"Kami membentuk Tim Pemantau Peradilan sebagai upaya agar proses hukum selama persidangan berjalan adil dan fair, sehingga aparat penegak hukum tidak main-main dalam kasus Salim Kancil," kata anggota LBH Surabaya, Wahid, saat dihubungi Antara, Kamis (18/2/2016).
Tim Pemantau Peradilan tersebut berasal dari LBH Surabaya, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Surabaya, Wahana Lingkungan Hidup, Jaringan Advokasi Tambang, dan sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya.
Hingga kini, jumlah anggota tim tersebut sebanyak 15 orang. Jumlah itu masih bisa bertambah karena ada kemungkinan elemen masyarakat lainnya untuk bergabung.
Tim ini juga bekerja sama dengan Komisi Yudisial (KY) agar persidangan berjalan sebagaimana mestinya tanpa adanya penyelewengan hukum dan keberpihakan majelis hakim pada pelaku.
"Kami tidak akan melakukan intervensi dalam proses hukum itu. Namun, para aktivis hanya ingin memastikan bahwa persidangan kasus Salim Kancil tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan adil," katanya.
Wahid menilai belum ada keseriusan aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus yang menewaskan aktivis antitambang liar di Desa Selok Awar-Awar tersebut. Menurut dia, polisi bahkan belum menahan sejumlah tersangka dalam kasus itu.
"Persidangan kasus Salim Kancil dan Tosan ini terdiri dari 15 berkas perkara, dengan 35 orang tersangka, sehingga hari ini seluruh Tim Pemantau Peradilan memantau sidang perdana di PN Surabaya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.