriwadi.

Periau tertua

APDS merupakan salah satu asosiasi periau tertua di Kapuas Hulu yang berdiri sejak tahun 2006. Pada awal pembentukan, APDS baru beranggotakan 5 periau, dengan jumlah anggota 86 orang.

Saat ini, jumlah anggota APDS mencapai 15 periau, dengan jumlah anggota mencapai 305 orang. Periau merupakan kelompok tradisional pemanen madu hutan di Kapuas Hulu. Satu periau biasanya beranggotakan 10 hingga 25 orang, atau lebih.

AOI Regional Kalimantan Barat yang terdiri dari enam lembaga diantaranya Yayasan Dian Tama, Perkumpulan Kaban, Yayasan Riak Bumi, PRCF Indonesia, APDS dan WWF Kalimantan Barat, melakukan pendampingan sejak Juni 2014 melalui proyek Pengembangan Madu Hutan Organis Kapuas Hulu AOI-TFCA selama dua tahun.

TFCA Kalimantan sendiri mulai bekerja di Kapuas Hulu melalui kerja sama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan di Kabupaten Kapuas Hulu.

Produksi sentra madu hutan Kapuas Hulu yang meliputi kawasan TNDS, hutan desa Bumi Lestari dan Mentari Kapuas di Kecamatan Jongkong, serta Kecamatan Bunut Hilir bisa mencapai 60 ton dalam satu periode panen.

Namun, jumlah tersebut belum sepenuhnya terserap oleh koperasi sentra yang mewadahi empat koperasi primer/sub-sentra yang ada.

Saat ini, harga madu hutan yang sudah melalui proses pengolahan bisa mencapai Rp 225.000 per kilogramnya, dengan asumsi harga berkisar Rp 75.000 dalam kemasan 250 mililiter atau setara dengan 325 gram.

Madu hutan yang diproduksi APDS maupun asosiasi periau yang menjadi anggota sentra, terjamin kualitas organiknya dengan kadar air rendah di bawah 21 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com