Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Timah yang Terlupa

Kompas.com - 13/04/2016, 18:16 WIB

KOMPAS - Pasir masih menempel di tubuh Marzuki (39) saat pria itu hilir mudik di lorong Rumah Sakit Dabo, salah satu kecamatan di Lingga, Kepulauan Riau. Petambang itu tengah mengurus temannya yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas saat akan pulang.

Marzuki risau karena biaya pengobatan temannya itu belum jelas. Belum lagi kepastian ia akan kehilangan mitra menggali lubang-lubang tambang di Pulau Singkep. "Hasil sepekan ini belum lagi terjual," ucapnya.

Sudah beberapa bulan terakhir, Marzuki bersama beberapa rekannya menjadi petambang timah secara ilegal. Pasir timah hasil galian mereka dijual kepada penampung di Dabo. Meskipun tahu pekerjaannya ilegal, Marzuki tetap melakoninya karena hanya itu sumber penghasilannya.

Ada banyak orang lain menambang timah secara ilegal di Pulau Singkep. Mereka terutama menyasar daerah di sekitar bekas lubang tambang yang ditinggalkan PT Timah Tbk.

Pulau Singkep memang pernah menjadi salah satu basis produksi PT Timah Tbk. Selain Pulau Bangka, Pulau Belitung, dan Pulau Kundur, PT Timah Tbk juga menggali timah dari Singkep.

Penambangan timah di Singkep berlangsung sejak 1812 oleh berbagai pengelola. Kesultanan Riau-Lingga termasuk salah satu pengelola penambangan di sana. Selain sagu, timah adalah komoditas andalan Kesultanan Riau-Lingga. Dari ibu kota di Daik, Pulau Lingga, para sultan mengendalikan industri sagu di Pulau Lingga dan Pulau Senayang serta timah di Pulau Singkep.

Orang Belanda mulai menambang di sana setelah mendapat konsesi dari Kesultanan Riau-Lingga pada Desember 1857. Perusahaan Belanda terakhir yang beroperasi di Singkep adalah Singkep Tin Maatschaappij (Sitem). Pada masa Orde Baru, seluruh aset Sitem dinasionalisasi dan dikelola PN Timah yang kemudian menjadi PT Timah Tbk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com