Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kami Waria Juga Manusia..."

Kompas.com - 31/03/2016, 07:34 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

Kompas TV Perjuangan Pasangan ODHA Terhadap HIV/AIDS

Senada dengan Edison, dr Khairuni Siswi warga Medan yang saat ini menjadi dokter PTT di Puskesmas Gedung Karya Jitu, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, merasa tidak ada perasaan berbeda atau risih saat di datangi pasien waria.

"Biasa saja, mereka kan manusia juga, walaupun mereka disorientasi. Soal stigma, hehehe.... orang awam ya begitu," ujar Runi.

Baginya, semua orang yang datang harus dilayani dengan layak dan mendapatkan pelayanan yang sama. Jika ditemukan gejala mengarah ke HIV-AIDS maka harus dikonsultasikan lebih lanjut dan dilaporkan ke dinas.

"Kan HIV-AIDS menular bukan hanya dari hubungan seksual saja, walaupun mereka riskan dengan penyakit tersebut. Kebanyakan mereka sakitnya common cold atau ISPA. Malah penyakit infeksi kelamin kebanyakan orang biasa," tambahnya.

Dia mengakui sebagai manusia biasa yang juga punya ketakutan. Namun jika pemeriksaan dilakukan dengan alat pelindung yang standar dan tempat yang sudah standar, pelayanan terbaik harus diberikan. Kalau tidak memiliki sarana dan prasarana yang tidak layak maka rujuklah ke sarana kesehatan yang sudah layak.

"Kalau di Medan, kan ada RS Pirngadi dan RS Adam Malik. Setiap manusia harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik tanpa melihat latar belakang manusia tersebut, saya harap semua kita paham ini," kata Runi lagi.

Peneliti dari Pusat Hak Azasi Manusia Universitas Negeri Medan (PusHAM Unimed) Quadi Azam menyayangka sikap pemerintah yang masih tidak independen dalam memahami hak dasar dari seseorang, padahal ini melanggar etika dan kaidah hukum yang berlaku.

Terkait dengan pelayanan, dalam intrumen internasional dan nasional perinsip yang penting untuk di kedepankan adalah non diskriminasi, siapapun itu dan apapun latar belakangnya.

"Apalagi hak kesehatan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara melalui pemerintah dan aparaturnya," kata Quadi.

Dalam UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bisa dilihat pada tujuan yakni adanya hubungan yang jelas tentang hak dan kewajiban berbagai pihak untuk terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum. Melalui UU ini para waria bisa melaporkan ke Ombusdman atas diskriminasi pelayanan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah seperti rumah sakit atau dinas terkait.

Dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan juga tertera dalam tujuan dan asas Pasal 2 dan 3 yakni asas non diskriminasi dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Diperkuat dengan Pasal 5 ayat 1 dan 2 bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

"Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, para waria masuk katagori kelompok rentan karena mereka minoritas. Negara wajib memproteksi untuk melakukan pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan terhadap hak dasar salah satunya hak atas kesehatan yang wajib mereka dapatkan setara dengan masyarakat lain," ucapnya.

Kemudian, terkait Perpres Nomor 75 tahun 2015 tentang Ranham 2015 - 2019, bahwa memandatkan kepada setiap daerah untuk melakukan terobosan dan program pemerintah yang mengutamakan pilar pemenuhan, penghormatan, dan pemenuhan HAM, baik melalui edukasi, diseminasi, maupun dalam teknis pelayanan terhadap masyarakat. Dinas kesehatan setiap daerah merupakan bagian/masuk dalam panitia Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia  (Ranham) di setiap daerahnya.

Perpres tersebut menuntut kepada seluruh SKPD termasuk rumah sakit agar menghormati, mematuhi, dan memenuhi hak dasar setiap orang berdasarkan pada mekanisme, standar serta norma HAM internasional, regional dan nasional.

"Sayangnya, Ranham Kota Medan mandul. Panitia sudah terbentuk namun kegiatan terkait Ranham belum tampak terlaksana. Padahal terbentuknya Panranham Kota Medan itu saat gelombang Ranham ketiga yakni melalui Perpres Nomor 23 tahun 2011 tentang Ranham 2011 - 2014. Wujud pelaksanakan Panranham belum tampak, bisa dikatakan belum ada, apalagi di 2015 dan 2016 ini," ujarnya.

Quadi menyebutkan, dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dikeluarkan PBB/Sustainable Development Goals (SDGs) 2015-2030 ada 17 tujuan yang harus dicapai. Salah satu yang penting dari ke-17 itu adalah tujuan ketiga yang bisa diartikan memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan untuk semua pada segala usia. Ini mengartikan bahwa pemenuhan hak atas kesehatan adalah bagian penting dari kehidupan dunia dan tugas serja kewajiban semua negara.

"Jika pelayanan kesehatan masih didiskriminasi dan menajemen pelayanan masih buruk, maka hematku, Indonesia khusunya Kota Medan akan sulit mencapai target goals yang diwacanakan oleh PBB itu sendiri," katanya.

Sementara itu,  Ketua Komisi A DPRD Sumut, Sarma Hutajulu mengatakan, layanan kesehatan adalah hak warga negara tanpa membedakan jenis kelamin, suku dan agama. Setiap warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan tanpa diskriminasi dan asumsi negatif terhadap pasien.

"Kita mengecam jika ada RS dan tenaga medis yang melakukan tindakan diskriminasi dalam memberikan layanan kesehatan terhadap pasien. Hendaknya layanan kesehatan berbasis layanan kemanusiaan tanpa memandang apakah jenis kelamin dan orientasi seksual. Kita meminta Dinas Kesehatan memberikan tindakan tegas terhadap petugas kesehatan yang diskriminatif sehingga pemenuhan hak kesehatan masyarakat tidak terganggu," kata Sarma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com