Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daffa, Sang Penjaga Trotoar...

Kompas.com - 20/04/2016, 07:46 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com — Aksi Daffa Farros Oktoviarto, bocah kelas IV SD itu, tampaknya hanya satu dari kepingan kecil persoalan-persoalan yang ada di sekitar kita. Banalitas masyarakat untuk taat pada aturan tergolong amat rendah sehingga dengan “kasar” disentil oleh seorang anak kecil bernama Daffa.

Daffa memang saat ini masih mengenakan baju merah putih. Namun, pemahamannya sudah seperti orang dewasa. Di usia yang belum genap 10 tahun, ia mulai menyadarkan masyarakat untuk sadar pada hak-hak pejalan kaki.

Di usia itu, sebulan belakangan, ia melakukan aksi koboi menantang para pengendara sepeda motor. Mereka yang melintasi trotoar diberhentikan, diajak “duel” untuk memutar balik.

Pesan yang disampaikan pun jelas, trotoar hanya untuk pejalan kaki. Aksi Daffa yang dilakukan tidak tajuh dari tempat tinggalnya itu tentu jadi problem mendasar bagi pemerintah.

Aksi yang semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi justru dilakukan oleh seorang bocah sekecil Daffa. Tentu, aksi yang kerap dilakukan itu sangat berisiko. Kekerasan pada Daffa bisa saja terjadi andai pengendara tersulut emosinya.

Selama ini, menurut Daffa, para pengendara yang kesal hanya sebatas mengumpat.

Dengan demikian, perlu dicermati juga kemungkinan terjadinya tindak kekerasan yang lebih dari sekadar umpatan terhadap bocah tersebut.

Sepeda ontel

Melalui sepeda ontel, Daffa sengaja memalangkan bodi sepedanya di atas jalur pedestarian. Hal Ini dimaksudkan agar pengendara tidak lagi bisa melewati jalur pedestarian yang lebarnya tidak kurang dari dua meter itu.

Jika pengendara hendak menyingkirkan, Daffa lalu muncul dari bilik gang. Ia pun tak jarang berkonfrontasi dengan sejumlah pengendara “nakal” yang umumnya berusia dewasa. Ia bersikukuh memberi pesan kepada mereka.

Daffa mengaku tidak takut. Sebab, keyakinannya akan kebenaran mendorong hal-hal positif sehingga berani merealisasikan keyakinannya itu. “Saya enggak takut. Yang saya lakukan ini kan benar,” kata Daffa.

Banalitas memang persoalan utama di masyarakat kita. Ketaatan pada aturan lalu lintas masih belum tinggi. Meski kawasan Kalibanteng, tempat Daffa melakukan aksinya, kerap macet pada jam sibuk, masyarakat tetap saja belum bisa tertib.

Mereka yang tidak terbiasa berbuat “nakal” pun ikut-ikutan lalu menyintas jalan, mencari ruang yang tepat untuk kendaraan bermotor. Trotoar biasanya menjadi opsi paling utama menembus kemacetan.

Langganan macet

Bundaran Kalibanteng, Kota Semarang, merupakan salah satu simpul titik kemacetan yang ada di kota setempat. Meski saat ini telah dibangun fly over dan jalannya diperlebar, kemacetan, terutama jam-jam sibuk, masih tak terhindarkan.

Rekayasa lalu lintas yang tidak seimbang membuat salah satu titik mengalami kemacetan cukup panjang, sementara di titik lainnya tidak.

Aksi yang dilakukan Daffa selalu pada sore hari, ketika jam pulang kantor tiba. Sore ketika padat. “Sudah biasa, Mas. Tak tanya ngapain, dia bilang mau menjaga trotoar, kadang padu sama pengendara motor,” ujar Ari Setiawan, tetangga Daffa yang berprofesi sebagai tukang parkir di dekat lokasi Daffa beraksi.

Bagi Ari, langkah Daffa patut diapresiasi lantaran tidak banyak anak maupun orang dewasa yang bertindak seperti tersebut. Perawakan kurus Daffa tidak menjadi halangan untuk bersikap tegas. “Selalu sore hari. Biasanya sepulang sekolah,” ujar Ari.

Benny, pengendara motor yang menuntun motornya, juga kena “semprot” dari Daffa. Pria yang hendak menuju arah Kendal ini menuntun motornya dari wilayah Karangayu. Sesampainya di dekat lampu merah Kalibanteng, Benny menaikkan motornya di trotoar, tempat Daffa menghadangkan sepedanya. Dengan sigap, sepeda ontelnya langsung dihadangkan di depan motor Benny.

Pengendara motor pun memohon agar sepeda Daffaa disingkirkan, tetapi Daffa bersikukuh bahwa trotoar tidak boleh dilewati. Terjadi dialog kecil antara Benny dan Daffa, hingga akhirnya pengendara memilih untuk mengalah.

Benny pun mengapresiasi aksi koboi Daffa yang berani nekat melakukan aksi blokade menggunakan sepedanya tersebut.

“Bagus. Anak kecil saja sudah tahu, tapi saya tadi enggak sengaja. Kalau ada bensinnya kan lewat jalur utama, mengapa harus trotoar,” kata dia.

FACEBOOK/HENDRAR PRIHADI/RONALD KUSUMA Aksi berani Daffa Farros Oktoviarto, bocah SD yang menghadang laju pengendara motor di trotoar di Jalan Sudirman, Kota Semarang, April 2016. Walikota Semarang Hendrar Prihadi, melalui akun Twitternya, memberi apresiasi pada aksi bocah ini.
Tindakan Daffa juga dipuji Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi. Daffa dianggap sebagai seorang pemberani. Ucapan terima kasih pun meluncur dari orang nomor satu di Kota Semarang ini.

Hendrar berujar, memang untuk menjaga trotoar bukan tugas Daffa maupun masyarakat umumnya. Tugas yang biasa diemban biasanya ditumpukan kepada Dinas Perhubungan maupun pihak Unit Lalu Lintas di kepolisian. Namun, dengan dalih personel yang terbatas, masyarakat berhak menggantikan tugas mereka.

“Mungkin keterbatasan personel sehingga pengawasan bisa dilakukan siapa saja. Kami ucapkan terima kasih,” kata Hendrar kepada Kompascom, Selasa (19/4/2016).

Terlepas dari apa yang disampaikan, ada pelajaran yang dipetik. Selain tanggung jawab dari pemerintah, aksi ini juga bisa dianggap sebagai partisipasi positif warganya untuk menjaga daerahnya. 

Baca juga: Daffa: Kan Tidak Boleh Trotoar untuk Motor...

Kompas TV Daffa Hadang Pemotor di Trotoar dengan Sepeda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com