Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Handoko Gani
Analis Kebohongan

Analisis kebohongan, anggota tim ahli kepolisian untuk kasus kriminal tertentu, trainer korporasi dan pemerintahan, termasuk KPK. || www.handokogani.com || @LieDetectorID

Belajar dari Kasus Pembunuhan Feby: Teknik Analisa SMS Palsu

Kompas.com - 04/05/2016, 10:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Saya tertarik mengulas berita pembunuhan Feby Kurnia Nuraisyah (19), khususnya mengenai percakapan SMS-nya.

Diberitakan, ibu Feby menggunakan insting dan pengalamannya berkomunikasi sehari-hari sebagai alasan mencurigai bahwa pembalas SMS mereka bukanlah Feby. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Justru, naluri ibu terhadap anaknya biasanya memang sangat kuat.

Namun, seandainya kecurigaan ini kemudian disampaikan kepada Anda atau seandainya Anda bukan ibu korban, bisa jadi orang yang mendapatkan laporan akan berkata, “Ah…itu perasaan Ibu saja. Mungkin anaknya lagi sibuk, lagi ini lagi itu…dan sebagainya”.

Bersyukur bahwa penegak hukum tidak menganggap sebelah mata apa yang dilaporkan Ibu dan sepupu Feby. Akhirnya, ditemukan bahwa Feby telah menjadi korban pembunuhan.

Namun, sebetulnya ada satu teknik analisa verbal yang dipakai luas oleh para Human Lie Detector, yang bisa menganalisa kebohongan dalam tulisan tangan, whatsapp, line, BBM, SMS, telegram, atau aplikasi sejenis yang dipergunakan untuk berkomunikasi.

Di dalam artikel ini, saya akan memperkenalkan sebuah teknik analisa verbal yang bisa jadi selama ini sudah Anda pergunakan sehari-hari. Dengan teknik analisa verbal ini, Anda bisa mendeteksi jujur atau bohong secara ilmiah.

Nama teknik tersebut adalah Scientific Content Analysis atau yang biasa disebut sebagai SCAN. Menurut N. Smith (2001), di dalam artikel penelitian kepolisian London, sebuah pernyataan yang berasal dari pengalaman nyata akan berbeda konten maupun “kualitas” nya dari pernyataan yang berasal dari rekayasa atau imajinasi.

Saya hanya akan membahas 3 kriteria dalam teknik SCAN yakni: kriteria No 2 (Social Introductions – Cara Memanggil Seseorang), kriteria No 11 (Pronouns – kata ganti orang), dan kriteria No 12 (Change in Language – gaya bicara/cara bicara yang berbeda) yang sangat relevan bagi Ibu dan sepupu Feby menyakinkan penegak hukum.

Menurut SCAN, penyebutan/pemanggilan nama seseorang bisa menunjukkan adanya ketidakselarasan antara orang tersebut dan orang yang disebut/dipanggilnya (Kriteria no 2).

Dan lagi kata ganti orang yang terdapat di dalam sebuah pernyataan (kalimat, paragraf, atau narasi cerita), menunjukkan kepemilikan, tanggung jawab, dan komitmen dari orang yang dimaksud.

Jadi, apabila ada perubahan pada hal-hal tersebut, maka menurut SCAN, orang tersebut bisa jadi sedang berbohong.

Saya yakin Anda memiliki kebiasaan tertentu dalam memanggil seseorang, termasuk panggilan sayang.

Dalam pergaulan misalnya, Anda mungkin tidak dipanggil sesuai nama Anda, tetapi ada panggilan tertentu. Apalagi, ketika masih sekolah, ada aja nama panggilan teman-teman terhadap Anda. Panggilan “khas” ini lah yang dimaksud dalam SCAN.

Kembali ke kasus pembunuhan ini.

Pengakuan Ibu Feby terkait kejanggalan SMS itu memang bisa jadi benar.

Ibu Feby mengatakan bahwa Feby tidak pernah memanggil dirinya sendiri dengan sebutan “Fibi” ataupun “Bi”, dan tidak menggunakan kata “mama”, dibandingkan kata “Ma” saja.

Saya menduga, bisa jadi cara menyebutkan nama “Kak Diyanti” juga merupakan satu kejanggalan. Tidak biasanya Feby memanggil Diyanti dengan cara begitu. Termasuk juga cara Feby mengetikkan kata “di sini” juga tidak seperti di SMS ini (d sini)

"Mama jangan lupa makan, jaga kesehatan mama, d sini fibi baik2 saja.kak Diyanti khawati bgt" begitu tulisan dalam pesan.

Ibu Feby sempat mengungkapkan bahwa cara SMS itu menasehati dirinya juga merupakan satu kejanggalan. Feby tidak pernah menanyakan dirinya sedang ngapain, apalagi menasehati dirinya untuk “jangan lupa makan, jaga kesehatan mama”.

Ini perubahan gaya bicara/cara berbicara dengan seseorang. Termasuk juga, berubahnya gaya SMS Feby dari yang semula “singkat” menjadi panjang.

Dengan kata lain, setelah Anda mengenal teknik SCAN ini, Anda ataupun penegak hukum bisa berhipotesa bahwa laporan Ibu dan sepupu Feby ini bisa jadi benar, bahwa memang handphone tersebut berpindah tangan atau seseorang telah mengetikkan SMS atas nama Feby untuk mengelabui Ibu dan sepupu Feby. 

Ketika kemudian ternyata Feby dibunuh, pesann SMS ini bisa jadi membantu polisi dalam melakukan penyidikan. Polisi bisa minta kepada penyedia jasa telekomunikasi terkait untuk melacak dari mana SMS tersebut dikirim pada waktu terkait.

Akhir kata, saya senang sekali bila teknik SCAN ini kemudian juga dipahami oleh kita semua, termasuk penegak hukum. Semakin banyak orang yang bisa menganalisa verbal (lisan, tulisan ataupun rekaman), maka semakin banyak orang yang bisa mendeteksi jujur dan bohong.

Penulis adalah pengarang buku“Mendeteksi Bohong” yang akan diluncurkan akhir Mei 2016.

Kompas TV Teka-Teki Kematian Mahasiswi UGM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com