Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertemuan Tertutup Kerap Digelar di Rumah Kontrakan Tempat Sekolah Gafatar

Kompas.com - 11/01/2016, 09:05 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Rumah kontrakan yang dijadikan lokasi Sekolah Berbasis Rumah Gafatar, tempat Ahmad Kevin Aprilio (16) menuntut ilmu, ternyata juga kerap digunakan sebagai lokasi pertemuan.

Orang-orang yang datang dalam setiap pertemuan di rumah kontrakan Jalan Nanas, Ngadisoka Purwomartani, Kalasan, Sleman, tersebut kebanyakan menggunakan mobil. Ponijo, salah satu warga, mengatakan, pertemuan biasanya berlangsung tertutup.

"Sering ada banyak orang datang. Tidak tahu apa, tetapi sekali waktu saya tanya jawabannya ada pertemuan akhir bulan," ucap Ponijo saat ditemui, Minggu (10/1/2016) sore.

Ponijo menuturkan, orang-orang yang datang kebanyakan mengendarai mobil. Mereka berpakaian rapi dengan mengenakan jas.

"Rapi, pakai jas. Ya ada yang naik motor, tetapi kebanyakan mobil," ujarnya.

Saat pertemuan, lanjutnya, pintu depan selalu tertutup rapat sehingga aktivitas di dalam rumah tidak bisa diketahui oleh warga. Menurut dia, meski pintu depan ditutup rapat, di teras depan rumah, biasanya ada sekitar dua orang yang berjaga.

"Mereka saling kenal akrab, datang langsung masuk rumah. Pintu ditutup, lalu ada yang jaga di luar," katanya.

Dalam setiap pertemuan itu, imbuhnya, pada awal-awal terdengar mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya. Namun, setelah itu, tidak terdengar lagi suaranya.

"Warga tahu, itu yang membuat kami ini curiga dengan aktivitasnya, organisasi apa, tetapi kan kami tidak bisa apa-apa," ujarnya.

Warga juga bertanya-tanya dengan aktivitas di rumah kontrakan itu karena mereka mengaku beragama Islam, tetapi yang laki-laki tidak pernah ikut shalat Jumat. Bahkan, saat hari raya kemarin, mereka juga tidak merayakan atau menyalami warga.

"Memang selama mereka mengontrak tidak pernah merugikan warga, tetapi kan ya sosialisasi itu penting. Kalau ada komunikasi, ya warga tidak menaruh curiga," katanya.

Sementara itu, Dwi Sutarmanto, Ketua RT 02 Dusun Ngadisoka Purwomartani, Kalasan, Sleman, membenarkan bahwa rumah kontrakan itu sering digunakan untuk pertemuan-pertemuan.

"Ya tahu kalau untuk pertemuan, tetapi saya tidak tahu pertemuan apa, lalu organisasi mereka apa," katanya.

Tak pernah bersosialisasi

Dwi juga mengatakan, penghuni rumah kontrakan tersebut tidak pernah bersosialisasi. Bahkan, tidak pernah ada izin atau pemberitahuan ke Ketua Rukun Tetangga (RT) terkait kegiatan les.

"Tiga tahun lalu, ada dua orang datang, melapor kalau mereka mengontrak di rumah itu," ucap Dwi.

Mereka lalu fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) atas nama Dedy Setyawan dan Sutanto. Kedua orang tersebut mengaku masih berstatus sebagai mahasiswa.

"Katanya, mereka mahasiswa. Hanya untuk tinggal, bukan untuk usaha. Izinnya juga hanya dua orang itu yang tinggal di situ," ujarnya.

Selang beberapa waktu, lanjutnya, warga melaporkan saat rapat RT bahwa yang tinggal di rumah kontrakan itu lebih dari dua. Bahkan, rumah kontrakan tersebut digunakan untuk les anak-anak usia SD dan SMP.

"Tidak ada pemberitahuan ke RT untuk les, ngomong-nya waktu itu cuma untuk tempat tinggal. Warga yang lapor saat rapat RT," katanya.

Ponijo juga mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan para penghuni rumah kontrakan tersebut.

"Cenderung tertutup, tidak pernah ikut pertemuan warga, tidak ikut kerja bakti. Seharusnya, namanya hidup di masyarakat kan ya harus bermasyarakat, ini tidak," katanya.

Padahal, lanjutnya, aktivitas di rumah tersebut dapat dikatakan cukup padat. Pagi sampai siang, anak-anak seusia SD dan SMP les, lalu pada hari Minggu juga sering terlihat ibu-ibu senam di rumah kontrakan tersebut.

Dari penelusuran Kompas.com di rumah kontrakan tersebut, terdapat kertas-kertas formulir yang ditinggalkan di sisi luar rumah. Formulir itu berisi kesanggupan mengikuti program eksodus DPD Gafatar DIY. Selain itu, ada pula botol-botol plastik yang masih berisi tanah sisa kegiatan bercocok tanam.

Sebelumnya diberitakan, setelah dr Rica Tri Handayani dan seorang pegawai negeri sipil (PNS) RSUP dr Sarjito Yogyakarta hilang misterius, satu lagi warga Sleman juga tak diketahui rimbanya. Pelajar kelas 1 SMA bernama Ahmad Kevin Aprilio saat ini dilaporkan pergi sejak 26 November 2015 lalu dan diduga ikut organisasi Gafatar.

Kompas TV Rumah Terduga Kelompok Gafatar Kosong
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com