Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Bidan Daerah Terpencil, Menuju Puskesmas Tempuh Waktu 9 Jam

Kompas.com - 16/03/2016, 09:07 WIB

Pak, pernahkah bapak melihat ibu yang akan melahirkan ada di dalam sehelai sarung dan diangkat menggunakan satu batang bambu? Di sini saya menyaksikan di mana ibu yang akan melahirkan diangkat menggunakan tandu dan berjalan melalui jalanan terjal dan tanah merah licin. Kemudian tidak berhenti sampai sana, ibu tersebut dinaikkan ke atas perahu tanpa atap untuk mencapai tempat tujuan demi menyelamatkan calon penerus bangsa.
Pak, tahukah perasaan kami sebagai bidan dan tenaga kesehatan harus membawa pasien gawat darurat melewati kegawatdruratan sarana dan prasarana di zaman semodern ini? Jika terjadi keterlambatan rujukan, siapa yang harus kami salahkan, pak? Bahkan dokter di sini pun hanya ada satu dokter umum. Bagaimana negara ini bisa sehat pak?
Miris hati saya pak, demi tingkatkan kesehatan ibu dan anak, bidan desa berani taruhkan nyawa. Tahukah bapak? jangankan untuk mencapai rumah sakit, untuk mencapai puskesmas pun butuh waktu sembilan jam. Dan jalan yang bukan main, lumpur, bebatuan, bukit adalah rute yang memang biasa kami lalui.
Saya orang yang dilahirkan di sini dan orang yang mengalami setiap getir kesulitan di sini. Tapi enam bulan saya di sini cukup membuat saya banyak menghela napas sakit. Harus menyaksikan sendiri pengorbanan seorang wanita dan istri saya melewati setiap detik dengan tubuh kaku lemas, lidah yang bahkan sudah tak mampu untuk berucap, napas yang sudah sangat mencekik dan nadi yang bahkan hampir behenti berdenyut melewati setiap ketegangan demi menyelamatkan jabang bayinya.
Tidakkah hati bapak teriris? Jika wanita yang diangkat menggunakan sehelai sarung itu adalah bagian dari keluarga bapak?
Tidakkah hati bapak tersentuh? Jika bidan yang berani taruhkan nyawa itu bahkan tidak meminta jasa tambahan dibandingkan mereka yang hanya duduk manis di ruang ber AC atau bahkan duduk manis melahap sejumlah uang negara yang padahal bisa digunakan untuk membantu sehelai sarung itu menjadi sarana yang lebih layak.
Saya harap bapak bisa memahami setiap bulir kalimat yang saya sampaikan. Sekali lagi tidak mengurangi rasa hormat saya kepada bapak.

Salam satu Indonesia
Wassalam.
Erwandinatha Amkep

Hingga Rabu (16/3/2016) pukul 8.58 WIB, surat terbuka untuk Presiden Jokowi ini sudah mendapat 203 like dan 90 komentar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com